Hari Raya Nyepi 2023 Termasuk Libur Nasional, Berikut Sejarahnya
Hari Raya Nyepi pada tahun 2023 jatuh pada Rabu, 22 Maret 2023, berikut sejarahnya
Penulis: Oktaviani Wahyu Widayanti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
Dahulu kondisi di India sering diwarnai dengan pertikaian yang panjang antara suku bangsa yang memperebutkan kekuasaan, sehingga penguasa (Raja) yang menguasai India silih berganti dari berbagai suku, yaitu: Pahlawa, Yuehchi, Yuwana, Malawa, dan Saka.
Di antara suku-suku itu yang paling tinggi tingkat kebudayaanya adalah suku Saka.
Kemudian suku Yuehchi di bawah Raja Kaniska berhasil mempersatukan India maka secara resmi kerajaan menggunakan sistem kalender Suku Saka.
Pada tahun 456 M (atau Tahun 378 Saka), datanglah ke Indonesia seorang Pendeta penyebar Agama Hindu yang bernama Aji Saka asal dari Gujarat, India.
Ia kemudian mendarat di pantai Rembang (Jawa Tengah) dan mengembangkan Agama Hindu di Jawa.
Baca juga: Daftar Tanggal Merah Maret 2023: Hari Raya Nyepi pada 22 Maret, Cuti Bersama 23 Maret
Saat Majapahit berkuasa, (abad ke-13 M) sistem kalender Tahun Saka dicantumkan dalam Kitab Nagara Kartagama.
Masuknya Agama Hindu ke Bali kemudian disusul oleh penaklukan Bali oleh Majapahit pada abad ke-14 dengan sendirinya membakukan sistem Tahun Saka di Bali hingga sekarang.
Terdapat perpaduan budaya (akulturasi) Hindu India dengan kearifan lokal budaya Hindu di Indonesia (Bali khususnya) dalam perayaan Tahun Baru Caka inilah yang menjadi pelaksanaan Hari Raya Nyepi unik hingga saat ini.
Nyepi dimaknai sebagai momen dimana semua roh jahat yang telah mengintai di sekitar kita secara metaforis diminta untuk menjauh dari sekitar kita.
Nyepi memiliki filosofi dimana umat Hindu memohon kepada Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, untuk melakukan penyucian Buana Alit (manusia) dan Buana Agung (alam dan seluruh isinya).
Melansir disbud.bulelengkab.go.id, pada saat Nyepi tidak boleh melakukan aktifitas seperti pada umumnya, seperti keluar rumah (kecuali sakit dan perlu berobat), menyalakan lampu, bekerja dan sebagainya.
Tujuannya adalah agar tercipta suasana sepi, sepi dari hiruk pikuknya kehidupan dan sepi dari semua nafsu atau keserakahan sifat manusia untuk menyucikan Bhuwana Agung (alam semesta) dan Bhuwana Alit (manusia).
(Tribunnews.com/Oktavia WW)