Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim: Pelecehan Seksual Bukan Motif Pembunuhan Brigadir J, Tapi Sakit Hati Putri Candrawathi 

Majelis hakim menyatakan tidak adanya fakta yang membuktikan kejadian pelecehan seksual dilakukan oleh Brigadir J terhadap Putri Candrawathi.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Hakim: Pelecehan Seksual Bukan Motif Pembunuhan Brigadir J, Tapi Sakit Hati Putri Candrawathi 
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
Putri Candrawathi yang juga terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/1/2023). Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menyatakan tidak adanya fakta yang membuktikan kejadian pelecehan seksual dilakukan oleh Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J terhadap Putri Candrawathi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menyatakan tidak adanya fakta yang membuktikan kejadian pelecahan seksual dilakukan oleh Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J terhadap Putri Candrawathi.

Dengan begitu, majelis hakim menilai motif dari pembunuhan Brigadir J bukanlah karena pelecehan seksual dan tidak dapat dibuktikan secara hukum.

Hal itu diungkapkan Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar tuntutan terhadap terdakwa Ferdy Sambo.

"Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas dengan demikian motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh korban Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan menurut hukum," kata Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso dalam persidangan, Senin (13/2/2023).

Dengan tidak terbuktinya motif pembunuhan tersebut, selanjutnya Majelis Hakim menilai kalau motif pembunuhan terhadap Brigadir J karena adanya perasaan sakit hati dari Putri Candrawathi.

Kendati demikian, Majelis Hakim tidak menjelaskan secara detail perasaan sakit hati apa yang diyakini dirasakan oleh Putri Candrawathi.

"Sehingga motif yang lebih tepat menurut majelis hakim adanya perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, di mana perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam terhadap Putri Candrawathi," kata Hakim Wahyu.

Berita Rekomendasi

Oleh karena itu, majelis hakim menyatakan mengenyampingkan seluruh dugaan adanya pelecahan seksual yang dilakukan oleh almarhum Brigadir J kepada istri mantan Kadiv Propam Polri tersebut.

"Berdasarkan uraian pertimbangan di atas majelis tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau lebih dari itu kepada Putri Candrawathi," kata Hakim Wahyu.

"Sehingga terhadap adanya alasan demikian patut dikesampingkan," sambungnya.

Baca juga: Keluarga Brigadir J Bakal Saksikan Langsung Sidang Vonis Ferdy Sambo hingga Richard Eliezer 

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. 


Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Sebagai informasi, dalam perkara ini jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut seluruh terdakwa.

Mantan Kadiv Propam Polri sekaligus otak dari rencana pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Sementara sang istri yakni Putri Candrawathi dituntut pidana 8 tahun penjara.

Kepada Ferdy Sambo, jaksa tidak menemukan adanya hal yang meringankan serta tidak adanya alasan pembenar dan pemaaf dalam diri mantan Kadiv Propam Polri itu.

"Bahwa dalam persidangan pada diri terdakwa Ferdy Sambo tidak ditemukan adanya alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum serta kesalahan Terdakwa Ferdy Sambo," kata jaksa dalam tuntutannya yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).

Baca juga: Beri Semangat, Pendukung Ferdy Sambo Pakai Kaos Hitam Gambar Sambo Masih Berseragam Polri

Atas hal itu, terdakwa Ferdy Sambo harus diwajibkan menjalani pertanggungjawaban pidananya atas kasus tersebut.

Sehingga menurut jaksa, tidak ada dasar dari penuntut umum untuk membebaskan Ferdy Sambo dari jerat hukum.

"Bahwa Terdakwa Ferdy Sambo tersebut dalam kesehatan jasmani dan rohani serta tidak diketemukan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf yang membebaskan dari segala tuntutan hukum atas perbuatannya sebagaimana pasal 44 sampai 51 KUHP maka terhadap Terdakwa Ferdy Sambo SH, S.iK MH harus lah dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya," tukas jaksa.

Sementara kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, jaksa menuntut pidana 12 tahun penjara.

Selanjutnya untuk kedua terdakwa lainnya yakni Bripka RR dan Kuat Ma'ruf sama-sama dituntut delapan tahun penjara.

Jaksa menyatakan, seluruh terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama yang membuat nyawa seseorang meninggal dunia sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda JPU menjawab pledoi terdakwa, Senin (31/1/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan pihaknya sama sekali tidak pernah menuntut terdakwa Putri Candrawathi dengan menyebut sebagai wanita tidak bermoral.
Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda JPU menjawab pledoi terdakwa, Senin (31/1/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan pihaknya sama sekali tidak pernah menuntut terdakwa Putri Candrawathi dengan menyebut sebagai wanita tidak bermoral. (Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha)

Tuntutan-tuntutan itu kemudian disanggah oleh para terdakwa melalui sidang agenda pembacaan pleidoi.

Secara umum, pleidoi para terdakwa memuat bantahan-bantahan atas kesimpulan JPU yang tertuang di dalam materi tuntutan. 

Mereka juga memohon agar Majelis Hakim membebaskannya dari tuntutan.

Terkait pleidoi itu, jaksa juga melayangkan bantahan dalam replik.

Secara garis besar, jaksa menolak pleidoi para terdakwa karena dianggap tidak memiliki dasar yuridis yang kuat.

"Uraian pledoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," kata jaksa dalam persidangan pada Jumat (27/1/2023).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas