Yusril Khawatir Jokowi Dicap Anti-Islam Imbas Larangan Buka Bersama Bagi ASN dan Pejabat
Arahan Presiden Jokowi soal larangan pejabat menggelar buka bersama menuai polemik. Bahkan Yusril Ihza Mahendra mengungkap kekhawatirannya.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada para pejabat, termasuk menteri hingga kepala daerah untuk tidak menggelar kegiatan buka bersama di bulan ramadan menuai berbagai tanggapan.
Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menilai alasan larangan buka puasa bersama bagi pejabat dan ASN selama Ramadan 1444 Hijriah tak tepat.
Mengingat kegiatan mengumpulkan massa dalam jumlah besar sudah sering kali terjadi.
"Bahkan perhelatan konser musik dengan puluhan ribu penonton sering dilakukan. Apakah hal itu tidak memicu penyebaran covid yang hari ini skalanya dari pandemi menjadi endemi," kata pria yang akrab disapa Awiek itu, kepada wartawan Kamis (23/3/2023).
Baca juga: Tolak Larangan Pejabat hingga ASN Buka Puasa Bersama, PKS: Kebijakan Diskriminatif
Menurut Awiek, jika alasannya adalah penghematan anggaran negara, tinggal diberlakukan larangan penggunaan anggaran kedinasan untuk kegiatan buka puasa bersama.
"Bahwa secara prinsip buka puasa bersama diperbolehkan asalkan memakai dana pribadi," ujar Sekretaris Fraksi PPP DPR RI itu.
Awiek menambahkan, adanya surat edaran tersebut jangan sampai dianggap menghalangi acara-acara berkaitan dengan umat Islam.
Baca juga: Seskab Jelaskan Alasan Larangan Buka Puasa Bersama Bagi Pejabat Negara: Sorotan Publik Sedang Tajam
"Karena itulah PPP berharap kegiatan buka bersama tidak dilarang," ujarnya.
Terpisah, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay mengimbau agar larangan itu dimaknai secara positif.
"Secara global status penanganan Covid-19 masih pandemi. WHO sampai saat ini belum berubah. Indonesia tentu harus ikut aturan WHO tersebut. Termasuk mewaspadai berbagai kemungkinan menyebarnya virus berbahaya tersebut," kata Saleh.
Baca juga: Menteri PAN RB: Pejabat dan ASN Wajib Patuhi Larangan Buka Puasa Bersama
"Lagian, kita juga masih mendengar adanya kasus-kasus baru. Pasien terpapar masih banyak yang dirawat. Ini menandakan, Indonesia masih perlu hati-hati dan waspada," imbuhnya.
Saleh mengatakan, dalam konteks ini larangan buka puasa bersama bagi pejabat dan ASN bukan berarti mengurangi amalan dan aktivitas ibadah.
Ada banyak aktivitas lain yang bisa dilakukan.
Baca juga: Menpan RB: ASN Fokus Layani Publik, Jangan Sibuk Jadi Panitia Buka Puasa Bersama
Antara lain, melaksanakan pemberian santunan bagi masyarakat kurang mampu, melakukan tadarus, pengajian, dan aktivitas lain yang tidak dalam bentuk keramaian dan kerumunan.
"Anggaran buat bukbernya dialihfungsikan saja. Bisa dibuat untuk membantu masyarakat kurang mampu. Kegiatan seperti ini nilainya pasti tidak kalah dengan bukber," ujarnya.
"Yang jelas, larangan bukber ini jangan disalahartikan. Bukan melarang kegiatan keagamaan. Toh, kegiatan tarawih, tadarus, qiyamul lail, dan kegiatan Ramadan lainnya masih diperbolehkan," kata Ketua Fraksi PAN DPR RI itu.
Sementara Ketua Umum Partai Bulan Bintang dan Ahli Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyarankan kepada Presiden Jokowi agar tak melarang kegiatan buka bersama yang dilakukan umat Islam baik di lingkungan instansi pemerintah maupun masyarakat.
Yusril khawatir permintaan untuk meniadakan buka bersama di lingkungan pegawai pemerintah dianggap sebagai gerakan anti-Islam.
"Saya khawatir surat tersebut dijadikan sebagai bahan untuk menyudutkan pemerintah dan menuduh pemerintah, Presiden Jokowi anti-Islam," katanya dalam keterangan tertulis.
Menurut Yusril, meski surat Seskab itu ditujukan kepada para pejabat pemerintahan, tetapi larangan penyelenggaraan buka puasa bersama itu tidak secara tegas menyebutkan hanya berlaku di internal instansi pemerintahan.
Akibatnya, surat itu berpotensi "diplesetkan" dan diperluas maknanya sebagai larangan buka puasa bersama di masyarakat.
Yusril menilai surat yang bersifat "rahasia" namun bocor ke publik itu bukan surat yang didasarkan atas kaidah hukum tertentu, melainkan sebagai kebijakan (policy) belaka.
Sehingga, setiap saat dapat diralat setelah mempertimbangkan manfaat-mudaratnya.
Maka dari itu, Yusril menyarankan agar Sekretaris Kabinet meralat surat yang bersifat rahasia itu dan memberikan keleluasaan kepada pejabat dan pegawai pemerintah serta masyarakat yang ingin menyelenggarakan kegiatan buka bersama.
Yusril menyebut masyarakat yang berseberangan dengan pemerintah mungkin akan mengaitkan peniadaan buka bersama ini dengan aneka kegiatan seperti konser musik dan olah raga yang dihadiri ribuan orang yang tidak dilarang oleh pemerintah.
Sebaliknya, kegiatan yang bersifat keagamaan dengan jumlah yang hadir pasti terbatas, justru dilarang pemerintah.
Selain itu, Yusril juga khawatir surat Seskab ini akan menjadi bahan kritik dan sorotan aneka kepentingan dalam kegiatan-kegiatan ceramah Ramadan di berbagai tempat tahun ini.
Sekadar infomasi Presiden Jokowi mengeluarkan arahan kepada para pejabat, termasuk menteri hingga kepala daerah, untuk tidak menggelar kegiatan buka bersama alias bukber.
Alasannya, penanganan Covid-19 saat ini masih dalam masa transisi ke endemi, sehingga perlu kehati-hatian.
Arahan Presiden Jokowi itu tertuang dalam surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 perihal arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama.
"Penanganan Covid-19 saat ini dalam transisi dari pandemi menuju endemi sehingga masih diperlukan kehati-hatian. Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan kegiatan Buka Puasa Bersama pada bulan suci Ramadan 1444 H agar ditiadakan," bunyi kutipan surat tersebut.
Surat arahan itu ditujukan kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri dan kepala badan/lembaga pemerintah lainnya.
Dalam surat itu, Presiden Jokowi juga meminta Mendagri Tito Karnavian untuk meneruskan arahan itu kepada gubernur, bupati dan wali kota.
"Menteri Dalam Negeri agar menindaklanjuti arahan tersebut di atas kepada para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota," bunyi arahan itu.
Seskab Pramono Anung membenarkan adanya surat edaran tersebut.
"Iya betul," kata Pramono kepada wartawan, Rabu (22/3/2023).
Meski begitu, ia tak menjelaskan lebih rinci terkait arahan tersebut.
(tribun network/fik/mam/frs/dod)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.