Pendapat Pakar Hukum Soal Vonis Mati Terhadap Ferdy Sambo: Cerminkan Rasa Keadilan
Putusan Majelis Hakim menjatuhkan vonis mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo dan 20 tahun penjara terhadap terdakwa Putri Candrawati adalah ultra petita
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berikut ini adalah pandangan pakar hukum terkait vonis hukuman mati yang dijatuhkan majelis hakim terhadap mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo selaku terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana atas ajudannya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Senin (13/2/2023) kemarin.
Pakar hukum Henry Indraguna mengatakan putusan Majelis Hakim menjatuhkan vonis mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo dan 20 tahun penjara terhadap terdakwa Putri Candrawati adalah ultra petita.
Ultra petita dimaknai secara umum adalah penjatuhan putusan oleh Majelis Hakim atas suatu perkara yang melebihi tuntutan atau dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Putusan hakim tersebut, secara hukum telah mencerminkan rasa keadilan, lagi pula secara hukum, hakim bebas menentukan berat ringannya pemidanaan sesuai dengan batasan minimum dan maksimum hukuman atas perkara yang diperiksa. Putusan hakim kasus pidana pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan publik," terang Henry, Selasa (14/2/2023).
Henry yang juga merupakan anggota Tim Ahli Hukum Perundangan-undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpes), ultra petita yang dilakukan hakim dalam putusannya secara hukum dibenarkan.
"Karena putusan Hakim tersebut telah mengacu pada surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, dan hakim tidak terikat pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum," ujarnya.
Baca juga: Daftar Putusan Ferdy Sambo Cs dan Pertimbangan Hakim, 4 Terdakwa Divonis Lebih Berat dari Tuntutan
Selain dari itu, terkait Kontroversi Pasal 100 KUHP yang baru yang menyatakan “Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.”
"Yang apabila dikaitkan dengan Putusan Majelis Hakim dalam menjatuhkan Pidana Mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo, maka menurut hemat saya, terdapat dua hal yang dapat mengubah pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup sebagaimana tercantum pada Pasal 100 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 (KUHP)," katanya.
Yakni hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana.
Jika melihat pemberitaan yang bergulir sejak dijatuhkannya pidana mati kepada terdakwa Ferdy Sambo, kata Henry, muncul banyak asumsi yang menyatakan bahwa bila terdakwa Ferdy Sambo sudah menjalani pidana penjara selama 10 tahun, maka putusan pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup.
KUHP terbaru akan berlaku pada tahun 2026, sekitar 3 tahun lagi.
"Berdasarkan ketentuan Pasal 100 KUHP terbaru, jika dicermati maka suatu pidana mati baru dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup apabila di dalam Putusan Majelis Hakim tersebut menyatakan adanya pidana mati diikuti dengan masa percobaan yang harus dicantumkan dalam Putusan Pengadilan tersebut (Vide: Pasal 100 Ayat (2) KUHP)," tuturnya.
Baca juga: Profil Richard Eliezer: 4 Kali Gagal Tes Polisi, Tembak Brigadir J hingga Vonis Hukuman Bharada E
Namun, kata Henry, dalam pembacaan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Ferdy Sambo tidak menyebutkan dalam putusannya terkait adanya pidana mati diikuti dengan masa percobaan.