Soal Bentrok di PT GNI, Legislator PKS Anggap Pemerintah Lemah
Anggota Komisi VII DPR RI fraksi PKS Mulyanto menganggap pemerintah lemah hadapi manajemen PT. Gunbuster Nichel Industry (GNI).
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI fraksi PKS Mulyanto menganggap pemerintah lemah hadapi manajemen PT. Gunbuster Nichel Industry (GNI).
Sebagai pemegang otoritas kekuasaan harusnya pemerintah bisa memaksa pihak GNI membuka semua data operasional perusahaan, yang diduga menjadi penyebab bentrok maut Sabtu (14/1/2023) lalu.
Bukan malah sekedar meminta atau sebatas mengimbau.
Menurut Mulyanto, pemerintah harus hadir dalam perkara yang serius seperti ini.
Usut akar masalah bentrok ini secara objektif sehingga tidak ada satu pihak yang dirugikan.
"Pemerintah punya kewenangan memaksa PT. GNI bersikap terbuka dan profesional terkait tenaga kerja mereka serta menjamin suasana yang kondusif bagi produktivitas kerja," kata Mulyanto dalam keterangannya, Jumat (20/1/2023).
"Dengan kewenangan yang ada harusnya Pemerintah bisa bergerak cepat menemukan akar masalahnya. Bukan sekedar mengimbau. Kalau sekedar mengimbau siapapun bisa," lanjut Mulyanto.
Mulyanto menyebut sikap lemah seperti itu menunjukan pemerintah tidak punya wibawa di hadapan PT. GNI.
Padahal negara yang diwakili Pemerintah memiliki kewenangan yang bersifat “mengikat” dan “memaksa” siapapun untuk mematuhi aturan yang berlaku.
Baca juga: Komisi III DPR akan Kunjungi PT GNI Morowali, Lokasi Bentrokan yang Tewaskan 2 Pekerja
Melalui instrumen regulasi dan kelembagan kementerian yang ada, Pemerintah harus dapat melakukan pengaturan dan pengawasan untuk memastikan, bahwa berbagai upaya investasi pengelolaan SDA di Indonesia sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran masyarakat.
"Pemerintah jangan tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Terkesan lembek kepada investor China dan keras terhadap pekerja lokal," ujar Mulyanto.
Mulyanto menambahkan akar masalah yang memicu mogok kerja yang berbuntut bentrok antar kelompok pekerja di atas adalah soal ketidakadilan upah dan K3.
Namun hal ini tidak ditanggapi secara proporsional oleh PT.GNI, bahkan sampai kasus terjadinya ledakan kebakaran smelter yang menewaskan dua orang pekerja.
"Ini kan soal serius bagi keamananan dan keselamatan kerja dan masyarakat yang menuntut peran pengaturan dan pengawasan pemerintah.
Karena itu negara harus hadir dan dirasakan kehadirannya oleh masyarakat melalui pemeriksaan, audit atau penilaian kelayakan teknologi, mesin, peralatan serta SOP operasi perusahaan khususnya smelter.
"Kalau melanggar, maka pemerintah jangan sungkan-sungkan untuk mencabut izin operasional PT.GNI ini," ujarnya.
Mulyanto mendesak pemerintah mengevaluasi total program hilirisasi nikel, termasuk keberadaan TKA, baik jumlah, kualifikasi dan proses registrasinya.
Menurutnya persoalan ini menjadi perhatian publik, yang selama ini terkesan tertutup. Pemerintah juga harus membuka soal ini sejelas-jelasnya ke publik.
Untuk diketahui, Pemerintah diwakili Menkopolhukam Mahfud MD menyampaikan sikap yang utamanya mengimbau agar PT GNI bisa bersikap lebih terbuka sehingga pemerintah dapat mempunyai data tentang semua tenaga kerja dan pelaksanaan pengamanan di dalam lingkungan perusahaan yang beroperasi di wilayah Republik Indonesia.
Kemudian Menkopolhukam juga meminta agar perusahaan harus lebih profesional dalam menjamin terjadinya kerja-kerja yang kondusif agar tidak terjadi bentrok antar kelompok-kelompok pekerja.