Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Babak Baru Kasus 'Polisi Diperas': Giliran Bripka Madih Dilaporkan Warga Jatiwarna ke Polda Metro

Kedatangan para warga ini ternyata untuk melaporkan Bripka Madih yang dinilai telah membuat resah warga atas kelakuannya.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Babak Baru Kasus 'Polisi Diperas': Giliran Bripka Madih Dilaporkan Warga Jatiwarna ke Polda Metro
Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha
Bripka Madih di Polda Metro Jaya, Minggu (5/2/2023). Hari Senin (6/2/2023) sekira pukul 10.00 WIB, puluhan warga RT 004 RW 003, Jatiwarna, Bekasi mendatangi Mapolda Metro Jaya untuk melaporkan Madih. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan anggota Provost Polri, Bripka Madih, kini memasuki babak baru.

Hari Senin (6/2/2023) sekira pukul 10.00 WIB, puluhan warga RT 004 RW 003, Jatiwarna, Bekasi mendatangi Mapolda Metro Jaya.

Kedatangan para warga ini ternyata untuk melaporkan Bripka Madih yang dinilai telah membuat resah warga atas kelakuannya.

Kepada wartawan, Ketua RW setempat, Nur Asiah Syafris mengatakan bahwa warganya melaporkan Bripka Madih karena telah memasuki pekarangan rumah warga tanpa izin.

"Pengaduan kepada Bripka Madih, karena telah memasuki perkarangan warga tanpa izin dan memasang patok dan pos keamanan di depan rumah warga kami," kata Nur di Mapolda Metro Jaya, Senin.

Menurut Nur, perbuatan Madih telah itu telah mengganggu aktivitas warga, terutama yang bersinggungan langsung dengan pelang dan pos keamanan yang didirikan Bripka Madih di depan rumah warga.

"Jadi hanya itu yang kami laporkan tidak lebih tidak kurang, dan ada keberatan warga karena mengganggu aktivitas warga setempat," ujar dia.

Baca juga: Bripka Madih Dicap Arogan, Aliri Tiang Listrik dengan Setrum hingga Ribut Soal Lampu Jalan 

BERITA TERKAIT

Sebelumnya diberitakan, Perwakilan warga yakni Ketua RW 03 Kelurahan Jatiwarna, Kota Bekasi, Jawa Barat, Nur Asiah mengatakan Bripka Madih pernah dengan sengaja mengaliri tiang listrik di wilayah itu dengan setrum.

Hal itu dijelaskan Nur Asiah dipasanginya tiang listrik itu dilakukan sudah terjadi pada beberapa tahun lalu di lingkungan tempat tinggalnya.

"Itu kejadian udah lama juga, jadi dia masang tiang listrik dialiri setrum. Untungnya gak ada yang kesetrum," ucap Nur Asiah dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Minggu (5/2/2023).

Dijelaskan Nur Asiah, dilakukannya hal tersebut oleh Bripka Madih agar warga sekitar tidak bisa melintasi jalan di lingkungan RW tersebut.

"Supaya warga nggak bisa lewat," katanya.

Tak hanya itu, saat itu Bripka Madih disebut juga hampir dihakimi oleh warga lantaran persoalan pemasangan lampu di jalan.

Oleh karena persoalan itu warga dari komplek tertentu di wilayah tersebut hampir menghakimi Madih akibat tak terima perbuatan yang dilakukan oleh anggota polisi tersebut.

"Kalau kita gak lindungin hampir aja dia digebukin," ujarnya.

Ia pun mengaku bahwa warganya selama ini merasa sangat terganggu akibat aksi arogansi yang dibuat oleh Madih.

Dirinya pun menekankan bahwa Madih seolah-olah menjadi pihak yang paling terkena dampak dari persoalannya padahal disamping itu justru polisi tersebutlah yang membuat warga sekitar menjadi tak nyaman.

"Saya hanya meluruskan jangan seolah olah hanya dia yang terzolimi tapi warga kami pun merasa terganggu dengan hal-hal yang beliau lakukan dengan sikap arogansinya," tegasnya.

Respons Bripka Madih

Bripka Madih merespon tudingan arogan yang disampaikan Ketua RW 03 Kelurahan Jatiwarna, Bekasi Jawa Barat, Nur Asiah terhadap dirinya, terkait polemik persoalan tanah yang membelitnya.

Madih membantah bahwa dirinya selama ini bersikap arogan dan kerap dianggap membuat resah warga di sekitar tempat tinggalnya itu.

"Kita harus netral, itu gak bener. Coba anda lihat, makannya ane bilang, ane gak mau ngomong disinilah lihat di lapangan keadaanya," ucap Madih di Polda Metro Jaya, Minggu (5/1/2023).

Salah satu tudingan arogan yang ia bantah yakni mengenai pemasangan lampu oleh seorang warga yang dianggap Nur Asiah menjadi salah satu persoalan yang dibuat Madih.

Menurut Madih, dirinya kala itu mengaku tak terima lantaran warga tersebut memasang lampu di depan rumah miliknya.

"Sekarang dia masang lampu di tanah kami, di tiang listrik kami. Sekarang begini, ini contohnya dia masang listrik di tanah kami, lah tanah tanah kita," sebutnya.

Bahkan jika ucapannya dianggap bohong belaka, Madih mengaku berani tidak bisa berjalan kalau ternyata apa yang ia ucapkan tidak benar adanya.

"Demi, makanya tadi ane bilang di ruangan pas kita dalam rapat kalau ane bohong, ane gak bisa jalan pulang, tuh si Madih tuh," jelas Madih.

Awal persoalan jadi viral

Seperti diketahui, seorang polisi bernama Bripka Madih mengaku pernah diminta sejumlah uang pelicin saat membuat laporan polisi.

Dari informasi yang dihimpun, Bripka Madih dimintai uang oleh penyidik saat melaporkan kasus penyerobotan lahan.

Perlakuan yang diterima Bripka Madih viral di media sosial yang satu di antaranya diunggah akun instagram @jktnewss.

Dalam pengakuannya, Bripka Madih diminta uang sebesar Rp100 juta agar laporannya bisa diselidiki.

Tak hanya uang ratusan juta, Bripka Madih juga mengaku penyidik itu juga meminta sebidang tanah seluas 1.000 meter.

Pakar psikologi forensik

Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel turut menanggapi kasus Bripka Madih, anggota polisi yang melapor sebagai korban pemerasan sesama anggota polisi lainnya.

Menurut Reza Indragiri, dalam kasus Bripka Madih ada tiga persoalan yang harus diurai dan disikapi secara proporsional. Yang pertama menurutnya terkait keberadaan tanah, pernyataan dimintai uang oleh oknum penyidik dan kasus dugaan KDRT.

"Dalam perkembangannya, berdasarkan penjelasan Polda Metro Jaya, disebut bahwa tanah yang digugat Madih sudah habis terjual sejak tahun 2011," kata Reza melalui pesan singkat, Minggu (5/2/2023).

Menurut Reza, terkait keberadaan tanah, ia menyarankan agar dokumen dan keabsahaannya perlu diperiksa. Sementara terkait dugaan pungli, menurut Reza jika benar Bripka Madih diperas dengan demikian maka ia melakukan whistleblowing.

Mengenai dugaan kasus KDRT yang dilakukan Bripka Madih, Reza mempertanyakan mengapa tiba-tiba kepolisian mengekspos hal tersebut.

"Saya teringat pada kejadian Oktober tahun lalu. Aipda HR menulis 'sarang pungli' di tembok gedung Polres Luwu. Aipda HR tiba-tiba disebut punya gangguan jiwa. Lha, kalau memang punya gangguan jiwa, mengapa dibiarkan bekerja?" katanya.

"Dua situasi di atas mirip dengan studi yang menemukan bahwa whistleblower kerap mendapat serangan balik. Dari sesama sejawat yang 'dirugikan', bahkan dari kantor tempatnya bekerja," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas