Arif Rachman Tahan Tangis saat Minta Maaf kepada Orang Tuanya: Tak Pernah Terbesit Ini Terjadi
Arif pun mengakui kekecawaan ayahnya lantaran karirnya harus hancur lantaran terlibat dalam kasus tersebut. Dia pun berharap, ayahnya bisa ikhlas
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa AKBP Arif Rachman Arifin menahan tangis saat meminta maaf kepada orang tua dan mertuanya karena membuat kecewa terlibat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal tersebut diungkap AKBP Arif Rachman dalam pembelaan pribadi atau pleidoi dalam persidangan lanjutan perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023).
"Sebelum saya baca pembelaann pribadi ini izinkan saya haturkan permintaan maaf saya kepada ayahanda, ibunda, orang tua, dan mertua tercinta saya," kata Arif.
Baca juga: Pembelaan AKBP Arif Rachman: Mengapa Saya Menuai Fitnah ketika Hanya Ingin Bekerja Baik di Polri?
Arif pun mengakui kekecawaan ayahnya lantaran karirnya harus hancur lantaran terlibat dalam kasus tersebut. Dia pun berharap, ayahnya bisa ikhlas menerima kondisi anaknya.
"Untuk ayahanda saya tahu bagaimana ayahanda berharap kepada saya dan takdir harus seperti ini. Saya berharap ayahanda bisa ikhlas dan allah segera memulihkan rasa kecewa di hati ayahanda," jelas Arif.
Arif juga menyampaikan pesan kepada ibunda dan mertuanya. Menurutnya, dukungan kedua orang ini menjadi kekuatan baginya untuk menghadapi setiap persidangan.
"Wanita yang paling saya cintai di dunia ini, tempat surga saya terletak, pelindung hati saya. Ingatan saya terhadap cinta kasih ibunda berdua merupakan kekuatan bagi saya untuk bisa berdiri tegak memasuki ruang sidang dan duduk di kursi. Tidak pernah sekalipun terbesit dalam pikiran saya bahwa ini akan terjadi dalam hidup saya," jelasnya.
Lebih lanjut, Arif memahami bahwa setiap air mata yang terjatuh dari ibundanya telah menghancurkan hatinya. Dia pun berdoa agar ibundanya terus diberikan kekuatan dalam hatinya.
Baca juga: Pembelaan AKBP Arif Rachman: Mengapa Saya Menuai Fitnah ketika Hanya Ingin Bekerja Baik di Polri?
"Setiap tetes air mata ibunda merupakan dukungan buat saya walaupun hancurkan hati saya di sisi yang lain. Kekuatan untuk saya bertahan dan tabah serta arahkan hatinsaya. Setiap saat saya hanya bisa berdoa kepada Allah. Semoga Allah selalu menjaga ibunda berdua dan memberi kedamaian di hati," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa ibundanya memang kerap berupaya tegar setiap menonton TV ataupun mendengar omongan orang lain tentang kasus yang menimpa dirinya. Namun, dia meyakini bahwa ibundanya tetap akan mendukungnya.
"Saya tahu ibunda berupaya tegar setiap menonton di TV setiap kali membaca berita atau mendengar omongan. Tapi saya yakin ibunda berdua tetap selalu mendukung saya. Dan saya juga berserah diri kepada Allah dan saya yakin Aah tidak pernah salah nilai hambanya," jelasnya.
Namun begitu, Arif menambahkan bahwa dirinya pun memastikan dirinya akan berusaha untuk tetap menjadi anak yang bisa membanggakan orang tuanya di masa yang akan datang.
"Percayalah saya masih berusaha menjadi anak dan mantu yg bisa dibanggakan. Saya berjanji di masa yang akan datang saya akan lebih berupaya lagi. Semoga Tuhan masih memberi kesempatan kepada saya. Dan semoga ayahanda berdua selalu memberi bimbingan dan dukungan serta arahan kepada saya," tukasnya.
Baca juga: Jaksa Menilai Arif Rachman dengan Sengaja Mengambil dan Mengganti DVR CCTV di Duren Tiga
Sebagai informasi, dalam perkara perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J, jaksa penuntut umum sudah menuntut enam terdakwa dengan pidana penjara dan juga denda.
Tuntutan terhadap enam terdakwa OOJ dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).
Keenam terdakwa itu merupakan mantan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yaitu: Mantan Karo Paminal Divropam, Hendra Kurniawan; Mantan Kaden A Ropaminal Divpropam, Agus Nurpatria; Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin, Mantan Staf Pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto; Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam, Baiquni Wibowo; dan Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim, Irfan Widyanto.
Mereka telah dituntut hukuman penjara dengan durasi kurungan yang berbeda. Untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria jaksa menuntut keduanya dengan tuntutan tertinggi dari terdakwa lain, yakni tiga tahun penjara.
Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara. Sementara Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto telah dituntut dengan pidana penjara terendah di antara para terdakwa OOJ, yakni satu tahun penjara.
Tuntutan penjara itu belum termasuk pengurangan masa penahanan yang telah dijalani mereka sebagai tersangka.
"Menjatuhkan kepada terdakwa dengan pidana penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan, Jumat (27/1/2023).
Diketahui, para terdakwa telah menjadi tahanan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2022 lalu.
Artinya, jika Majelis Hakim mengabulkan tuntutan JPU, maka hukuman penjara para terdakwa berkurang lima bulan.
Baca juga: Pertimbangan Jaksa Tuntut Arif Rachman 1 Tahun Penjara, Ini Hal Memberatkan dan Meringankan
Tak hanya hukuman penjara, para terdakwa OOJ juga dituntut untuk membayar denda puluhan juta rupiah.
Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria merupakan terdakwa yang dituntut membayar denda tertinggi, sebesar Rp 20 juta. Sementara empat lainnya dituntut membayar denda Rp 10 juta.
Kemudian para terdakwa juga dituntut membayar biaya administrasi perkara sebesar Rp 5 ribu.
Dalam tuntutannya, tim JPU menyebut bahwa para terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang menybabkan terganggunya sistem elektronik.
Oleh sebab itu, JPU memohon agar Majelis Hakim menetapkan bahwa para terdakwa bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut agar supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik," ujar jaksa penuntut umum.
JPU pun telah menuntut para terdakwa berdasarkan dakwaan primer, yaitu Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.