Surya Paloh Justru Datangi Golkar Pasca Anies Baswedan Dapat Tiket Capres, Ada Perintah dari Jokowi?
Kenapa Surya Paloh lebih memilih melakukan kunjungan ke Partai Golkar dibandingkan ke Partai Demokrat dan PKS yang bakal menjadi rekan koalisinya?
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah menyambangi Presiden Jokowi, hari ini Rabu (1/2/2023), Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menemui Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Nelly Murni, Jakarta Barat.
Bagi sebagian kalangan ini menjadi pertanyaan kenapa Surya Paloh lebih memilih melakukan kunjungan ke Partai Golkar dibandingkan ke Partai Demokrat dan PKS yang bakal menjadi rekan koalisinya.
Padahal, Nasdem bersama Demokrat dan PKS sudah sama-sama memberikan tiket capres kepada Anies Baswedan.
Apalagi perwakilan tim kecil bakal Koalisi Perubahan dari Partai Nasdem tak menghadiri konferensi pers PKS saat mengumumkan dukungannya pada Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres).
Sebagai informasi, biasanya, tim kecil dari Nasdem diwakili oleh Ketua DPP Sugeng Suparwoto dan Willy Aditya.
Diketahui, Anies telah mengantongi tiket untuk maju dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Sebab, Nasdem, Demokrat, dan PKS telah sama-sama menyatakan memberikan dukungan.
Jika bekerja sama, ketiganya telah memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR RI.
Baca juga: Surya Paloh Sebut Reshuffle Masalah Sederhana: Itu Sepenuhnya Hak Prerogatif Presiden
Nah, kedatangan Surya Paloh ke Golkar hari ini hanya berselang satu hari setelah pertemuannya dengan Jokowi di Istana Negara, Selasa kemarin (31/1/2023).
Gara-gara itu muncul juga spekulasi bahwa kedatangan Surya Paloh ke Golkar adalah perintah dari Jokowi. Benarkah?
Penjelasan Surya Paloh
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menemui Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Rabu (1/2/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Surya Paloh sempat menjawab pertanyaan dari awak media terkait alasan berkunjung ke Golkar, bukan ke PKS atau Demokrat.
Diketahui, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat merupakan partai pendukung NasDem dalam mengusung Anies Baswedan pada Pilpres 2024.
Ketika ditanya hal tersebut, Surya Paloh pun mengakui sedikit berkeringat.
Meski begitu, Surya Paloh menilai, Golkar menjadi bagian dari prioritasnya.
Apalagi, Surya Paloh menyebut, dirinya pernah menjadi bagian dari partai berlambang pohon beringin ini.
"Ini agak keringatan sedikit ya."
"Kenapa Nasdem berkunjung ke koalisi lain? ini prioritas bagi Nasdem, ada satu romantisme, ada satu perjalanan sejarah kehidupan saya pribadi dalam usia saya yang saya capai saat ini, jenjang karier politik saat ini."
"16 tahun saya di barisan Golkar, tambah 43 tahun cukup lama, baru kemudian ada Nasdem," ucapnya, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube Kompas TV, Rabu (1/2/2023).
Surya Paloh pun menambahkan, dirinya tak masalah disebut alumni Golkar.
Menurut Surya Paloh, Golkar memiliki catatan sejarah dalam perjalanan karier politiknya.
"Terlepas apapun kekurangan satu sama lain, tapi modal kebersamaan, catatan sejarah, jadi nggak salah dibilang alumni Golkar, memang benar adanya," ucapnya.
Soal kemungkinan bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Surya Paloh tak menampik hal itu.
"Sama-sama mungkin (bergabung KIB atau sebaliknya), kemungkinan itu masih terbuka," ungkap Surya Paloh.
Koalisi Indonesia Bersatu adalah koalisi partai politik di Indonesia dalam menghadapi Pemilu Presiden 2024, terdiri dari tiga partai, yaitu Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Dalam kesempatan itu, Surya Paloh memastikan dirinya melakukan kunjungan ke DPP Partai Golkar bukan karena perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ada perintah Jokowi enggak supaya ketemu Golkar? Secara lisan enggak ada," kata Paloh saat konferensi pers di kantor DPP Partai Golkar.
Namun, Surya Paloh menuturkan jika pihaknya berharap komunikasi antar semua partai koalisi pendukung pemerintahan Jokowi memprioritaskan kondusif.
"Yang saya tahu bahwasanya semuanya, kami, baik Presiden Jokowi, saya, Mas Airlangga dan semua harusnya partai-partai koalisi pemerintah memprioritaskan suasana yang kondusif," ucapnya.
Ia mengungkapkan bahwa masyarakat merindukan pemerintahan yang kuat dan tetap menjaga empati publik.
"Bagaimana kita memprioritaskan kepentingan publik yang merindukan pemerintahan yang kuat tapi tetap menjaga empati, nurani publik yang terjaga," ungkapnya.
Posisi Nasdem "Digantung" Istana
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut dalam kondisi dilematis ketika harus reshuflle kebinet Indonesia Maju.
Apalagi, ketika harus mendepak menteri-menteri asal Nasdem dari istana.
Adi Prayitno menilai, dilematisnya posisi Jokowi lantaran dari partainya, PDI Perjuangan, ingin Nasdem didepak dari istana.
Tetapi, di sisi lain, kata Adi, Jokowi juga masih melihat pentingnya posisi Nasdem dan totalitas yang diberikan Surya Paloh dan kawan-kawan mendukung pemerintahan.
Baca juga: Soal Perjanjian Politik Prabowo-Anies, Gerindra: Tak Mengikat Secara Hukum, Tapi soal Moral
Maka dari itu, nasib Nasdem bakal terus digantung Jokowi dan tidak benar-benar dikeluarkan semuanya dari istana.
"Sampai saat ini Jokowi dilematis, dari PDIP minta (evaluasi menteri Nasdem di Istana), tapi Jokowi juga melihat totalitas dukungan dari Nasdem sampai saat ini masih kuat," jelas Adi, Rabu (1/2/2023) di Sapa Pagi Kompas TV.
Maka dari itu, Adi memprediksi, Jokowi tidak akan mendepak sepenuhnya Nasdem dari dukungan kepada dirinya di pemerintahan.
Tapi, lanjut Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, porsi bakal dikurangi dan 'kaki' Nasdem bakal tetap di istana.
"Posisi Nasdem ini seperti digantung ya, tidak dirangkul, tidak juga didepak langsung. Dilematis sebenarnya dari posisi Nasdem," jelasnya.
Maka dari itu, dari tiga Menteri Nasdem di Kabinet Indonesia Maju, hanya Menkominfo Johny G Plate yang diprediksi aman.
Sedangkan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo disebut Adi mungkin akan didepak.
"Kalau jadi reshuffle, ada pengurangan menteri Nasdem. Dua menterinya dikurangin, tapi satu menterinya dipertahankan, yaitu diisukan Menkominfo dipertahankan," jelasnya.
Hal ini, kata dia, seperti pernyatana elite PDIP di sejumlah media perihal hanya ada dua menteri Nasdem didepak dari istana.
"Ini bukan soal kinerja menteri Nasdem, tapi politik," jelasnya.
Menurut Adi, hal itu merupakan imbas dukungan besar-besaran Nasdem kepada Anies Baswedan untuk Pilpres 2024.