KemenPPPA Ingatkan Ancaman TPPO pada Perempuan yang Adu Nasib ke Kota Pasca Lebaran
KemenPPPA mengimbau masyarakat di perdesaan tidak langsung tergiur untuk melakukan urbanisasi.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Priyadi Santosa mengimbau masyarakat di perdesaan tidak langsung tergiur untuk melakukan urbanisasi.
Urbanisasi atau perpindahan masyarakat dari desa ke kota kerap terjadi pasca arus mudik Idul Fitri.
Dirinya mengungkapkan setiap tahunnya, kerap lebih banyak arus balik ke kota dibandingkan arus mudik.
"Di desa dengan kesempatan kerja yang terbatas, kemudian di kota menggiurkan tawaran. Ini yang membuat pergeseran itu," ujar kata Priyadi dalam webinar KemenPPPA: "Petaka Perempuan Desa Terjebak Pesona Ibukota, Pasca Mudik Hari Raya", Kamis (6/4/2023).
Para perempuan, kata Priyadi, sering melakukan urbanisasi ke kota pasca lebaran. Kurang lebih sebanyak 5,3 juta perempuan melakukan urbanisasi.
Banyak perempuan yang bekerja di sektor informal, seperti profesi asisten rumah tangga (ART).
"Memang kalau pekerja informasi banyak perempuan untuk direkrut untuk menjadi pekerja rumah tangga (PRT)," ucap Priyadi.
Priyadi mengungkapkan banyak perempuan yang merantau ke kota tidak memiliki bekal keahlian dan keterampilan.
"Para pendatang baru ini sebenarnya belum siap, baik secara keahlian, maupun mental," ungkap Priyadi.
Para pendatang yang tidak memiliki keahlian, kata Priyadi, banyak dimanfaatkan oleh oknum untuk menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Menurutnya, banyak para perempuan yang dapat dijebak oleh sejumlah oknum karena tidak memiliki keahlian.
Baca juga: Presiden KSPSI Dukung Pemerintah Berantas Praktik Jaringan TPPO
"Situasi ini banyak dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab, oknum mengiming-iming gaji besar, kerja ringan. Sehingga pendatang yang umumnya perempuan-perempuan dengan minim pendidikan, tidak punya referensi, akhirnya sering terjebak, dipekerjakan di kafe remang-remang sampai dilacurkan," pungkas Priyadi.