KPK Periksa Anggota DPR Fraksi Demokrat dan DPRD Fraksi PDIP di Kasus Korupsi Tanah Pulo Gebang
KPK periksa 3 saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Pulo Gebang tahun 2018-2019 yakni Santoso, Cinta Mega dan Donald S
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat Santoso dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur tahun 2018-2019.
Santoso akan diperiksa kapasitasnya sebagai saksi saat menjabat sebagai anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019.
Selain Santoso, KPK juga memanggil Anggota DPRD DKI Jakarta 2014-2019 Cinta Mega.
Tim penyidik KPK juga turut memanggil pihak wiraswasta bernama Donald Saquarella.
"Pemeriksaan dilakukan di kantor KPK, Jl. Kuningan Persada Kav-4, Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (23/2/2023).
Kendari demikian, belum diketahui materi pemeriksaan terhadap ketiga pihak yang dipanggil KPK itu.
Namun, tim penyidik KPK belakangan ini sudah menggeledah sejumlah ruangan di kantor DPRD DKI Jakarta.
Bahkan, salah satu ruangan yang digeledah merupakan ruang kerja Cinta Mega yang juga saat ini menjabat sebagai anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024.
Cinta Mega merupakan politikus PDIP, yang menjabat anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta.
KPK tengah mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi dari pengadaan tanah di Kelurahan Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Sarana Jaya (SJ) Tahun 2018-2019.
Diketahui, Perumda Sarana Jaya adalah perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta yang berdiri sejak tahun 1982.
“KPK saat ini sedang melakukan pengumpulan alat bukti terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” kata Ali Fikri, Jumat (15/7/2022).
Komisi antirasuah menyebut pengadaan tanah di Pulo Gebang ini merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah.
"Perkara ini terkait dugaan korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara. Sejauh ini diduga ratusan miliar rupiah," kata Ali Fikri, Rabu (18/1/2023).