Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Yasonna: Pemerintah Berusaha Pulihkan Hak Korban
Menkumham Yasonna Laoly menyebut penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu akan dilakukan secara non yudisial terlebih dahulu.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly buka suara terkait pernyataan Presiden Jokowi yang mengakui 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Yasonna menegaskan pelanggaran HAM berat tersebut akan diselesaikan secara yudisial.
Namun semuanya tergantung pada bukti-bukti dari pelanggaran HAM berat itu sendiri.
"Ya itu kan nanti apa, tergantung data bukti-bukti yang ada," kata Yasonna dilansir Kompas.com, Kamis (12/1/2023).
Yasonna menjelaskan, dalam pelanggaran HAM berat ini terdapat hal-hal yang tidak dapat dilanjutkan secara pro justicia.
Sehingga penyelesaiannya akan dilakukan secara non judisial dulu.
Baca juga: SETARA Institute Sesalkan Pengakuan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Tanpa Pengungkapan Kebenaran
"Ini sekarang kita non judisial dulu," terang Yasonna.
Lebih lanjut Yasonna menuturkan, keputusan pengakuan negara mengenai pelanggaran HAM berat dibuat oleh orang-orang kredibel.
Yakni berisi orang-orang yang tergabung dalam Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM).
Pembentukan PPHAM menunjukkan keseriusan pemerintah unyuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat.
"Ini kan yang membuat keputusan ini kan orang-orang yang sangat kredibel."
"Jadi saya kira kita yang pasti pemerintah sangat berkeinginan menyelesaikan itu," tegas Yasonna.
Baca juga: PSI Apresiasi Jokowi soal Pengakuan Pelanggaran HAM Berat: Langkah Berani Bangsa Berjiwa Besar
Negara Akhirnya Akui 12 Peristiwa Masa Lalu Sebagai Pelanggaran HAM Berat
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.
Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023)
“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” katanya.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” katanya.
Baca juga: Negara Akui Pelanggaran HAM Berat, KontraS: Idealnya Diikuti Komitmen Pemulihan dan Rasa Keadilan
Sebelumnya negara belum pernah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Presiden Jokowi pun sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut.
Peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat di antaranya yakni:
1. Peristiwa 1965-1966,
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
Baca juga: 9 Poin Sikap Komnas HAM atas Pengakuan Negara Terhadap Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Baca juga: Ibu Korban Tragedi Semanggi I Kritik Pengakuan Presiden Atas Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Lebih jauh, Makarim menjelaskan inti dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan Tim PPHAM dengan korban, keluarga korban, pendamping.
Dan unsur LSM adalah mereka menginginkan negara mengakui kasus-kasus pelanggaran HAM berst tersebut.
Karena sampai sekarang, kata dia, tidak ada satupun pengakuan negara terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM.
Oleh karena itu, kata Makarim, mereka sangat mengharapkan adanya pengakuan dari negara bahwa telah terjadi peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut.
Ia berharap saran tersebut bisa diterima oleh pemerintah dan bisa dijadikan pegangan.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Taufik Ismail)(Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)