Gandeng BEM Nusantara, IMAKIPSI Dorong Pendidikan bagi Difabel di Kota Surabaya
Imakipsi (Ikatan Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan seluruh Indonesia) berkolaborasi dengan BEM Nusantara menyelenggarakan kegiatan bakti sosial.
Editor: Brand Creative Writer
TRIBUNNEWS.COM, Surabaya - (Rabu, 11/1) Imakipsi (Ikatan Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan seluruh Indonesia) berkolaborasi dengan BEM Nusantara menyelenggarakan kegiatan bakti sosial di UPTD Lingkungan Pondok Sosial Kalijudan.
Kegiatan yang berisi game edukasi dan mewarnai bersama ini berlangsung secara meriah melibatkan lebih dari 35 penyandang difabel dan 15 relawan.
Menurut keterangan kepala UPTD Liponsos Kalijudan Cholik Anwar saat ditemui relawan menyampaikan bahwa didalam liponsos kalijudan ada sekitar 58 penyandang difabel yang memiliki umur dan "keunikan" yang beragam.
Banyak di antaranya ditemukan dengan kondisi tidak dirawat dengan baik oleh keluarganya sehingga dinas sosial melalui UPTD liponsos hadir untuk menampung penyandang difabel yang ada di kota Surabaya.
Banyak Pihak Bisa Berperan dan Membantu Kepastian Pendidikan bagi Penyandang Difabel
Pembukaan UUD 1945 barangkali menjadi dasar banyak hal dan nilai kemasyarakatan "Indonesia" diletakkan, termasuk didalamnya adalah upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang artinya semua warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan termasuk bagi penyandang difabel.
Walaupun penyandang disabilitas sering dikatakan sebagai kelompok masyarakat yang rentan karena beberapa keterbatasan yang dimiliki, yang dalam UU Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas disebut sebagai,
“Setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak," UU Nomor 8 tahun 2016.
Tentunya dengan beberapa keterbatasan tersebut pola pendidikan yang diberikan haruslah berbeda dan khusus, terutama dalam hal jenis difabel yang dialami. Pendidikan bagi penyandang difabel ditujukan untuk memberikan kemampuan kecakapan hidup sehari- hari dan keterampilan- keterampilan yang dapat dijadikan sebagai lahan pencaharian penghasilan.
Berdasarkan data dari Susenas (2019-2020) 29,60 persen penyandang disabilitas hanya berpendidikan sekolah dasar, padahal dengan meningkatnya jenjang pendidikan berdampak positif bagi peluang perbaikan taraf hidup penyandang disabilitas.
Realitas ini semakin nampak ketika melihat fakta yang para relawan temukan di liponsos Kalijudan karena belum ada program pendidikan formal bagi penyandang disabilitas yang sedang berjalan.
“Dulu pernah ada cuman berhenti karena tidak ada follow up dari pengajarnya, alhamdulillah saat ini ada salah satu sekolah swasta yang berniat membantu untuk memberikan pendidikan formal dan penyetaraan. Sedang kami susun dan bahas bersama rencana tersebut.” Ucap Kepala UPTD Liponsos Kalijudan.
Memberikan pendidikan bagi penyandang disabilitas memanglah bukan suatu hal yang mudah, Rahmania Adinda Mahasiswa S1 PLB Unesa yang juga salah satu relawan mengungkapkan bahwa diperlukan assasmen yang tepat sebelum menentukan metode pembelajaran dan keterampilan yang akan dicapai.
Sehingga dalam hal ini diperlukan kolaborasi banyak pihak terlepas dari swasta ataupun lembaga pemerintah, mulai dari mahasiswa, Corporate Social Responsibility, pemerintah daerah/kota dan bahkan yayasan pendidikan swasta dapat berperan untuk memastikan penyandang disabilitas mendapatkan pendidikan yang layak dan memiliki kesempatan untuk menguasai keterampilan yang diinginkan.
Pentingnya kolaborasi dalam menjamin pendidikan bagi penyandang disabilitas ini sudah disadari oleh IMAKIPSI yang merupakan ikatan mahasiswa fakultas ilmu pendidikan seluruh indonesia, Ihda Filzafat selaku Wakil Ketua DPP IMAKIPSI menyampaikan
“Kolaborasi antarpihak dalam memperbaiki kualitas pendidikan sangat diperlukan untuk memastikan penyandang difabel mendapatkan hak pendidikannya sebagaimana mestinya, banyak yang bisa dilakukan.
Termasuk kegiatan Bakti Sosial yang kami selenggarakan bersama dengan BEM Nusantara ini untuk mendorong kesadaran mahasiswa bahwa kita bisa aktif dan berdampak bagi pendidikan penyandang difabel.” Tutur Mahasiswi yang juga sedang studi S2 pendidikan bahasa arab di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Dwi Ardiansyah selaku Koordinator Isu Pendidikan BEM Nusantara berkata, “Masih banyak penyandang difabel diluar Liponsos dan diberbagai daerah yang belum mendapatkan kesempatan untuk diberikan pelatihan keterampilan dan pendidikan, banyak lahan pengabdian yang bisa dilakukan Lembaga ataupun organisasi untuk berperan.” ucapnya.
Tantangan akses pendidikan formal yang ditemukan di Liponsos Kalijudan merupakan satu contoh kecil dari sekian bayak problem yang terjadi di lembaga sosial penyandang disabilitas, Sehingga Menjadi harapan bersama akan muncul banyak program dan projek sosial yang bergerak dalam bidang pendidikan khusus dari semua kalangan termasuk mahasiswa.