Daur Ulang Sampah Plastik PET Masih Rendah, Ambisi Genjot Ekonomi Sirkular Terganjal
Sampah plastik jenis PET punya peran besar dalam konsep ekonomi sirkular yang terus digenjot oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Penulis: Matheus Elmerio Manalu
Editor: Vincentius Haru Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemasan botol dan galon plastik PET seringkali dianggap sebagai sampah tidak berguna. Padahal, sampah plastik jenis PET punya peran besar dalam konsep ekonomi sirkular yang terus digenjot oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sampah plastik jenis PET merupakan bahan baku penting dalam industri daur ulang. Yang tentu akan berperan besar menggenjot ekonomi sirkular di Indonesia serta ikut membantu mengatasi persoalan lingkungan dan ekonomi masyarakat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memang sedang berkomitmen untuk menggenjot ekonomi sirkular dan mencapai target zero waste pada 2030.
Sepanjang tahun 2022, KLHK sudah mencatat sebanyak 64 persen timbulan sampah yang berhasil dikelola dari total 68,5 juta ton sampah nasional. Angka ini akan terus ditingkatkan lagi hingga akhirnya berhasil mencapai zero waste pada 2030 mendatang.
Strategi peningkatan pengelolaan sampah ini antara lain akan dilakukan dengan menggencarkan penerapan ekonomi sirkular dan mendorong sampah menjadi industrialisasi.
“Kuncinya adalah ekonomi sirkular yang terkait dengan bagaimana agar sampah tidak terbuang ke tempat pembuangan akhir. Ujungnya nanti menjadi zero waste dan zero emission,” kata Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), KLHK, dalam rilis laporan akhir tahun KLHK terkait Laporan Pengelolaan Sampah di Indonesia 2022.
Mendorong produsen AMDK size-up desain produk
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Ditjen PSLB3 KLHK, dari total 68,5 juta ton sampah nasional, terdapat komposisi sampah yang paling dominan adalah sisa makanan, plastik dan kertas.
Data ini tidak jauh berbeda dengan laporan pasca perayaan malam tahun baru 2023 di Jakarta yang mencatat sampah terbanyak dengan dominasi botol air kemasan, wadah makanan, plastik dan sampah kertas.
Sampah botol kemasan plastik memang sudah sangat lama menjadi persoalan, sebelumnya KLHK, melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 mencetuskan Peta Jalan pengurangan sampah oleh produsen dengan menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30 persen pada tahun 2030.
Target pengurangan tersebut dilakukan dengan, antara lain mendorong produsen AMDK mengubah desain produk berbentuk mini menjadi lebih besar (size up) hingga ke ukuran 1 liter, untuk mempermudah pengelolaan sampahnya.
Tidak hanya itu, produsen diminta untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban terhadap produk dalam kemasan plastik yang dijual hingga nantinya produk tersebut menjadi sampah (Extended Producers Responsibility/EPR).
Himbauan untuk size up dan EPR oleh produsen ternyata masih menjadi sebuah tantangan implementasi Permen KLHK No. 75/2019 yang masih terus digaungkan sampai sekarang.
“Permen LHK No. 75/2019 ini merupakan upaya pemerintah menekan volume sampah di Indonesia,” kata Rosa Vivien Ratnawati, beberapa waktu lalu.
Peluang besar untuk pelaku usaha AMDK
Tidak hanya menekan volume sampah di Indonesia, peta jalan yang diperkenalkan oleh KLHK ini diyakini juga memberi peluang besar kepada para pelaku usaha agar mampu melakukan industrialisasi melalui daur ulang.
Namun faktanya di lapangan hingga saat ini, industri daur ulang belum mendapat bahan baku jenis plastik polyethylene terephthalate (PET) yang dibutuhkan dalam negeri. Yang membuat industri daur ulang harus mengimpor bahan baku sampah plastik hingga 750 ribu ton per tahun.
Padahal permintaan industri plastik nasional diprediksi akan terus meningkat hingga menjadi 8 juta ton pada tahun 2025 mendatang.
“Tingkat daur ulang (recycle rate) sampah plastik di Indonesia baru menyentuh angka 7 persen, dengan jenis plastik jenis PET (yang lazim digunakan untuk kemasan AMDK botol dan galon) mencapai 75 persen tingkat daur ulang,” tulis paparan laporan lembaga Sustainable Waste Indonesia (SWI) belum lama ini.
“Kemasan plastik minuman ringan pasca konsumsi sudah memiliki rantai daur ulang yang mature (stabil). Jenis plastik PET adalah kemasan minuman ringan yang berkontribusi besar dalam daur ulang, mencapai 30 persen sampai 48 persen dari total penghasilan para pengumpul sampah,” demikian temuan hasil survei SWI.
Saat ini, semua AMDK bermerek, dari market leader sampai produsen tingkat lokal, menggunakan kemasan plastik jenis PET untuk kemasan botol air minum. Namun, secara kuantitas jumlah sampah plastik PET untuk industri daur ulang ternyata masih belum mencukupi di dalam negeri.
Ekonomi sirkular bisa menambahkan PDB
Sementara itu, menurut Data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan bahwa dari total sampah nasional per tahun, sampah plastik menguasai 5 persen atau 3,2 juta ton dari total sampah.
“Dari jumlah 3,2 juta ton timbulan sampah plastik, produk AMDK bermerek menyumbang 226 ribu ton atau 7,06 persen. Sebanyak 46 ribu ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek merupakan sampah AMDK kemasan gelas plastik,” demikian laporan tersebut.
Selain volume timbulan, AMDK plastik berukuran di bawah 1 liter seperti gelas plastik terbukti sangat sulit untuk dikumpulkan dan dianggap tak bernilai untuk didaur ulang.
Padahal menurut Kasubdit Prasarana dan Jasa Direktorat Jenderal PSLB3 KLHK Edward Nixon Pakpahan, selain punya nilai ekonomi tinggi, bisnis sirkular dengan penekanan daur ulang sampah plastik dan non-plastik, juga bermanfaat besar pada lingkungan.
“Manfaat besar ini terutama dari berkurangnya limbah di setiap sektor usaha hingga sebesar 18-52 persen pada 2030,” kata Nixon saat Webinar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) di Jawa Timur beberapa waktu lalu (24/9/2022).
“Ekonomi sirkular dari bisnis pendaurulangan sampah berpotensi menghasilkan tambahan PDB sebesar Rp593-Rp638 Triliun dari lima sektor usaha pada 2030,” lanjutnya.
Bahkan dari sisi manfaat sosial, Nixon mengatakan pengelolaan sampah secara sirkular ini bisa menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru dan menambah tabungan rumah tangga hampir 9 persen.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.