Putri Candrawathi Sempat Ingin Cerita Kejadian di Magelang Saat Diperiksa Tapi Dihalau Ferdy Sambo
Putri Candrawathi ternyata sempat hampir menceritakan soal kronologi yang terjadi di rumah Magelang sebelum insiden penembakan Brigadir J.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putri Candrawathi ternyata sempat hampir menceritakan soal kronologi yang terjadi di rumah Magelang sebelum insiden penembakan Brigadir J.
Namun niatan Putri itu terhalau oleh Ferdy Sambo.
Keterangan itu diungkapkan oleh terdakwa Arif Rahman Arifin dalam sidang yang digelar Jumat (13/1/2023) dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Arif sendiri saat itu merupakan salah seorang anggota Polri yang turut meminta keterangan para terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J.
Baca juga: Beri Keterangan Berbeda dengan Ferdy Sambo, Arif Rachman Merasa Keluarganya Terancam
Mulanya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso menanyakan soal kebenaran kalau Putri Candrawathi hanya menangis saat dimintai keterangan.
"Putri Candrawathi tidak bercerita, semua yang cerita Ferdy Sambo. Dia (PC) cuma bisa menangis-menangis saja, betul begitu?" tanya majelis hakim dalam sidang.
"Kalau keterangan saya, yang cerita Putri dan FS," jawab Arif.
"Dua-duanya (cerita)?" tanya lagi majelis hakim.
"Dua-duanya," jawab Arif.
Saat kondisi tersebut Arif juga mencatat seluruh keterangan dari pasangan suami-istri tersebut.
Terkait hal itu, majelis hakim lantas menanyakan ada atau tidaknya kejanggalan yang ditemukan Arif saat itu.
"Inikan sudah rangkaian peristiwa seperti itu, maka yang saya tanyakan ke saudara ada kejanggalan gak itu?" tanya majelis hakim.
"Mohon izin, untuk peristiwa yang di mana Yang Mulia?" tanya balik Arif.
Hakim meminta kepada Arif untuk menjelaskan seluruh rangkaian peristiwa yang diceritakan saat itu, termasuk kondisi keberangkatan jenazah Brigadir J ke Rumah Sakit Polri.
Kata dia, sejatinya Putri Candrawathi hendak bercerita kejadian di Magelang, namun saat itu, Ferdy Sambo menghentikan pembicaraan dan memilih mengganti topik untuk kejadian di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga.
"Semua, tadi mulai dari rangkaian awal ke RS Kramat Jati, ke atas ditegur, pada malam itu dilakukan pemeriksaan. Maka saya tanya, yang cerita gamblang itu PC atau FS?" tanya majelis hakim.
"Awal mula bu PC mau cerita peristiwa Magelang, tapi pak FS ‘udah, udah mah cerita aja yang sampai ke Duren Tiga’, akhirnya bu PC cerita dia nyampe di rumah, masuk rumah, masuk kamar kemudian bu PC ganti baju, mandi dulu kalau gak salah baru ganti baju, terus katanya datang Yosua," beber Arif.
Kala itu, Putri Candrawathi hanya menangis dan Ferdy Sambo sesekali melengkapi pernyataan istrinya.
"Oke gak usah detaillah itu, kemudian apa yang diceritakan Ferdy Sambo?" tanya majelis hakim dalam persidangan.
"Ketika (Putri Candrawathi) cerita ‘saya dipegang' itu (Putri Candrawathi) nangis yang mulia gak bisa ngomong itu, ditambahkan keterangannya oleh Ferdy Sambo," kata Arif.
"Apa yang ditambahkan Sambo?" tanya lagi majelis hakim.
"Iya itu Yosua keluar dari kamar baru terjadi tembak-tembakan," timpal Arif.
Atas keterangan itu, majelis hakim menanyakan kepada Arif soal kenapa tidak merasa curiga atas cerita dari Ferdy Sambo.
Kata Arif, saat itu tak terlintas dalam benaknya untuk curiga dengan cerita pimpinannya tersebut. Terlebih, Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo dalam kondisi menangis.
"Sampai di situ saudara tidak ada kecurigaan sama sekali?" tanya majelis hakim.
"Gak ada yang mulia, terus terang yang mulia, saya ngeliat kondisi saat itu, beliau berdua kan pimpinan saya, saya juga kasihan melihat kondisinya saat itu, karena saya gak pernah melihat bu PC dan pak FS nangis-nangis seperti itu," kata Arif.
Bahkan, Arif sempat berpikir percaya kalau ternyata ada pihak yang tega melakukan sesuai dengan apa yang dijabarkan oleh pimpinannya itu.
"Jadi saya juga ikut terharu yang mulia, bahkan mikir kok tega ada yang berbuat begini sama istri pimpinan saat itu," kata dia .
Namun, kondisi kepercayaan itu musnah saat dirinya menonton rekaman CCTV yang turut ditontonnya.
Hanya saja, Arif tidak membeberkan secara detail bagian mana yang membuat dirinya tersadar kalau cerita tersebut tidak benar.
"Kemudian menjadi percaya atau sebut 'wah gak bener nih', itu kapan?" tanya majelis hakim.
"Menonton (CCTV) itu yang mulia," jawab Arif Rahman.
"Dan itu detil saudara beri tahu ke Hendra Kurniawan?" tanya lagi majelis hakim.
"Detail yang mulia," tukas Arif.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.