Asal Usul Istilah Wedhus Gembel, Awan Panas Gunung Merapi dan Bahayanya
Wedhus Gembel, sebuah istilah yang selalu populer ketika Gunung Merapi yang berada di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah mengalami erupsi.
Penulis: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wedhus Gembel, sebuah istilah yang selalu populer ketika Gunung Merapi yang berada di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah mengalami erupsi.
Seperti diketahui, Gunung Merapi saat ini berstatus Level III atau Siaga setelah terjadi erupsi, Sabtu (11/3/2023) siang.
Erupsi yang terjadi pada Sabtu sekira pukul 12.12 WIB siang tersebut menyebatkan hujan abu vulkanik.
Selain itu, Gunung Merapi pun mengeluarkan awan panas.
Awan panas guguran ini menyebabkan hujan abu ke beberapa tempat terutama di sisi barat laut-utara Gunung Merapi dan mencapai Kota Magelang.
Warga sekitar merapi menyebut awan panas tersebut sebagai wedhus gembel.
Istilah wedhus gembel diambil dari bahasa jawa yang terdiri dari kata wedhus dan gembel.
Baca juga: Penyebab Erupsi Gunung Merapi, Adanya Longsor pada Kubah Lava
Wedhus memiliki arti domba dan gembel merujuk pada bulu lebat.
Secara harfiah wedhus gembel artinya kambing atau domba berbulu gimbal.
Namun dalam konteks peristiwa vulkanik, wedhus gembel diartikan sebagai awan panas.
Baca juga: Status Gunung Merapi Masih Siaga Meski Aktivitas Menurun, Guguran Awan Panas ke Kali Bebeng
Hal tersebut dikarenakan gerakan dari muntahan Gunung Merapi bergumpal-gumpal dan berwarna keputihan dan dari jarak jauh seperti bulu wedhus atau domba gembel.
Karenanya warga setempat menamakan awan panas Gunung Merapi sebagai Wedhus Gembel.
Bahaya Wedhus Gembel
Dilansir dari esdm.go.id, awan panas atau wedhus gembel Gunung Merapi suhunya dapat mencapai 1.000-1.100 derajat celcius saat keluar kawah, dan ketika menerjang permukiman suhunya menjadi sekitar 500-600 derajat celcius.
Sehingga, bisa dibayangkan begitu berbahayanya wedhus gembel merapi bagi mahluk hidup.
Secara umum kandungan wedhus gembel yang nama ilmiahnya pyroclastic density flow adalah zat padat (debu volkanik dengan ukuran mulai dari ash sampai lapili), dan fase gas (CO2, sulfur, chlor, uap air dan lainnya) yang bercampur udara.
Pada Gunung Merapi, awan panas terbentuk oleh mekanisme guguran lava baru, sering disebut "nuee ardante d' avalance".
Awan panas jenis ini akan mengalir melalui zona lembah sungai dan kanan/ kirinya, mengikuti arah aliran dari luncuran lava pada dasar lembah.
Baca juga: Aktivitas Gunung Merapi Masih Tinggi, Belum Ada Rekomendasi Naik Tingkat, Warga Lakukan Ronda Malam
Diketahui peristiwa 26 Oktober 2010 menjadi sebuah gambaran dahsyatnya erupsi Gunung Merapi.
Gunung yang letaknya berada di wilayah Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten, Sleman tersebut pada 2010 silam membuat sang juru kunci atau kuncen Gunung Merapi, Mbah Maridjan.
Erupsi Merapi pada 2010 disebut-sebut lebih besar dibandingkan letusan yang terjadi pada 1872.
Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api yang paling aktif hingga kini.
Setelah beberapa tahun aktivitasnya melandai, Gunung Merapi sejak 2020 kembali mengalami peningkatan aktivitas dan terjadi erupsi cukup besar pada 11 Maret 2023.
Erupsi Merapi 11 Maret 2023
Dikutip dari magma.esdm.go.id, Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso menjelaskan Badan Geologi melalui PVMBG-BPPTKG telah menetapkan tingkat aktivitas Gunung Merapi menjadi Siaga sejak tanggal 5 November 2020.
Gunung Merapi dinyatakan memasuki masa erupsi efusif pada 4 Januari 2021 yang ditandai dengan aktivitas berupa pertumbuhan kubah lava, guguran, dan awan panas guguran.
Saat ini Gunung Merapi memiliki 2 kubah lava, yaitu kubah lava barat daya dan kubah lava tengah kawah.
Berdasarkan analisis foto udara tanggal 13 Januari 2023 volume kubah lava barat daya terhitung sebesar 1.598.700 m3 dan kubah tengah sebesar 2.267.400 m3.
"Kedua kubah lava ini apabila longsor secara masif berpotensi menimbulkan awan panas sejauh maksimal 7 kilometer ke arah barat daya dan 5 kilometer ke arah selatan-tenggara," katanya dilansir, Sabtu (11/3/2023).
Menurut dia, rentetan awan panas guguran di Gunung Merapi yang terjadi Sabtu (11/3/2023) bersumber dari longsoran kubah lava barat daya.
Hari sabtu itu, hingga pukul 15.00 WIB, tercatat 21 kali awan panas guguran dengan jarak luncur maksimal kurang lebih 4 kilometer ke arah barat daya yaitu di alur Kali Bebeng dan Krasak.
"Pada saat kejadian, angin di sekitar Gunung Merapi bertiup ke arah barat laut-utara. Awan panas guguran ini menyebabkan hujan abu ke beberapa tempat terutama di sisi barat laut-utara Gunung Merapi dan mencapai Kota Magelang," katanya.
Menurutnya, aktivitas erupsi saat ini terhitung masih tinggi, pada minggu ini guguran lava teramati sebanyak 19 kali ke arah barat daya yakni hulu Kali Boyong, Kali Bebeng, dan Kali Sat/Putih dengan jarak luncur maksimal 1.200 meter.
Suara guguran terdengar dari Pos Kaliurang dan Pos Babadan sebanyak 6 kali dengan intensitas kecil hingga sedang.
Aktivitas vulkanik internal juga masih tinggi ditunjukkan oleh data seismisitas dan deformasi.
Seismisitas internal seperti gempa vulkanik dalam (VTA) terjadi sebanyak 77 kejadian per hari, gempa vulkanik dangkal (VTB) 1 kejadian per hari, gempa Multifase (MP) 6 kejadian per hari, dan gempa guguran sebanyak 44 kejadian per hari. Sedangkan laju deformasi EDM RB1 sebesar 0.5 cm per hari.
Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental, aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih berada pada tingkat Siaga atau Level III.
Potensi bahaya saat ini masih tetap berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan–barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 kilometer.
Rekomendasi BPPTKG
Pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
Terkait dengan aktivitas Gunung Merapi saat ini, kepada para pemangku kepentingan dalam penanggulangan bencana Gunung Merapi PVMBG-BPPTKG rekomendasikan sebagai berikut;
Pertama, pemerintah Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten agar melakukan upaya–upaya mitigasi dalam menghadapi ancaman bahaya erupsi Gunung Merapi yang terjadi saat ini.
Kedua, masyarakat agar tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya.
Ketiga, masyarakat agar mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi serta mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi.
Keempat, masyarakat dapat mengakses informasi resmi aktivitas Gunung Merapi melalui aplikasi Magma Indonesia, website bpptkg.esdm.go.id, media sosial BPPTKG, radio komunikasi pada frekuensi 172.000 MHz, Pos Pengamatan Gunung Merapi terdekat, dan kantor BPPTKG, Jalan Cendana Nomor 15 Yogyakarta, telepon (0274) 514192.
Munurutnya, Badan Geologi melalui PVMBG-BPPTKG terus berupaya dalam mitigasi bahaya Gunung Merapi, baik melalui pemantauan, penilaian bahaya, penyebaran informasi, dan sosialisasi aktivitas Gunung Merapi.
"Masyarakat diimbau untuk selalu mengikuti informasi aktivitas Gunung Merapi dari sumber yang terpercaya dan mengikuti rekomendasi dari Badan Geologi, pemerintah daerah, dan BPBD setempat," katanya.
Luncurkan 60 Kali Awan Panas Guguran Dalam 3 Hari
Hingga Senin (13/3/2023) pagi, Gunung Merapi telah meluncurkan awan panas guguran sebanyak 60 kali.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Agus Budi Santoso mengatakan saat ini jarak luncur awan panas guguran tersebut mencapai 3,7 km dari puncak Gunung Merapi.
"Hingga saat ini tercatat 60 kejadian awan panas guguran di Gunung Merapi," paparnya, Senin (13/3/2023), dikutip dari Tribunjogja.com.
Ia mengatakan warga yang berada di dekat Gunung Merapi perlu mewaspadai terjadinya banjir lahar terutama jika hujan terjadi di puncak Gunung Merapi.
Menurutnya potensi banjir lahar terjadi karena di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah sedang memasuki musim hujan.
Ancaman Gunung Merapi saat ini berupa guguran lava dan awan panas yang mengarah ke sektor selatan-barat daya.
Sektor yang paling terdampak yakni Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km, Sungai Bedog, Kali Krasak atau Bebeng sejauh maksimal 7 km.
Sedangkan sektor tenggara yang terdampak yakni Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km.
Jika Gunung Merapi mengeluarkan letusan eksplosif, lontaran material vulkanik dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
(Tribunnews.com/ Danang Triatmojo/ Magma.esdm.go.id)