AHY Dinilai Berani dan Lebih Terbuka Kritik Pemerintahan Jokowi Dibandingkan Anies
Adi menilai pernyataan yang keras, tajam, dan kritis wajar disampaikan AHY sebagai ketum partai yang berada di luar pemerintahan atau oposisi.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Adi Prayitno menanggapi kritik Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terhadap sejumlah program Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Adi menilai pernyataan yang keras, tajam, dan kritis wajar disampaikan AHY sebagai ketum partai yang berada di luar pemerintahan atau oposisi.
"Jadi wajar kalau kemudian pernyataan yang disampaikan ke publik kritis. Pernyataan-pernyataan yang melihat bahwa kinerja Pemerintah itu memang dianggap tidak penting, dianggap tidak berguna bagi rakyat, kemudian dianggap grusa-grusu ya," kata Adi Prayitno saat dihubungi, Kamis (16/3/2023).
Baca juga: PPP Nilai Kritikan AHY Terhadap Program Jokowi dan Maruf Amin Prematur
Adi kemudian mengatakan dalam konteks ini, AHY sangat layak untuk menjadi calon presiden (capres).
"Karenanya AHY dalam konteks ini sangat layak untuk jadi capres ya. Berusaha cari tiket pencapresan. Karena kalau melihat poros perubahan justru AHY lah yang paling kencang menyerang Pemerintah," jelas Adi.
"Belum pernah misalnya kita melihat Anies menyerang secara terbuka seperti yang dilakukan oleh AHY. Udah keras betul pernyataannya AHY ini," sambungnya.
Lebih lanjut, Adi mengungkapkan AHY merupakan orang yang memiliki keinginan untuk maju di Pilpres 2024.
Sehingga kiritk yang dilakukan AHY ini merupakan bagian dari positioning politik.
"AHY apapun judulnya adalah non-pemerintah, oposisi. Yang tentu saja sedang mencari basis konstituen mereka. Terutama untuk mengonsolidasi kelompok-kelompok, pihak-pihak kritis anti Jokowi yang bahkan membenci Pemerintah."
Ia menilai ini juga bagian jualan politik yang dilakukan AHY untuk Pilpres 2024.
"Mencari pihak-pihak yang selama ini anti Pemerintah," ucapnya.
Kritik Keras AHY
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritisi sejumlah program Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, tata kelola pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak dikelola dengan baik.
"Banyak program pemerintah dilakukan grasa-grusu, terburu-buru, dan kurang perhitungan," kata AHY dalam pidato politiknya di Lapangan Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
AHY mencotohkan program Pemerintahan Presiden Jokowi tersebut salah satunya adalah food estate.
"Contohnya alokasi anggaran triliunan rupiah untuk pengembangan kawasan pangan berskala luas. Apa kabar program food estate?" tanya dia.
Dia menyebut bahwa sejumlah akademisi pertanian dan aktivis lingkungan mengkritisi kebijakan food estate.
"Program yang hanya mengandalkan ekstensifikasi lahan saja, tapi dinilai mengabaikan faktor ekologi dan sosial," ujar AHY.
AHY menjelaskan kedaulatan pangan harus berorientasi pada pemberdayaan dan pelibatan masyarakat serta mempertimbangkan aspek keseimbangan lingkungan, keberlanjutan, dan tradisi masyarakat lokal.
"Ini mengacu pada mazhab ekonomi Partai Demokrat yaitu sustainable grow with equity, pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan yang tetap menjaga keseimbangan alam," jelasnya.
Selain itu, dia juga mengkritisi pembentukan undang-undang (UU) Ciptaker yang dianggapnya selain tidak berpihak kepada tenaga kerja, juga pembuatannya terburu-buru.
"Bukan hanya karena isinya yang kurang berpihak pada tenaga kerja, tetapi juga karena pembuatan aturannya dilakukan grasa-grusu," ujar AHY.
Karenanya, AHY tak mengherankan ketika mahkamah konstitusi (MK) menyatakan UU Ciptaker tadi sebagai produk yang inkonstitusional.
Namun, dia menyayangkan keputusan pemerintah yang justru menerbitkan Perppu Ciptaker sebagai respons perintah MK.
"Hal ini kembali menegaskan bahwa lembaga good governance akan memicu terjadinya ketidakpastian hukum," ungkapnya.
Menurut AHY, hal tersebut bisa menimbulkan kepercayaan dunia usaha dan Investor nasional maupun luar negeri menurun kepada Indonesia.
"Tidak sedikit yang akhirnya membatalkan rencana investasinya. Padahal kita sangat membutuhkan investasi itu untuk perbaikan dan pertumbuhan ekonomi nasional," imbuhnya.