1.151 Kasus Kekerasan pada Perempuan Dilakukan Pacar, Ini Pesan Kementerian PPPA
Pemerintah menyoroti berkembangnya fenomena kekerasan di dalam suatu hubungan di Indonesia.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyoroti berkembangnya fenomena kekerasan di dalam suatu hubungan di Indonesia.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan, Eni Widiyanti mengungkapkan tidak sedikit perempuan di Indonesia yang terjebak dalam hubungan toxic yang mendasari terjadinya kekerasan.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Tahun 2022 menunjukkan kekerasan terhadap perempuan (KtP) sebanyak 11.266 kasus terlapor dengan 11.538 korban.
Sebanyak 45,28 persen-nya merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan 1.151 kasus dengan pelakunya adalah pacar. Sedangkan, untuk korban kekerasan seksual sebanyak 2.062 korban.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan kerap kali terjadi di ranah domestik atau di dalam suatu hubungan,” ujar Eni dalam keterangannya, Selasa (21/2/2023).
Eni menuturkan, banyak perempuan dan remaja tidak menyadari tengah terjerat di dalam suatu hubungan yang tidak sehat atau toxic relationship.
Tekanan-tekanan yang dirasakan secara emosional oleh satu pihak dalam hubungan kerap kali berujung pada kekerasan.
Dirinya menilai perlu dilakukan pencegahan sedini mungkin agar perempuan dan remaja terhindar dari hubungan yang tidak sehat.
Baca juga: Bagaimana Jika Anak Jadi Korban Atau Pelaku Kekerasan Seksual? Ini Penjelasannya
“Orang tua dan keluarga memiliki peran krusial dalam pencegahan dengan memperkuat hubungan antara orang tua dan anak. Jalin komunikasi terbuka dan perhatikan keseharian anak," tutur Eni.
"Selain itu, lingkungan yang nyaman dan aman, penyebaran informasi dan penyediaan dukungan pun tidak kalah penting dalam mendukung anak menjalin hubungan yang positif,” tambah Eni.
Selain pencegahan, Eni menyampaikan, perlu dilakukan juga upaya penanganan bagi korban dan pelaku kekerasan.
Orang terdekat diharapkan dapat memberikan dukungan serta meyakinkan korban untuk berani menolak, menentang, juga melaporkan segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasangan ataupun pelaku kekerasan.
Korban pun perlu diberikan penanganan khusus oleh psikater atau psikolog melalui pendampingan jika sekiranya mengalami trauma.
Sementara itu, perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut atau konseling dengan menelusuri masa lalu maupun kenangan akan peristiwa buruk yang mengakibatkan trauma serta konflik lainnya.
“Kita dapat menghindari tindak kekerasan di dalam suatu hubungan dengan mengenali calon pasangan secara menyeluruh sebelum memulai hubungan yang lebih mendalam, jangan terlalu cepat mengambil keputusan dan lebih bijak, berani mengambil sikap dan mengatakan tidak jika terjadinya suatu pemaksaan dalam hubungan, membangun komitmen yang sehat, serta perlu adanya orang terdekat yang kerap mengetahui, mengawasi, dan turut menjaga,” jelas Eni.
Pemerintah Indonesia menaruh perhatian lebih akan kasus kekerasan yang terjadi di kalangan masyarakat, salah satunya adalah kasus kekerasan seksual.