Hakim Anggap Irfan Widyanto Ganti DVR CCTV Rumah Ferdy Sambo Tanpa Paksaan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Irfan Widyanto mengganti DVR CCTV Duren Tiga tanpa paksaan.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, Irfan Widyanto mengganti DVR CCTV Duren Tiga tanpa paksaan.
Kesimpulan itu dibacakan Majelis Hakim dalam sidang putusan terhadap Irfan Widyanto sebagai terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Jumat (24/2/2023).
Alasannya, Irfan Widyanto dianggap tidak semestinya menuruti perintah tak resmi dari Agus Nurpatria yang saat itu menjabat Kaden A Biro Paminal Propam Polri.
Sebab pada saat itu, Agus Nurpatria bukanlah atasan Irfan Widyanto.
"Agus Nurpatria adalah anggota Propam dengan jabatan Kaden A Paminal dan bukan sebagai atasannya," ujar Hakim Ketua Afrizal Hadi di dalam persidangan.
Alih-alih menolak perintah tak resmi tersebut, Irfan Widyanto justru melaksanakannya tanpa paksaan.
"Malah terdakwa tanpa paksaan telah setuju dan berkehendak melaksanakan permintaan saksi Agus Nurpatria untuk melakukan tindakan mengambil dan mengganti DVR CCTV tersebut," kata Hakim Afrizal Hadi.
Dengan menuruti perintah tersebut, Majelis Hakim menilai bahwa Irfan semestinya memahami konsekuensi yang akan diperoleh.
Irfan Widyanto juga dianggap mengetahui bahwa perbuatannya dapat mengakibatkan sistem informasi dan elektronik CCTV Komplek Polri Duren Tiga di sekitar kediaman Ferdy Sambo terganggu.
"Karena tidak utuh lagi informasi yang berisi rekaman video situasi yang mengarah ke rumah saksi Ferdy Sambo, ke tempat terjadinya tindak pidana yang merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," katanya.
Baca juga: Ambil CCTV Duren Tiga Tanpa Seizin RT, Jaksa Sebut Irfan Widyanto Izin ke Satpam Hanya Pembenaran
Sebagaimana diketahui, dalam perkara ini Irfan Widyanto telah dituntut satu tahun penjara.
Tuntutan itu dilayangkan tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (27/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama satu tahun penjara," ujar jaksa dalam persidangan.
Tak hanya itu, sang peraih Adhi Makayasa tahun 2010 juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta dalam kasus ini.
"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.
Baca juga: Jaksa Sayangkan Sikap Irfan Widyanto yang Tidak Mengakui Kesalahannya
Dalam tuntutannya, JPU meyakini Irfan Widyanto bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
JPU pun menyimpulkan bahwa Irfan Widyanto terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Terdakwa Irfan Widyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta dan dengan sengaja tanpa hak melalukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primair," katanya.