Politisi PAN: Selain Representatif 30 Persen, Keterwakilan Perempuan Harus Partisipatif
Okta Kumala Dewi menyampaikan kebijakan afirmatif 30 persen keterwakilan perempuan penting untuk diperjuangkan.
Penulis: Erik S
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) DPR RI dari Partai PAN, Okta Kumala Dewi menyampaikan kebijakan afirmatif 30 persen keterwakilan perempuan penting untuk diperjuangkan.
Namun lebih jauh ia menyebut lebih penting partisipasi aktif perempuan dalam politik.
Hal ini ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam acara Woman Talkshow pada Senin (27/3/2023). Woman Talkshow dengan tema "Kuota 30 persen, Representatif atau Partisipatif" ini diadakan oleh Korps HMI Wati Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (Kohati PB HMI) di Ruang Sidang Paripurna DPR RI, Gedung Nusantara V, Kawasan DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan.
Mewakili dari sebagai politisi PAN yang akan maju dalam pileg 2024 dapil 3 Banten, Okta Kumala Dewi menyebutkan bahwa pelibatan perempuan secara substantif dalam politik sangat diperlukan. Ia juga menyebutkan bahwa di partai PAN sendiri, kebijakan afirmatif didukung penuh bahkan dalam AD ART Partai.
“Dalam Anggaran Rumah Tangga Partai PAN khususnya pasal 71 tentang Penempatan Kader di Kepengurusan, jelas menyatakan sikap partai PAN yang diharuskan menempatkan kader perempuan 30 persen di DPP dan DPW,” kata perempuan yang juga pebisnis ini.
Dalam kesempatan yang sama, Okta juga menceritakan program kerja Perempuan PAN (PUAN) Kota Tangsel yang baru saja Rakerda pada bulan Februari lalu.
“Kita harus kerja keras meningkatkan representasi kader di legislatif, saat ini di Fraksi PAN DPR RI komposisi perempuan masih di 15 persenan. Dalam Rakerda PUAN lalu, itu PR kita ” ungkap bacaleg yang akan mewakili Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan ini.
Talkshow yang berlangsung secara hybrid ini juga dihadiri oleh mahasiswa dan kelompok organisasi Cipayung Plus, LSM, Ketua BEM Perempuan Seluruh Indonesia, Ketua Bidang PP Seluruh Indonesia, Kader HMI Seluruh Indonesia, serta Dosen dan Aktivis Perempuan Muda Indonesia.
Di Hadapan ratusan peserta di Ruang Sidang Paripurna DPR RI, Ketua Pelaksana Masnia Ahmad mengatakan kegiatan tersebut bertujuan merefleksikan kaum perempuan untuk mengambil peran di ranah publik dalam hal ini bidang politik dalam kuota 30 persen tersebut.
"Kegiatan ini mendiskusikan kuota 30 persen Partisipasi Perempuan di bidang politik, apakah sekadar partisipasi atau sudah merepresentasikan kapasitas perempuan. Diskusi ini bisa merefleksikan kita kaum perempuan, juga membawa Kohati lebih mengambil peran di ranah publik, bahkan sebagai pengambil kebijakan di Indonesia," papar Masnia dalam laporannya, Senin (27/03/2023).
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga (HAL) Kohati PB HMI, Nurmaida Saana sebagai bidang yang menginisiasi talkshow politik ini mengatakan bahwa perempuan sama halnya dengan kaum laki-laki yang mempunyai kualifikasi di ranah politik.
"Kualifikasi kita adalah bukan sesama perempuan tetapi kaum laki-laki, dan posisi kita dengan mereka sebagai mitra sejajar," ujarnya.
Meski kuota 30 persen ini belum tercapai di Indonesia, namun jika dibandingkan dengan negara-negara lain bahwa negara demokrasi ini sudah lebih unggul. Hal ini dapat dijelaskan Ketua Umum Kohati PB HMI Umiroh Fauziah, dilihat dari banyaknya kursi-kursi di parlemen yang digawangi oleh kaum perempuan.
"Representasi atau keterwakilan, hanya terhitung 20,8 persen dari kalangan perempuan. Apakah kuota 30 persen ini bukan hanya sekedar sistem yang mengatur sehingga tataran pusat baru mencapai 20 persen. Belum tercapainya keterwakilan perempuan di Indonesia sudah lebih unggul dibanding negara lain, seperti pernah adanya presiden perempuan dan menteri perempuan," kata Umiroh Fauziah dalam sambutannya.
Sehingga dengan kuota 30 persen ini, perempuan lanjut Umiroh Fauziah memiliki tiga peluang untuk dapat dipilih ketika menjadi kandidat di pesta politik. Ketiga peluang tersebut diantaranya sumber daya manusia dari kaum perempuan secara kuantitas sebagian besar dari kalangan terdidik, dan menyadari pentingnya terjun ke dunia politik. Peluang lainnya adalah perempuan berada di kontestasi politik merupakan amanah undang-undang yang harus dijalankan dan kuota persentase perempuan mengutamakan kualitas daripada kuantitas.
Ketua Umum PB HMI Raihan Aryatama pun mengamini pernyataan Umiroh Fauziah. Dirinya melihat bahwa banyak kelompok sosial yang berbasis gender lahir dari para perempuan namun hanya menjadi objek politik.
"Banyak sekali kelompok sosial yang berbasis gender lahir dari para perempuan. Tapi faktanya, kelompok itu hanya sebagai objek politik. Maka harapannya Kohati dan kelompok Cipayung dapat mengubah paradigma itu," ujarnya.