Masyarakat dan Perempuan Adat Fondasi Utama Proses Pembangunan Berkelanjutan
Perempuan adat, jelas Rerie, berperan penting menjaga nilai-nilai budaya, merawat kearifan lokal dengan seperangkat karya intelektualnya.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perlindungan masyarakat dan perempuan adat melalui undang-undang yang spesifik mesti diwujudkan, karena kearifan lokal dengan kekayaan budaya dan karya intelektualnya adalah fondasi utama dalam proses pembangunan berkelanjutan.
Pernyataan ini disampaikan kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka Focus Group Discussion bertema Menempatkan Masyarakat Adat dan Perempuan Adat Dalam Konteks Kebangsaan di Ruang Delegasi gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu (8/3/2023).
"Masyarakat adat hingga saat ini masih berhadapan dengan sejumlah persoalan pemenuhan hak dasar yang kerap terabaikan dengan alasan pembangunan nasional," katanya.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Kesetaraan Gender di Berbagai Bidang Dorong Proses Pembangunan yang Lebih Baik
Acara yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Willy Aditya (Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI), Sulaeman L. Hamzah (Anggota Komisi IV DPR RI), Moh. Haerul Amri, SP (Anggota Komisi X DPR RI), Rima Agristina (Deputi Bidang, Pengendalian dan Evaluasi, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila/BPIP) hingga Devi Anggraini (Ketua Umum Persekutuan Perempuan Adat Nusantara/PEREMPUAN AMAN).
Menurut Lestari, persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat adat itu terjadi karena jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat adat belum sepenuhnya hadir di negeri ini.
Padahal, tambahnya, mengutip Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) AMAN, per 2020 sebaran masyarakat adat sebagai komponen pembentuk dan kemajemukan Indonesia terdiri atas 70 juta jiwa masyarakat adat, 2.371 Komunitas Adat, 10,86 juta luas wilayah adat yang dipetakan tersebar di 31 provinsi.
Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pun, ujar dia, berawal dari bersatunya komunitas-komunitas adat yang ada di seantero wilayah Nusantara.
Rerie sapaan akrab Lestari berpendapat, sebagai bagian dari masyarakat adat, permasalahan yang hampir sama dialami perempuan adat.
Perempuan adat, jelas Rerie, berperan penting menjaga nilai-nilai budaya, merawat kearifan lokal dengan seperangkat karya intelektualnya.
Menurutnya, perempuan adat berperan sentral dalam masyarakat adat karena selain memegang peranan sosial, perempuan adat menjaga dan melestarikan lingkungan.
Namun, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan adat hingga saat ini masih bergulat untuk melepaskan diri dari stigma dan belenggu budaya patriarki, ditinggalkan dalam proses pembangunan, dan ragam permasalahan yang belum terselesaikan.
Karena itu, tegas Rerie, perlindungan masyarakat dan perempuan adat mesti direalisasikan melalui sebuah undang-undang spesifik yang mengatur dinamika kehidupan masyarakat adat sekaligus pengakuan utuh terhadap masyarakat adat sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sementara Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya mengungkapkan Panitia Kerja (Panja) DPR RI pada 4 September 2020 sepakat agar RUU Masyarakat Hukum Adat diajukan ke Sidang Paripurna, tetapi karena ada satu fraksi tidak sepakat, sampai saat ini RUU tersebut belum dibahas kembali.
Baca juga: Cegah Pernikahan di Bawah Umur, Lestari Moerdijat Ungkap Hal Ini
"Ini tantangan kita bersama. Bagaimana delapan fraksi sepakat dan hanya satu fraksi yang menolak, hingga dua periode DPR tidak bisa mengundangkan RUU Masyarakat Hukum Adat," ujar Willy.
Perjuangan, tegas Willy, harus dilakukan bersama. Karena masyarakat adat selalu saja dihadap-hadapkan dengan pemodal besar dan proses pembangunan.
Padahal, ujar dia, RUU Masyarakat Hukum Adat hadir bertujuan untuk merawat ke-Indonesia-an setiap anak bangsa.
Ketua Umum PEREMPUAN AMAN, Devi Anggraini mengungkapkan bahwa perempuan adat adalah perempuan yang memiliki peran dan fungsi nyata terkait ketahanan hidup komunitasnya berdasarkan asal usul leluhur secara turun menurun di atas wilayah adat.
Saat membicarakan masyarakat adat, ujar Devi, kerap kali perempuan adat terabaikan. Padahal perempuan adat sarat dengan pengetahuan yang sarat dengan upaya pelestarian budaya.
Karena tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, tambah Devi, seringkali berbagai pengetahuan yang dimiliki perempuan adat tidak muncul di permukaan dan lambat laun hilang. "Ada hak kolektif perempuan adat yang dihilangkan," ujar Devi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.