Usut Korupsi BTS Kominfo, Kejaksaan Agung Fokus pada Aktor Intelektual
Kejaksaan Agung masih terus mengusut dugaan korupsi pada proyek pengadaan tower base transceiver station (BTS) periode 2020 hingga 2022 di Kominfo.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung masih terus mengusut dugaan korupsi pada proyek pengadaan tower base transceiver station (BTS) periode 2020 hingga 2022 di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Puluhan saksi telah diperiksa, mulai dari pihak swasta hingga para pejabat tinggi di instansi terkait.
Dalam mengusut kasus tersebut, tim penyidik menyadari bahwa perkara ini menjadi atensi bagi banyak pihak.
Karena itu, penyidikan saat ini tengah difokuskan untuk mencari dalang atau aktor intelektual dalam kasus ini.
"Ini kan kasus besar yah. Kita lebih fokus pada otaknya," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Kuntadi kepada Tribunnews.com pada Rabu (8/2/2023).
Sebagaimana diketahui, kasus ini terjadi pada tubuh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang dipimpin Menkominfo Johnny G Plate.
Dalam proyek pengadaan tower BTS ini, Johnny G Plate juga berlaku sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA).
Baca juga: Johnny Plate Bakal Diperiksa soal Kasus Korupsi BTS Kominfo, NasDem Pastikan Ikuti Proses Hukum
"PA-nya menteri," ujar Kasubdit Penyidikan Diektorat Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo kepada Tribunnews.com pada Kamis (2/2/2023).
Sebelumnya, tim penyidik Kejaksaan Agung menemukan adanya pencairan anggaran 100 persen dalam kasus korupsi pengadaan tower BTS.
Temuan ini berdasarkan pemeriksaan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata.
"Pemeriksaan Dirjen Anggaran mengenai perencanaan penganggaran, pencairan 100 persen," ujar Febrie Adriansyah kepada Tribunnews.com pada rabu (1/2/2023).
Baca juga: Lagi, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Korupsi BTS Kominfo
Anggaran proyek pengadaan BTS yang dicairkan itu diketahui mencapai Rp 10 triliun.
Nominal itu pun disebut-sebut telah cair untuk pengadaan BTS paket 1, 2, 3, 4, dan 5.
"Sekitar 10 triliunan. Semuanya langsung cair," kata Haryoko Ari Prabowo.
Anggaran yang telah dicairkan itu pun sebagian telah dikembalikan ke negara.
Pengembalian itu karena adanya pengerjaan proyek yang tidak sesuai spesifikasi.
Baca juga: Adik Johnny G Plate Berpeluang Diperiksa Lagi Terkait Kasus Korupsi BTS Kominfo
"Jadi tidak sesuai spesifikasi perpanjangan, tidak selesai, dibalikin," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif telah ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung pada Rabu (4/1/2023).
Saat itu dirinya ditetapkan tersangka bersama dua orang lain, yaitu Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto.
Kejaksaan Agung juga telah menetapkan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali sebagai tersangka pada Selasa (24/1/2023).
Terbaru, seorang petinggi perusahaan swasta yang ditetapkan tersangka yaitu Komisaris PT Solitech Media Sinergy berinisial IH pun ditetapkan menjadi tersangka.
Total sudah ada lima orang yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini.
Dalam kasus ini, Kejaksaan menemukan bahwa Anang melakukan permufakatan jahat dengan Mukti Ali.
"Yang bersangkutan sebagai Account Director PT Huawei Tech Investment telah secara melawan hukum melakukan permufakatan jahat dengan Tersangka AAL untuk mengkondisikan pelaksanaan pengadaan BTS 4G pada BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika," katanya dalam keterangan resmi pada Selasa (24/1/2023) malam.
Akibat permufakatan itu, PT Huawei Tech Investmen ditetapkan sebagai pemenang tender proyek oleh BAKTI Kominfo.
"Ketika mengajukan penawaran harga, PT HWI ditetapkan sebagai pemenang," ujar Kuntadi.
Selain itu, Anang juga disebut berperan merekayasa pengadaan proyek pembangunan BTS di berbagai daerah terpencil di Indonesia.
Rekayasa itu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
"Yang jelas, si AAL itu selaku Dirut BAKTI dan KPA (kuasa pengguna anggaran) sebenarnya dia sudah merekayasa dari awal, perencanaan sampai pelaksanaan," kata Kuntadi saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (5/1/2023).
Peran itu terbukti dari adanya kerja sama dengan tersangka lain, yaitu Yohan Suryanto.
Dari kerja sama tersebut, tim penyidik menemukan bahwa kedua tersangka merekayasa kajian teknis dengan mencatut nama Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI).
"Bekerja sama dengan tersangka, si YS membuat seolah-olah kajian teknis dibuat oleh satu lembaga, HUDEV UI. Padahal itu dia pribadi," kata Kuntadi.
Tak hanya merekayasa kajian teknis, Anang juga diketahui melakukan pengkondisian dengan menerbitkan Peraturan Dirut yang menguntungkan pihak tertentu.
"Termasuk dalam mengeluarkan Peraturan Dirut yang isinya menguntungkan pihak tertentu, memberikan batasan, sehingga tidak ada unsur persaingan yang sehat," ujarnya.
Peraturan Dirut itu disebut Kuntadi merupakan hasil kerja sama Anang dengan tersangka Galumbang Menak Simanjuntak sebagai suplier.
Kerja sama itu pada akhirnya memberikan keuntungan bagi PT Mora Telematika Indonesia.
"Di sini peraturan itu hasil kerja sama dengan tersangka GMS tadi, sehingga GMS itu mendapat keuntungan perusahaannya sebagai suplier kegiatan pengadaan itu," ujar Kuntadi.
Atas perbuatannya itu, ketiga tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.