VIDEO Suasana Rumah Ibunda Anas Urbaningrum di Blitar: Siapkan Tenda Hingga Hidangan Ikan Gabus
Jelang kebebasan Anas Urbaningrum pada Selasa (11/4/2023) hari ini, keluarga di Blitar pun mulai bersiap.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Srihandriatmo Malau
Ia mengatakan, mantan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat itu akan bebas jika memang memenuhi sejumlah persyaratan, seperti kesehatan.
“Kalaupun sudah memenuhi persyaratan sudah dicek dari pihak lapas juga, maka pengeluaran Anas akan dilaksanakan besok,” kata Rika, mengutip dari Kompas.com.
Rika menyebut, Anas bebas karena ia mendapatkan program integrasi cuti menjelang bebas.
Dengan demikian, mulai besok ia tidak lagi menyandang status warga binaan, melainkan klien Badan Pemasyarakatan (Bapas).
“Dalam rangka program integrasi cuti menjelang bebas,” ujar Rika.
Siapa sosok Anas Urbaningrum?
Biodata Anas Urbaningrum
Melansir TribunnewsWiki.com, Anas Urbaningrum lahir di Blitar, Jawa Timur pada 15 Juli 1969.
Dia merupakan mantan Ketua Umum Partai Demokrat.
Anas Urbaningrum menempuh pendidikan di Universitas Airlangga, Surabaya melalaui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada 1987.
Ia mengambil Jurusan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dan lulus pada 1992.
Anas Urbaningrum kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di Universitas Indonesia dan meraih gelar master bidang ilmu politik pada 2000.
Kiprah Anas di kancah politik dimulai di organisasi gerakan mahasiswa.
Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada kongres yang diadakan di Yogyakarta pada 1997.
Dalam perannya sebagai ketua organisasi mahasiswa terbesar itulah Anas berada di tengah pusaran perubahan politik pada Reformasi 1998.
Pada era itu pula ia menjadi anggota Tim Revisi Undang-Undang Politik, atau Tim Tujuh, yang menjadi salah satu tuntutan Reformasi.
Kemudian ia melanjutkan studi doktor ilmu politik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Anas Urbaningrum. (Kolase Tribunnews.com (Tribunnews.com/Theresia Felisiani/Irwan))
Anas Urbaningrum terjun ke dunia politik melalui Partai Demokrat.
Ia menjadi anggota tim Revisi Undang-Undang Politik atau Tim Tujuh yang menjadi salah satu tuntutan dalam reformasi 1998.
Dipimpin Ryaas Rasyid mereka melahirkan UU No, 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3/1999 tentang Pemilhan Umum, dan UU No. 4/1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Itulah produk baru untuk menggelar Pemilu dengan sistem baru.
Dia juga bergabung salam Tim Sebelas atau Tim Seleksi Partai Politik yang bertugas memverifikasi kelayakan data administrasi partai politik yang dapat ikut dalam pesta demokrasi.
Pada 1999 itu terdapat 48 partai politik yang lolos seleksi.
Dua tahun kemudian ia dipercaya sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyiapkan Pemilu 2004.
Anas dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid dengan Ketua KPU Nazaruddin.
Pada 8 Juni 2005 Anas mengundurkan diri dan bergabung dengan Partai Demokrat, bentukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dimana kala itu SBY terpilih sebagai Presiden RI ke-6 dalam Pilpres 2004.
Kala itu ia menjabat sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah.
Pada Pemilu 2009 Anas Urbaningrum terpilih menjadi anggota DPR RI dari dapil Jawa Timur VII.
Pria kelahiran Blitar ini didapuk menjadi Ketua Umum Fraksi Partai Deokrat di DPR RI.
Ia berhasil menjaga kesolidan seluruh anggota fraksi Partai Demokrat dalam voting Kasus Bank Century.
Menyusul pemilihannya sebagai ketua umum partai, pada 23 Juli 2010 Anas mengundurkan diri dari DPR.
Anas lalu menjadi ketua umum Partai Demokrat dari 23 Mei 2010 hingga menyatakan berhenti pada 23 Februari 2013.
Anas Urbaningrum keluar dari rumah tahanan KPK, Rabu (17/6/2014) (kiri). (Tribunnews.com/Theresia Felisiani/Dany Permana)
Anas Urbaningrum Bebas dari Lapas Sukamiskin 11 April 2023
Terpidana perkara korupsi pembangunan Wisma Atlet Hambalang, eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, bebas dari Lapas Sukamiskin pada Selasa (11/4/2023).
Apabila memenuhi syarat, Anas mulai besok menjalani program cuti menjelang bebas setelah rampung menjalani masa hukuman 8 tahun penjara dikurangi remisi.
"Kalaupun sudah memenuhi persyaratan sudah dicek dari pihak lapas juga, maka pengeluaran Anas akan dilaksanakan besok, dalam rangka program integrasi cuti menjelang bebas," ujar Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), Rika Aprianti, kepada awak media, Senin (10/4/2023).
Rika menjelaskan, status Anas akan menjadi klien balai pemasyarakatan jika memenuhi syarat untuk menjalani program cuti menjelang bebas.
"Besok juga yang bersangkutan akan beralih status menjadi klien balai pemasyarakatan," jelasnya.
Adapun Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 8 tahun pidana penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap Anas Urbaningrum.
Selain itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar Amerika Serikat.
Pada tingkat banding, Anas mendapat keringanan hukuman menjadi 7 tahun penjara.
Atas putusan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: Ditantang Anas Urbaningrum Debat Soal Hambalang, Abraham Samad Enggan Melayani lalu Ungkap Alasannya
Di tingkat kasasi, MA memperberat Anas menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan dan ditambah membayar uang pengganti Rp57,59 miliar subsider 4 tahun kurungan serta pencabutan hak politik.
Tidak terima atas putusan kasasi, Anas kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) pada Juli 2018 lalu.
Dalam amar putusannya, majelis hakim PK MA menjatuhkan hukuman 8 tahun pidana dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hukuman tersebut berkurang 6 tahun dibanding putusan tingkat kasasi yang menjatuhkan hukuman 14 tahun pidana penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.
Putusan PK Anas Urbaningrum diputus oleh majelis PK yang terdiri dari Ketua Hakim Agung Sunarto selaku Ketua Majelis serta Andi Samsan Nganro dan M Askin selaku Hakim Anggota pada Rabu, 30 September 2020.
Selain pidana pokok, majelis PK MA juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada Anas Urbaningrum berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar dan 5,26 juta dolar AS subsider 2 tahun penjara serta pencabutan hak politik selama 5 tahun sejak bebas dari penjara.
Dalam putusannya, majelis PK MA berpendapat alasan Anas mengajukan PK lantaran adanya kekhilafan hakim dapat dibenarkan.
Majelis PK menyatakan judex juris telah salah menyimpulkan alat-alat bukti yang kemudian dijadikan sebagai fakta hukum tentang tindak pidana yang dilakukan Anas.
Dalam pertimbangannya, majelis PK MA menilai uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.
Sebagian dari dana tersebut kemudian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN.
Namun, majelis PK menilai tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas Urbaningrum melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan itu mendapatkan proyek.
Selain itu, tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas Urbaningrum.
Hanya ada satu saksi, yaitu M Nazaruddin, yang menerangkan demikian.
Sementara, satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian.
Majelis PK pun menilai dalam proses pencalonan sebagai Ketum Partai Demokrat, Anas tidak pernah berbicara bagaimana uang didapat.
Anas hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung.
Uang yang didapatkan untuk penggalangan dana pencalonan sebagai Ketum Partai Demokrat adalah penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi.
Dengan pertimbangan tersebut, majelis PK menilai dakwaan Pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist tidak tepat karena pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatan tersebut.
MA menilai yang telah dilakukan Anas Urbaningrum adalah Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara (anggota DPR-2009-2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. (tribun network/thf/Tribunnews.com)