Menko Polhukam Mahfud MD Turunkan Timsus Pantau Dugaan Beking TPPO di Batam
Mahfud kata Petrus juga bakal memastikan Tim Khusus Menko Polhukam memonitor proses penyelidikan atas laporan tersebut.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan sejumlah aktivis serta advokat melaporkan perkembangan pengungkapan kasus dugaan beking tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Batam, kepada Menko Polhukam Mahfud MD.
Dalam pertemuan tersebut, Mahfud menyatakan telah mengerahkan Tim Khusus Menko Polhukam untuk turun ke lapangan mengecek kebenaran laporan Romo Paschalis tersebut dan dugaan keterlibatan adanya bekingan dari pejabat di Kepri.
"Pak Mahfud MD menyatakan bahwa Tim Khusus Menko Polhukam telah turun ke lapangan untuk mengecek kebenaran Laporan Romo Paschalis tentang dugaan beking TPPO di Kepri yang melibatkan Kolonel Bambang P. Priyanggodo," kata Koordinator TPDI Petrus Selestinus kepada wartawan, Rabu (22/3/2023).
Mahfud kata Petrus juga bakal memastikan Tim Khusus Menko Polhukam memonitor proses penyelidikan atas laporan tersebut.
Petrus menjelaskan kepada Mahfud MD soal perkembangan terakhir laporan Romo Paschalis kepada Kepala BIN tentang dugaan beking sindikat TPPO dan laporan lainnya yang telah disampaikan ke Panglima TNI dan PUSPOM TNI, di mana sampai saat ini belum ada proses tindak lanjut atas laporan dimaksud.
Baca juga: Bareskrim Polri Ungkap Kasus TPPO, Korban Dipekerjakan Jadi Operator Judi Online di Kamboja
Ia menyebut bahwa laporan Romo Paschalis kepada Kepala BIN dan tembusan kepada 11 Lembaga/Kementerian itu dalam kapasitasnya menjalankan misi kemanusiaan dan sejalan dengan ketentuan Pasal 63 UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO.
"Jadi, ini fenomena tidak sehat dalam iklim demokrasi dan penegakan hukum yang menuntut peran partisipasi publik," tandas Petrus.
Pada kesempatan serupa, Ketua Serikat Pekerja Informal, Migran dan Pekerja Profesional Indonesia (SP IMPPI), William Yani Wea mengecam keras maraknya TPPO di beberapa provinsi, terutama di 5 provinsi dengan korban tertinggi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT dan NTB.
Khusus di NTT, kata William, dalam 3 tahun terakhir jumlah peti mati korban TPPO yang dikirim dari Malaysia ke NTT sudah mencapai angka 600 peti mati.
"Itu berarti ada yang salah dalam pelaksanaan UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPO yang berjalan selama ini yang perlu dikoreksi segera," kata William.
Pulau Batam juga disebut sebagai daerah yang menempati posisi paling strategis karena menjadi pintu masuk dan keluar Indonesia perdagangan manusia. Namun oknum aparatur yang bertugas di lapangan justru ikut bermain sebagai beking atau calo yang terorganisir dalam mafia TPPO sebagaimana terjadi di Batam.
"Kami pun minta dukungan pemerintah khususnya Menko Polhukam, karena kondisi penegakan hukum terkait TPPO, ujung tombaknya berada di tangan penegak hukum dan itu berarti berada di bawah koordinasi Menko Polhukam dan Gugus Tugas Pencegahan dan Pemberantasan TPPO," jelas William.
Atas hal ini, praktisi hukum, Sebastian Salang meminta Menko Polhukam mendesain ulang pola penanganan TPPO di lapangan. Pasalnya, berbagai peraturan perundang-undangan dan penempatan aparat penegak hukum berlapis-lapis di lapangan justru tidak membuat mafia TPPO berhenti dan berkurang.
"Kedaulatan negara seakan-akan terbagi-bagi dan sebagian dikuasai oleh sindikat mafia perdagangan orang, buktinya mereka tidak bisa disentuh," pungkas Sebastian.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.