Perludem: Presidential Threshold Nol Persen Dorong Kaderisasi dan Rekrutmen Politik yang Demokratis
Perludem menyetujui gagasan presidential threshold nol persen karena dapat dorong kaderisasi dan rekrutmen politik yang demokratis.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyetujui gagasan presidential threshold nol persen.
Menurut Titi Anggraini presidential threshold nol persen dapat dorong kaderisasi dan rekrutmen politik yang demokratis.
"Penghapusan ambang batas pencalonan presiden akan lebih bersahabat dalam mendorong kaderisasi dan rekrutmen politik yang demokratis di internal partai politik," kata Titi Anggraini kepada Tribunnews.com Jumat (17/2/2023).
Titi Anggraini melanjutkan partai politik juga akan bisa terhindar dari koalisi pencalonan pragmatis dan transaksional karena tidak tersandera persyaratan yang membelenggu.
"Ambang batas pencalonan presiden membuat partai-partai untuk berkoalisi secara tidak alamiah serta sulit membangun pondasi politik gagasan karena orientasinya menjadi bukan pada gagasan dan program. Melainkan keterpenuhan angka ambang batas pencalonan presiden," sambungnya.
Menurut Titi Anggraini akhirnya, pragmatisme lebih mendominasi dari pada kesamaan visi dan misi dari partai politik yang membentuk koalisi pencalonan.
"Saya setuju dengan gagasan nol persen tersebut. Sebab, merujuk pada Konstitusi khususnya Pasal 6A Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 memang menyebut bahwa pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah hak partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu. Jadi partai politik peserta pemilu 2024 mestinya baik sendiri-sendiri atau bergabung dengan partai lain sama-sama punya hak untuk mengusulkan pasangan calon," tegasnya.
Baca juga: Pendeknya Masa Kampanye Pemilu 2024, Perludem: Bakal Kesulitan Mewujudkan Politik Gagasan
Titi Anggraini melanjutkan selain itu, pasangan calon yang beragam akan lebih mampu beradaptasi pada upaya mencegah terjadinya polarisasi disintegratif di tengah masyarakat pemilih.
"Politik gagasan jauh lebih bisa didorong karena tidak ada dikotomi yang terlalu membelah di antara para pasangan calon," tutupnya.
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengungkapkan bahwa partainya mendukung sistem presidential threshold nol persen.
Menurut Viva Yoga hal itu agar kader-kader terbaik partai politik bisa mendaftarkan diri sebagai calon presiden.
"Karena presidential threshold 20 persen itulah sehingga menyebabkan tidak seluruh kader partai terbaik mampu untuk bertarung dan dicalonkan. Di Prancis pemilu 2022 ada 12 pasangan calon. Korea Selatan ada 14, Brazil tahun 2018 ada 18 pasangan calon. Jadi sangat banyak," kata Viva Yoga dalam diskusi Trust Indonesia: Buru-buru Berburu Tiket Capres dan Cawapres, Jakarta Pusat (14/2/2023).
Baca juga: Masinton Pasaribu: Idealnya Penuhi Syarat Presidential Threshold Dulu, Baru Munculkan Capres
Viva Yoga melanjutkan pasangan calon presiden banyak itu akan memberikan banyak alternatif bagi masyarakat untuk memilih.
"Maka dari itu presidential threshold harus nol persen. Kemudian kalau presidential threshold nol persen akan banyak tunas-tunas muda dari kader partai politik yang lolos di parliamentary punya kesempatan untuk mencalonkan meskipun tidak seluruhnya tergantung kepada popularitas, elektabilitas dan isi tas," jelasnya.
Menurut Viva Yoga dengan aturan sistem Presidential Threshold 20 persen tidak semua kader bisa mencalonkan diri.
"Jadi dengan format pemilu presiden seperti ini maka kemudian tidak seluruh kader partai di DPR tidak bisa mencalonkan diri jadi sangat wajar," jelasnya.
Baca juga: Politikus Partai Hanura Sebut Wiranto Gabung ke PAN
Viva Yoga berharap untuk bisa memfungsikan partai politik untuk mampu lahirkan kader-kader bangsa. Menyebut ada baiknya presidential threshold nol persen.
"Kedepannya untuk memfungsikan partai politik sebagai lembaga negara yang mampu melakukan produksi kader-kader bangsa sebaiknya presidential threshold nol persen. Kalau kemudian 10 pasangan calon, masyarakat ini sudah terbiasa untuk berbeda pilihan dan pendapat," tutupnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.