Mengapa Arif Rachman Menyesal Punya Atasan Ferdy Sambo? Arif Blak-blakan tentang Mantan Atasannya
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Arif Rachman mengatakan bahwa dirinya menyesal memiliki atasan seperti Ferdy Sambo.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumat (13/1/2023) kemarin, Arif Rachman Arifin terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan dalam kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, menjalani sidang agenda pemeriksaan.
Banyak hal yang disampaikan mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri itu saat menjalani sidang.
Arif Rachman seolah ingin mengungkapkan isi hatinya setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan atas tewasnya Brigadir J.
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Arif Rachman mengatakan bahwa dirinya menyesal memiliki atasan seperti Ferdy Sambo.
Baca juga: Bantah Arif Rachman soal Rekaman CCTV, Hendra: Kalau Dia Ngomong Pasti Saya Lapor ke Pimpinan
Arif menganggap Ferdy Sambo bukanlah sosok yang melindungi anak buahnya khususnya dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Sebaliknya, mantan Kadiv Propam Polri itu disebut Arif justru mengorbankan para anak buahnya.
Berikut beberapa pernyataan Arif Rachman soal mantan atasannya Ferdy Sambo dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Jumat (13/1/2023):
Menyesal Punya Atasan Seperti Ferdy Sambo
Arif mengatakan penyesalannya memiliki atasan seperti Ferdy Sambo.
"Menyesal itu saja, kenapa kok bisa punya orang di atas saya yang harusnya menjaga, kemudian tidak menjaga anak buahnya," ujar Arif dalam sidang agenda pemeriksaan dirinya sebagai terdakwa obstruction of justice kasus kematian Brigadir J, Jumat (13/1/2023).
Menurut Arif, seorang pimpinan semestinya bertanggung jawab dan tak mengorbankan anak buahnya.
"Prinsip saya kalau jadi pimpinan, saya harus tanggung jawab kepada bawahan saya. Tidak akan mau mengorbankan anak buah," katanya.
Baca juga: Arif Rachman di Kasus Perintangan Penyidikan Tewasnya Yosua: Ternyata Berpikir Negatif Itu Perlu
Keluarga Terancam
Arif Rachman Arifin mengaku takut kepada power yang dimiliki Ferdy Sambo.
Terutama saat Ferdy Sambo masih menjadi Kadiv Propam Polri.
Rasa takut itulah yang menyebabkannya tak menceritakan isi rekaman CCTV di sekitar Rumah Duren Tiga.
Rekaman itu diketahui berisi Brigadir J masih hidup saat Ferdy Sambo datang ke Rumah Duren Tiga.
"Ini kan dari jarak menonton sampai menceritakan itu sangat panjang, anda tidak becerita karena takut diancam atau karena apa?" tanya penasehat hukum Arif di dalam sidang pemeriksaan terdakwa pada hari ini, Jumat (13/1/2023).
"Takut diancam pasti," ujar Arif di dalam persidangan yang sama.
Tak hanya saat Sambo masih menjadi Kadiv Propam, ketakutan juga masih dirasanya saat perkara ini sudah memasuki persidangan.
Kepada Majelis Hakim, dia menceritakan kekhawatiran terhadap keluarganya.
Sebab saat memberikan keterangan berbeda dari Ferdy Sambo, istri Arif Rachman sempat menyampaikan sesuatu kepadanya.
"Istri saya sempat bilang nanti enggak apa-apa anak-anak?" kata Arif.
Baca juga: Takut Ferdy Sambo, Istri Arif Rachman Sempat Minta Anaknya Diliburkan Sekolah Hingga Sidang Putusan
Setelah menceritakan itu, tangisnya pun pecah di ruang sidang.
Kemudian dia berusaha menahan diri sembari mengusap air matanya dengan sapu tangan.
"Bayangkan, ajudannya saja bisa disuruh dibunuh. Gimana saya enggak kepikiran, Yang Mulia," katanya lagi.
Menyesal karena Terlalu Loyal & Percaya Ferdy Sambo
Arif Rachman juga mengatakan bahwa dirinya menyesal karena terlalu loyal dan percaya kepada atasannya Ferdy Sambo.
"Saya menyesal terlalu percaya dan loyal kepada pimpinan saya," kata Arif dalam sidang pemeriksaan dirinya sebagai terdakwa.
Arif Rachman terlalu berpikir positif terkait perintah atasannya Ferdy Sambo.
Oleh sebab itu, kata Arif, pelajaran pun diambilnya agar tidak terlalu percaya lagi.
"Setelah pengalaman ini, negatif thinking itu perlu juga ditanamkan setelah yang saya alami periode Juli sampai hari ini," kata Arif.
Kepatuhan terhadap atasan diungkapkan Arif merupakan hasil dari pendidikan kepolisian yang diperolehnya.
Terlebih orang tuanya juga merupakan polisi.
Selama pendidikan, disebutkan Arif bahwa dia didoktrin agar percaya begitu saja kepada pimpinan.
Baca juga: Ahli ITE Singgung DVR CCTV Rumah Ferdy Sambo yang Tidak Dikembalikan
"Dikatakan, pimpinan itu adalah orang tua kamu. Jadi yakin apa yang diperintahkan pimpinan itu mengandung hal baik kepada kamu sebagai bawahan," katanya.
Dia pun berandai-andai jika diberi kesempatan kembali ke kepolisian, maka dia akan mengubah prinsip terlalu loyal tersebut.
"Harus berani berkata dan menolak perintah atasan. Tidak boleh terlalu loyal kepada pimpinan," ujarnya.
6 Terdakwa Kasus Obstruction of Justice
Sebagai informasi, dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J, Arif Rachman telah ditetapkan sebagai terdakwa.
Dia menjadi terdakwa bersama enam orang lain, yaitu Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, dan Baiquni Wibowo.
Dalam perkara ini, Arif sempat menyampaikan adanya perintah dari Ferdy Sambo untuk memusnahkan barang bukti berupa CCTV.
Saat dia dan Eks Karo Paminal, Hendra Kurniawan menghadap Ferdy Sambo di ruangannya pada Rabu (13/7/2022).
Di ruangan itu, Arif menjelaskan kepada Sambo bahwa dia telah menyaksikan rekaman CCTV bersama tiga rekannya pada dini hari itu.
Rekaman CCTV itu menampilkan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masih hidup sebelum Ferdy Sambo tiba di rumah.
Hal tersebut pun dinilai Arif tidak sinkron dengan rilis resmi yang dikeluarkan Polres Metro Jakarta Selatan.
"Di dalam rilis Kapolres Selatan, begitu Ferdy Sambo sampai, tembak-menembak sudah selesai," ujar Arif di dalam persidangan pada Senin (28/11/2022).
Saat itu, Arif menceritakan bahwa Sambo tak langsung memberikan respon.
"Beliau (Ferdy Sambo) cuma terdiam," kata Arif saat memberikan keterangan di dalam persidangan pada Senin (28/11/2022).
Beberapa saat kemudian, raut wajah Sambo berubah agak marah. Dia pun meyakinkan Arif bahwa hal yang dilihatnya di CCTV tidak benar.
"Enggak benar itu. Sudah kamu percaya saya saja," kata Arif menirukan ucapan Sambo waktu itu.
Sambo pun melanjutkan dengan bertanya siapa saja yang telah melihat rekaman CCTV tersebut.
Kemudian Arif menjawab ada empat orang, yaitu dirinya, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Ridwan Soplanit.
Dijelaskan pula kepada Sambo bahwa file rekaman itu disimpan dalam flashdisk yang menempel di laptop miliknya.
Sambo pun menimpali dengan ultimatum kepada empat orang tersebut.
"Berarti kalau sampai bocor, kalian berempatlah yang bocorin," ujar Arif menirukan ucapan Sambo.
Peringatan itu kemudian diikuti dengan perintah Sambo kepada Arif untuk menghancurkan barang bukti yang menyimpan rekaman CCTV itu.
"Kamu musnahkan itu."
Kasus Pembunuhan Berencana
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.