Cecar Ahli dalam Sidang, Kubu Arif Rahman Arifin Malah Kena 'Sentil' Majelis Hakim
Mendengar pertanyaan dari Junaedi, Ketua Majelis Hakim Ahmad Suhel meminta agar pertanyaan langsung menyinggung ke masalah pokok.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
"Ya kalau ditanya seperti itu kesimpulannya 'ini bukan ahli ini ditanya seperti ini aja gak tahu'. Kan jadi seperti itu kan, jangan menciptakan itu," tegas Hakim Suhel.
Terlebih, pada pertanyaan yang dapat menggiring opini masyarakat untuk meragukan keterangan dari ahli.
Padahal, pertanyaan tersebut tidak masuk dalam pokok perkara berkenaan kapasitas Effendy selaku ahli pidana.
"Enggak nanti orang akan menilai seperti itu jadinya, silahkan sajalah langsung ke titik persoalan nya aja, terkait yang disebutkan tadi. Ini banyak persoalan yang didasari teori hukum yang anda sebutkan tadi. Tahu gak dia, langsung pendapat saudara yang mau angkat apa. Gitu aja langsung," tegas Hakim Suhel.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.