BHS Minta Pemerintah Tak Usah Terlalu Khawatir Dampak Bangkrutnya 3 Bank di AS
Bambang Haryo Soekartono, menilai pernyataan kekhawatiran beberapa pejabat publik di negeri ini termasuk presiden tentang bangkrutnya 3 bank di Amerik
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Haryo Soekartono, menilai pernyataan kekhawatiran beberapa pejabat publik di negeri ini termasuk presiden tentang bangkrutnya 3 bank di Amerika Serikat yaitu Sillicon Valley Bank (SVB), Signature Bank dan Silvergate Bank akan mengakibatkan krisis di Amerika Serikat (AS) tidak perlu terlalu dikhawatirkan dan dibesar-besarkan di publik.
Hal ini karena kondisi ekonomi di Amerika Serikat saat ini tidak dalam keadaan krisis dan bahkan cenderung membaik.
Menurut Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini, berdasarkan data, Silicon Valley Bank (SVB) adalah Bank yg mempunyai urutan 16 terbesar di Amerika, Signature Bank adalah bank yg mempunyai urutan ke-29 dan Silvergate Bank mempunyai urutan ke-113.
Sehingga kebangkrutan ke-3 bank di Amerika tersebut pengaruhnya sangat kecil dan relatif tidak ada bagi perekonomian di Amerika karena dari data tahun 2022 jumlah keseluruhan bank di Amerika ada sebanyak 4.844 bank yang sebagian besar justru mengalami peningkatan pendapatan di tahun 2022 dibanding tahun 2019 sebelum covid.
Sebagai contoh bank terbesar nomor 1 di Amerika yaitu JP Morgan Chase & Co mempunyai pendapatan tahunan (Annual Revenue) di tahun 2022 sebesar 154,792 Milyar USD yang naik signifikan dari tahun 2019 sebelum covid sebesar 142,515 Milyar USD.
Sedangkan bank pada urutan nomor 2 terbesar di Amerika yaitu Bank of America jumlah pendapatan tahunan (Annual Revenue) juga mengalami kenaikan sebesar 115,053 Milyar USD di tahun 2022 dibanding pendapatan tahunan 2019 sebesar 113,589 Milyar USD.
Kata pemilik sapaan akrab BHS ini, bahkan pertumbuhan ekonomi di Amerika pun juga mengalami kenaikan signifikan di tahun 2022 sebesar 2,7 persen dari tahun 2019 yang hanya sebesar 2,2%.
Apalagi beberapa negara ASEAN bahkan Eropa pun juga mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan misalnya Vietnam di 2022 sebesar 8,02% naik cukup tinggi dibanding 2019 sebelum covid sebesar 7,02%.
Malaysia juga mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan di tahun 2022 sebesar 8,7% dari tahun 2019 yang hanya sebesar 4,41%.
Baca juga: Gelontorkan 72 Miliar Dolar, First Citizens Resmi Akuisisi Silicon Valley Bank yang Bangkrut
Bahkan pertumbuhan ekonomi Malaysia di tahun 2022 merupakan yang tertinggi selama kurun waktu 22 tahun semenjak tahun 2000.
Filiphina pertumbuhan ekonominya naik pesat di tahun 2022 sebesar 7,6% dari tahun 2019 sebesar 6,12% bahkan negara Eropa seperti Inggris mengalami pertumbuhan ekonomi luar biasa tinggi sebesar 4,1% di tahun 2022 dari tahun 2019 yang hanya sebesar 1,6%.
"Saya sangat mengharapkan kekhawatiran pejabat publik dan berita-berita yang ada di media mainstream tidak perlu diekspos besar-besaran ke masyarakat karena ini tentu akan berdampak terhadap stagnasi dan perlambatan ekonomi akibat pelaku usaha enggan berinvestasi dan bahkan masyarakat enggan berbelanja," ujar BHS.
BHS mengapresiasi kebijakan pemerintah Jepang dalam memulihkan kondisi ekonomi mengeluarkan kebijakan mendorong masyarakatnya untuk berbelanja dan berwisata dengan memberikan insentif yang disebut Community Development Certificate.
"Kebijakan ini untuk masyarakatnya yang mau travelling dan berbelanja guna menumbuhkan ekonomi pasca covid, sehingga ekonomi di Jepang saat ini lebih membaik dibanding tahun 2019 sebelum covid," ujar BHS.
Menurut BHS ini sebetulnya seiring dengan apa yang pernah Presiden Jokowi sampaikan agar masyarakat beramai ramai berbelanja, nonton konser dan berwisata guna menumbuhkan ekonomi pasca covid-19.