KY Telah Awasi Sidang Perdana Kasus Kanjuruhan di PN Surabaya, Minta Majelis Hakim Penuhi Tiga Aspek
Komisi Yudisial disebut sudah mengawasi dan memantau secara langsung jalannya proses sidang perdana tragedi Kanjuruhan di (PN) Surabaya
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) disebut sudah mengawasi dan memantau secara langsung jalannya proses sidang perdana tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (16/1/2023) lalu.
Juru bicara KY, Miko Ginting menjelaskan, bahkan pengawasan sidang perdana tersebut telah dilakukan sebelum adanya aduan yang dilayangkan koalisi masyarakat sipil dan tim advokasi Aremania kepada pihaknya.
Kendati demikian, laporan yang diadukan oleh masyarakat sipil dan advokasi Aremania tetap dijadikan catatan oleh pihaknya.
"Komisi Yudisial sudah memutuskan untuk melakukan pemantauan terhadap persidangan dan perilaku hakim dalam perkara ini," jelas Miko dalam keterangannya, Kamis (19/1/2023).
Selain itu, terkait dengan akses persidangan, Miko mengatakan KY berpandangan bahwa persidangan terbuka untuk umum tidak sama dengan penyiaran secara langsung.
Dikatakan Miko, penentuan penyiaran sidang secara langsung berada pada domain Ketua Majelis Hakim.
Oleh karena itu KY diungkap Miko mendorong agar majelis hakim dapat mempertimbangkan tiga aspek terkait perkara tragedi Kanjuruhan tersebut.
"Yaitu akses dan partisipasi masyarakat, keselamatan dan keamanan para pihak, serta integritas pembuktian dalam memeriksa dan memutus perkara ini," pungkasnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil mengadukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ke Komisi Yudisial (KY) terkait tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Kamis(19/1/2023).
Perwakilan koalisi masyarakat sipil dari Kontras, Andi Muhammad Rizaldy mengatakan, pengaduan kepada KY ini perihal adanya dugaan keganjilan yang terjadi pada persidangan di PN Surabaya terkait tragedi Kanjuruhan.
"Seperti diketahui ada lima terdakwa yang saat ini didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dimana dalam proses persidangan itu kami menemukan berbagai keganjilan," kata Andi kepada wartawan.
Adapun keganjilan itu yang pertama dikatakan Andi, mengenai terbatasnya akses persidangan yang mengakibatkan publik atau masyarakat sipil sulit memantau jalannya proses persidangan.
"Seharusnya jika merujuk sistem hukum pidana dan perundang-undangan kekuasaan hakim proses persidangan harus terbuka," ucapnya.
Kemudian keganjilan kedua dikatakan Andi, hal itu mengenai tidak dihadirkannya para terdakwa tersebut dalam proses persidangan yang saat ini telah berjalan.
Andi beranggapan dengan rujukan yang sama yakni berdasarkan aturan hukum pidana, para terdakwa semestinya dihadirkan ketika menjalankan persidangan.
"Mengingat dari berbagai regulasi yang ada dan juga dari segi urgensi memungkinkan para terdakwa hadir di persidangan terlebih aturan PPKM sudah dicabut," jelasnya.
Lau yang terakhir, disebutkan Andi mengenai tim kuasa hukum terdakwa yang juga dari kalangan aparat kepolisian.
Baca juga: Ketua Komisi X DPR Kaget Pelayanan Korban Tragedi Kanjuruhan Sudah Diputus Meski Belum Sembuh
Menurutnya, status tiga terdakwa yang merupakan anggota Polri non-aktif namun menggunakan penasehat hukum juga dari anggot Polri.
"Karena anggota Polri bukan merupakan advokat sehingga tidak memiliki wewenang hukum dalam proses persidangan pidana," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya pun menilai pihak Majelis Hakim PN Surabaya melakukan pembiaran terhadap beberapa hal yang dianggapnya ganjil ini.
Menurutnya, dengan adanya dugaan pembiaran ini sehingga dapat merusak dan melecehkan sistem hukum di Indonesia.
"Dari berbagai keganjilan atau temuan kami tersebut, kami meminta kepada KY untuk melakukan pengawasan dan pemantauan secara langsung di PN Surabaya," pungkasnya.