Dino Patti Djalal: Tahun 2022 Merupakan Puncak Politik Luar Negeri Era Jokowi
Dino berharap Indonesia menerjemahkan lebih dalam ke dalam strategi Indo-Pasifik, strategi ASEAN, strategi multilateral dan strategi Pasifik Selatan
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal mengatakan tahun 2022 merupakan puncak politik luar negeri di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal ini dipengaruhi penyelenggaraan G20 Presidensi Indonesia, bertepatan saat dunia menghadapi pandemi, multi krisis, hingga pecahnya perang di Ukraina.
Namun menurutnya Indonesia dapat mengatasi tantangan itu dengan sangat baik meskipun banyak yang skeptis.
"Saya tidak berpikir dua tahun yang tersisa akan lebih tinggi, karena G20 benar-benar merupakan acara utama untuk Kebijakan Luar Negeri Indonesia," kata Dino di diskusi publik bertajuk “Indonesia’s Foreign Policy Outlook 2023” yang diselenggarakan FPCI, Selasa (31/1/2023).
Dino mengatakan 8 tahun politik luar negeri Presiden Jokowi tidak ada satupun white paper.
Baca juga: Eks Penyidik KPK: Penurunan IPK Merupakan Tanggung Jawab Jokowi Sebagai Kepala Negara
Walaupun ada satu strategi besar yang disebut Poros Maritim Global, namun menurut Dino, strategi itu tidak benar-benar diterapkan.
"Itu lebih merupakan proyek infrastruktur daripada geopolitik, dan bahkan di masa jabatan kedua tidak ada lagi yang mendengar tentang poros maritim global. Jadi itu hilang. Karena Indonesia sedang naik daun di kancah global, kita perlu memiliki strategi besar,” ujarnya.
Indonesia menganut politik non-blok yang bebas dan aktif, di tengah tantangan, ketegangan, dan persaingan geopolitik semakin meningkat.
Dino mengatakan, kerja sama dan perdamaian merupakan tema yang bagus.
Dino berharap Indonesia dapat menerjemahkan lebih dalam ke dalam strategi Indo-Pasifik, strategi ASEAN, strategi multilateral, maupun strategi Pasifik Selatan.
"Kita perlu menanggapi lebih dari sekadar terpaku pada kata pengantar, karena semua yang kita katakan adalah dialog, tidak ada persaingan, kerja sama, dan perdamaian, yang merupakan tema yang bagus tetapi Anda harus melangkah lebih dalam dari itu. Bagaimana Anda menerjemahkannya ke dalam strategi Indo-Pasifik, strategi ASEAN, ke dalam strategi multilateral, ke dalam strategi Pasifik Selatan," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.