Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jaga Kelestarian Lingkungan, Anak harus Diajarkan Kebiasaan Memilah Sampah Plastik Sejak Dini

Kebiasaan untuk bertanggung jawab pada sampah yang dihasilkan, baik itu organik maupun anorganik, harus ditanamkan pada anak sejak usia dini.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Jaga Kelestarian Lingkungan, Anak harus Diajarkan Kebiasaan Memilah Sampah Plastik Sejak Dini
Tribunnews.com/Fitri Wulandari
Aksi anak-anak yang menampilkan busana dari sampah daur ulang dalam 'Festival #SekarangSaatnya Dari Sampah Jadi Berkah: Jadikan Daur Ulang sebagai Gaya Hidup' di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Jakarta Selatan, Sabtu (18/3/2023). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gaya hidup kurang bertanggung jawab masyarakat saat ini membuat bumi harus menghadapi perubahan iklim atau climate change.

Isu lingkungan pun kini menjadi topik hangat banyak orang, mulai dari pemimpin dunia hingga generasi milenial.

Sebagai penghuni planet bumi, manusia tentu memiliki tanggung jawab dalam menjaga kelestarian bumi dengan mengubah gaya hidup yang berfokus pada aspek berkelanjutan (sustainability).

Budaya tanggung jawab pada lingkungan inilah yang kini sedang diajarkan sejak dini pada generasi muda.

Karena mereka lah yang akan menghuni Bumi di masa depan.

Terkait hal ini, organisasi non-pemerintah (NGO) Save The Children menegaskan bahwa kebiasaan untuk bertanggung jawab pada sampah yang dihasilkan, baik itu organik maupun anorganik, harus ditanamkan pada anak sejak usia dini.

Hal itu agar mereka dapat memiliki sikap bertanggung jawab pada kelestarian lingkungan di masa depan.

Berita Rekomendasi

Chief Advokasi, Kampanye, Komunikasi dan Media Save The Children, Troy Pamtouw menyatakan pentingnya membiasakan anak untuk disiplin dalam menjalani gaya hidupnya, satu di antaranya dengan mengajarkan mereka terbiasa memilah sampah plastik.

"Kami ajak anak-anak dan masyarakat untuk membiasakan diri memilah sampah plastik," kata Troy, dalam event  'Festival #SekarangSaatnya Dari Sampah Jadi Berkah: Jadikan Daur Ulang sebagai Gaya Hidup' di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu, Jakarta Selatan, Sabtu (18/3/2023).

Menurutnya, jika mereka terbiasa pada budaya seperti ini, maka nantinya mereka akan mampu menjaga dan bertanggung jawab pada lingkungan.

"Jadi, anak-anak itu terbiasa untuk memilah sampah plastik, kemudian dibuang pada tempatnya," jelas Troy.

Baca juga: Picu Pemanasan Global, 40 Juta Kilogram Sampah Plastik Diangkut dari Laut

Ia kemudian menekankan ada berbagai kegiatan yang dapat mendorong mereka agar menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

Pendekatan melalui pemberian edukasi dan beragam kegiatan yang menunjukkan kreativitas pun dapat digunakan untuk menciptakan kesadaran pada anak.

Sehingga mereka perlahan akan sadar, tanpa adanya paksaan untuk mencintai lingkungan.

"Kesadaran yang tumbuh dari anak untuk melakukan pemilihan sampah plastik itu adalah tujuan yang kemudian pelan-pelan anak-anak menyadari," tegas Troy.

Bertepatan dengan Hari Daur Ulang Sedunia yang diperingati tiap 18 Maret, Save the Children Indonesia menggelar 'Festival #SekarangSaatnya Dari Sampah Jadi Berkah: Jadikan Daur Ulang sebagai Gaya Hidup' bersama lebih dari 120 anak di DKI Jakarta.

Festival ini merupakan bentuk kolaborasi antara Save the Children dengan PT Integrasi Transit Jakarta (ITJ) yang mengelola Taman Literasi Martha Christina Tiahahu.

Baca juga: Akibat Pandemi, Adinia Wirasti Mulai Kurangi Sampah Plastik

Diinisiasi Child Campaigner Save the Children Indonesia di provinsi DKI Jakarta, festival ini diharapkan dapat mendorong masyarakat, pemerintah serta sektor swasta untuk mengambil langkah preventif dalam mengurangi penggunaan plastik dan mendaur ulang sampah plastik.

Perlu diketahui, Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pada akhir 2022 menunjukkan bahwa provinsi DKI Jakarta mengirimkan lebih dari 7.500 ton sampah setiap harinya ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat.

Hampir 50 persen di antaranya adalah sampah anorganik atau sampah dengan kategori yang sulit terurai oleh alam, seperti botol platik, tas plastik, kaleng dan lainnya.

Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun melaporkan bahwa timbulan sampah di DKI Jakarta mencapai 3.1 juta ton.

Hal inilah yang membuat Jakarta dianggap sebagai provinsi penghasil timbulan sampah terbesar kedua di Indonesia, setelah provinsi Jawa tengah.

Child Campaigner Jakarta, Nada mengatakan bahwa sampah plastik mengeluarkan zat-zat yang berbahaya jika tidak didaur ulang.

Terlebih bagi anak-anak yang tinggal di sekitar lingkungan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

"Mereka bisa semakin rentan terkena penyakit, udara yang dihirup tidak sehat, dan siklus hidupnya menjadi terganggu. Jadi, bukan hanya anak yang merasakan efeknya, tetapi generasi selanjutnya juga bisa jadi korbannya," kata Nada.

Petugas PPSU tengah memungut sampah plastik yang mengambang di Pintu Air Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Senin (23/1/2023). Minimnya kesadaran warga membuang sampah plastik ke Laut, membuat petugas PPSU setiap harinya kewalahan. (Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha)
Petugas PPSU tengah memungut sampah plastik yang mengambang di Pintu Air Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Senin (23/1/2023). Minimnya kesadaran warga membuang sampah plastik ke Laut, membuat petugas PPSU setiap harinya kewalahan. (Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha) (WARTAKOTA/Angga Bhagya Nugraha)

Remaja berusia 17 tahun itu juga menjelaskan pentingnya kegiatan yang diinisiasi oleh Child Campaigner Jakarta untuk meningkatkan kesadaran serta kebiasaan masyarakat dalam memilah dan mendaur ulang sampah di Jakarta. 

Secara global, Hari Daur Ulang Sedunia bertema 'From Waste to Taste: Make Recycling Becomes a Lifestyle', sedangkan di Indonesia, Save the Children Indonesia bersama Child Campaigner melokalkannya menjadi '#SekarangSaatnya Dari Sampah Jadi Berkah: Jadikan Daur Ulang sebagai Gaya Hidup'.

CEO Save the Children Indonesia, Selina Patta Sumbung mengatakan bahwa tema ini sejalan dengan salah satu program sirkular ekonomi Save the Chilren Indonesia yang didukung Hyundai Motor Company.

"Bersama dengan Hyundai Motor Company, kami mengambil langkah strategis melalui Program Ekonomi Sirkular yang mengedepankan misi ekonomi hijau berkelanjutan," kata Selina.

Mitigasi dan adaptasi dampak krisis iklim, kata dia, harus dilakukan secara massive dan kolektif.

"Edukasi serta kampanye yang diinisiasi dan dipimpin oleh anak mengenai bahaya sampah plastik, menjadi bagian integral dalam pelaksanaan program. Kami mendorong seluruh masyarakat untuk ikut ambil bagian melalui kampanye #SekarangSaatnya untuk Aksi Generasi Iklim," jelas Selina.

Program Sirkular Ekonomi Save the Children Indonesia yang berkolaborasi dengan plastic pay mengajak anak-anak dan masyarakat untuk membiasakan diri memilah sampah plastik agar dapat dikelola menjadi barang baru yang bernilai secara ekonomi.

Gerakan yang dilakukan sejak Oktober 2022 hingga Maret 2023 ini telah berhasil mengelola 560 kilogram (kg) sampah plastik melalui proses daur ulang.

Sehingga ratusan kg sampah tersebut tidak berakhir di tempat pembuangan akhir.

Tumpukan sampah plastik di pinggiran Sungai Musi, Kota Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (13/1/2023). Masyarakat sering kali membuang sampah ke sungai yang menyebabkan Sungai Musi tercemar. Peneliti Lembaga Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) mengatakan bahwa pencemaran mikroplastik di Sungai Musi merupakan kadar tertinggi dibanding sungai-sungai lain di Pulau Sumatera. Dari hasil pengukuran kualitas air, beberapa parameter seperti klorin dan fosfat ditemukan sudah melebihi baku mutu. Kandungan klorin sebesar 0.18 ppm melebihi baku mutu sebesar 0.03 ppm dan fosfat sebesar 0.70 melebihi baku mutu sebesar 0.2 ppm untuk sungai yang digunakan sebagai bahan baku air untuk keseharian. TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO
Tumpukan sampah plastik di pinggiran Sungai Musi, Kota Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (13/1/2023). Masyarakat sering kali membuang sampah ke sungai yang menyebabkan Sungai Musi tercemar. Peneliti Lembaga Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) mengatakan bahwa pencemaran mikroplastik di Sungai Musi merupakan kadar tertinggi dibanding sungai-sungai lain di Pulau Sumatera. Dari hasil pengukuran kualitas air, beberapa parameter seperti klorin dan fosfat ditemukan sudah melebihi baku mutu. Kandungan klorin sebesar 0.18 ppm melebihi baku mutu sebesar 0.03 ppm dan fosfat sebesar 0.70 melebihi baku mutu sebesar 0.2 ppm untuk sungai yang digunakan sebagai bahan baku air untuk keseharian. TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO (TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO)

Selain itu, upaya pengelolaan sampah ini telah membantu mengurangi jejak karbon sebesar 2,4 ton. 

Program ini juga melakukan edukasi dan aktivitas kampanye, serta telah berhasil menjangkau 8.300 anak di 10 sekolah dan 2 Ruang Publik Terpadh Ramah Anak (RPTRA) yang tersebar di Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. 

#SekarangSaatnya merupakan bagian dari Kampanye nasional Save the Children Indonesia yakni Aksi Generasi Iklim

Kampanye ini telah dicanangkan sejak 2022 dan diinisiasi oleh anak-anak dari 6 provinsi yakni DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas