Ahli Narkotika: Undercover Selling Narkoba Irjen Teddy Minahasa Tak Lumrah
Metode undercover selling yang dilakukan Irjen Teddy Minahasa untuk menjebak Linda Pujiastuti alias Mami Linda dinilai tak lumrah dilakukan.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol (Purn) Ahwil Loetan mengungkapkan bahwa metode undercover selling yang dilakukan Irjen Teddy Minahasa untuk menjebak Linda Pujiastuti alias Mami Linda tak lumrah dilakukan.
Menurutnya, dalam penjebakan hanya dikenal metode undercover buying yang berarti pembelian narkoba oleh soerang undercover agent.
Dalam undercover buying, seorang undercover agent berpura-pura membeli narkotika dengan pancingan berupa uang.
Bukan justru memancing dengan barang bukti narkotika, sebagaimana yang diklaim dilakukan Irjen Teddy Minahasa.
"Namanya saja undercover buying. Jadi itu harus dengan uang kita beli," kata Ahwil saat menjadi saksi ahli dalam sidang kasus narkoba atas terdakwa Irjen Pol Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (6/3/2023).
Jika undercover selling diterapkan, maka akan cenderung menimbulkan permasalahan baru.
Baca juga: Ahli Sebut Dakwaan Irjen Teddy Minahasa Harusnya Batal Demi Hukum Karena Dijerat Pasal Salah
Sebab, pelaku yang dijebak akan ditangkap bersama barang bukti yang sejatinya bukan miliknya.
"Di dalam teknik ini kita tidak mengenal undercover sell. Berarti kita menjual barang bukti, terus kita tangkap. Barang buktinya kita punya. Siapa yang mau jadi tersangkanya? Ini kan jadi masalah baru," katanya.
Sebagai informasi, Irjen Teddy Minahasa merupakan satu dari tujuh terdakwa yang telah ditetapkan dalam perkara peredaran narkotika jenis sabu.
Enam terdakwa lainnya ialah AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Maarif, dan Muhamad Nasir.
Baca juga: Irjen Teddy Minahasa Tak Kantongi Surat Perintah Penjebakan Mami Linda, Ahli: Hukumnya Liar
Sabu yang dimaksud dalam kasus ini merupakan barang bukti dari pengungkapan kasus narkoba oleh Polres Bukittinggi dengan berat kotor 41,3 kilogram.
Dalam dakwaan kasus ini terungkap bahwa Teddy Minahasa dua kali meminta AKBP Dody Prawiranegara sebagai Kapolres Bukittinggi untuk menyisihkan sebagian barang bukti sabu.
Upaya terakhir dilakukan Teddy pada 20 Mei 2022 saat dia dan Dody menghadiri acara jamuan makan malam di Hotel Santika Bukittinggi.
Saat itu Tedy meminta agar Dody menukar 10 kilogram barang bukti sabu dengan tawas.
Meski sempat ditolak, pada akhirnya permintaan Teddy disanggupi Dody.
Baca juga: Kepala BNN Pertama Jadi Saksi Ahli Sidang Kasus Narkoba Irjen Pol Teddy Minahasa
Pada akhirnya ada 5 kilogram sabu yang ditukar tawas oleh Dody.
Kemudian Teddy Minahasa sempat meminta dicarikan lawan saat hendak menjual barang bukti narkotika berupa sabu.
Permintaan itu disampaikannya kepada Linda Pujiastuti alias Anita Cepu sebagai bandar narkoba.
Dari komunikasi itu, diperoleh kesepakatan bahwa transaksi sabu akan dilakukan di Jakarta.
Kemudian Teddy meminta mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara untuk bertransaksi dengan Linda.
Kemudian Linda menyerahkan ke mantan Kapolsek Kali Baru, Tanjung Priok Kompol Kasranto.
Lalu Kompol Kasranto menyerahkan ke Aiptu Janto Parluhutan Situmorang yang juga berperan menyerahkan narkotika tersebut ke Muhamad Nasir sebagai pengedar.
"28 Oktober terdakwa bertemu saksi Janto P Situmorang di Kampung Bahari. Saksi Janto P Situmorang memberikan rekening BCA atas nama Lutfi Alhamdan. Kemudian saksi Janto P Situmorang langsung menyerahkan narkotika jenis sabu kepada terdakwa," ujar JPU saat membacakan dakwaan Muhamad Nasir dalam persidangan Rabu (1/2/2023).
Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana subsidair Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.