Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Dalam Pleidoi, Irfan Widyanto Minta Tak Dipecat dari Polri: Saya Hanya Jalankan Perintah Atasan

Harapan itu diutarakan Irfan dalam nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan pidana satu tahun penjara dalam sidang, Jumat (3/2/2023).

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Dalam Pleidoi, Irfan Widyanto Minta Tak Dipecat dari Polri: Saya Hanya Jalankan Perintah Atasan
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
Irfan Widyanto menyampaikan pembelaannya dalam sidang pledoi terkait kasus pembunuhan Brigadir Novriansyah Yohusa Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jum'at (3/2/2023). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J, Irfan Widyanto menyatakan harapannya untuk dibebaskan dalam perkara yang menjeratnya kepada majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Harapan itu diutarakan Irfan dalam nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan pidana satu tahun penjara dalam sidang, Jumat (3/2/2023).

"Majelis Hakim yang saya muliakan dapat menyatakan saya tidak bersalah dan membebaskan saya dari semua dakwaan yang didakwakan kepada saya," kata Irfan saat membacakan pleidoi.

Permintaan itu dilayangkan oleh Irfan karena dirinya meyakini keputusan tersebut akan menjadi tolok ukur sidang etik profesi Polri yang menentukan masa depannya.

Sebagai informasi, sejauh ini Irfan Widyanto sudah diputus Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai anggota polri atas perkara yang menjeratnya.

Namun, dari putusan itu, Irfan melayangkan gugatan banding dan hingga kini belum ada putusan atas gugatannya tersebut.

Berita Rekomendasi

"Majelis Hakim yang saya muliakan, bahwa Keputusan Majelis Hakim yang terhormat akan menjadi tolak ukur bagi Komisi Kode Etik Profesi Polri terkait apakah saya masih pantas mengabdi untuk Negara dengan tetap menjadi seorang Prajurit Bhayangkara," kata dia.

Baca juga: Sidang Ditunda, Irfan Widyanto Dapatkan Pelukan Hangat dari Sang Istri

Padahal menurut Irfan, tindakan dirinya yang akhirnya menggiringnya menjadi terdakwa tersebut karena didasari atas kepatuhannya dalam menuruti perintah atasan.

Sebab kata lulusan terbaik Akademi Kepolisian (Akpol) 2010 itu, dirinya hanyalah seorang prajurit yang sudah menanamkan sifat Satya Haprabu.

"Saya hanya Prajurit Bhayangkara yang mulia, yang hanya menjalankan perintah atasan, sebagaimana doktrin Satya Haprabu, senioritas, dan kewenangan Propam yang mengikat," tegas Irfan.

Sebagai informasi, dalam perkara perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J, jaksa penuntut umum sudah menuntut enam terdakwa dengan pidana penjara dan juga denda.

Tuntutan terhadap enam terdakwa OOJ dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).

Keenam terdakwa itu merupakan mantan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yaitu: Mantan Karo Paminal Divropam, Hendra Kurniawan; Mantan Kaden A Ropaminal Divpropam, Agus Nurpatria; Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin, Mantan Staf Pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto; Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam, Baiquni Wibowo; dan Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim, Irfan Widyanto.

Mereka telah dituntut hukuman penjara dengan durasi kurungan yang berbeda.

Untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria jaksa menuntut keduanya dengan tuntutan tertinggi dari terdakwa lain, yakni tiga tahun penjara.

Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara.

Sementara Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto telah dituntut dengan pidana penjara terendah di antara para terdakwa OOJ, yakni satu tahun penjara.

Tuntutan penjara itu belum termasuk pengurangan masa penahanan yang telah dijalani mereka sebagai tersangka.

"Menjatuhkan kepada terdakwa dengan pidana penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan, Jumat (27/1/2023).

Diketahui, para terdakwa telah menjadi tahanan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2022 lalu.

Artinya, jika Majelis Hakim mengabulkan tuntutan JPU, maka hukuman penjara para terdakwa berkurang lima bulan.

Tak hanya hukuman penjara, para terdakwa OOJ juga dituntut untuk membayar denda puluhan juta rupiah.

Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria merupakan terdakwa yang dituntut membayar denda tertinggi, sebesar Rp 20 juta.

Sementara empat lainnya dituntut membayar denda Rp 10 juta.

Kemudian para terdakwa juga dituntut membayar biaya administrasi perkara sebesar Rp 5 ribu.

Dalam tuntutannya, tim JPU menyebut bahwa para terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang menybabkan terganggunya sistem elektronik.

Oleh sebab itu, JPU memohon agar Majelis Hakim menetapkan bahwa para terdakwa bersalah dalam putusan nanti.

"Menuntut agar supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik," ujar jaksa penuntut umum.

JPU pun telah menuntut para terdakwa berdasarkan dakwaan primer, yaitu Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
asd
Video Player is loading.
Current Time 0:00
Duration 0:00
Loaded: 0%
Stream Type LIVE
Remaining Time 0:00
Â
1x
    • Chapters
    • descriptions off, selected
    • subtitles off, selected
      © 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
      Atas