Abdullah Hehamahua Sebut Presiden Jokowi yang Memulai Kehancuran KPK
Mantan Penasehat KPK periode 2005-2013, Abdullah Hehamahua menilai bencana KPK dimulai dari Presiden Jokowi.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2005-2013, Abdullah Hehamahua menilai bencana di lembaga antirasuah dimulai oleh Presiden Joko Widodo.
Adapun hal itu disampaikan Abdullah dalam diskusi daring bertajuk Bersihkan KPK dari Kepentingan Politik, Turunkan Firli Bahuri Segera, Kamis (13/4/2023).
"Bencana negara ini khususnya di KPK dimulai oleh Presiden Jokowi. Sebab berdasarkan pengantar dari presiden maka dibawalah rencana Undangan-Undang No.19 Tahun 2019 Tentang Amandemen KPK yang merupakan satu pintu kehancuran KPK," kata Abdullah.
Abdullah melanjutkan bagaimana kejahatan yang dilakukan Jokowi melalui amandemen KPK itu bisa dilihat bahwa sampai dibahas di DPR.
KPK tidak pernah disampaikan rencana Undangan-Undang KPK tersebut.
"Bahkan KPK sampai mengirimkan surat ke Kemenkumham juga tidak diberikan. Itu niat jahat presiden Jokowi untuk menghancurkan KPK," kata Abdullah.
"Akibatnya apa terjadinya kekosongan kewenangan KPK antara lain korupsi sekarang menurut Undang-Undang No.19 Tahun 2019 bukan lagi kejahatan luar biasa," lanjutnya.
Menurut Abdullah karena pada Undang-Undang KPK yang pertama disebutkan KPK menangani kasus yang melibatkan penyelenggara negara dan aparat penegak hukum. Kedua menimbulkan keresahan masyarakat dan terakhir mengakibatkan kerugian minimal Rp 1 miliar.
"Undang-Undang No.19 Tahun 2019 poin kedua yaitu menimbulkan keresahan masyarakat itu dihilangkan. Artinya korupsi bukan kejahatan luar biasa lagi," kata Abdullah.
"Yang kedua Undangan-Undang yang baru ini menghancurkan modal utama atau keunggulan dari KPK yaitu penyadapan," tegasnya.
Menurutnya penyadapan KPK itu bisa dilakukan harus seizin dewan pengawas yang sebelumnya tidak. Padahal diketahui dewan pengawas itu dilantik oleh presiden.
"Jadi secara teoritis dewan pengawas dilantik oleh presiden. Kemudian bagaimana dewan pengawas diberikan izin bagi penyidik untuk menyadap Jokowi atau para menterinya," kata Abdullah.
Baca juga: Pakar: Presiden Jokowi Bisa Copot Ketua KPK Firli Bahuri Setelah Adanya Kasus Kebocoran Dokumen
Menurutnya itu tidaklah mungkin, jadi yang disaksikan bahwa kasus-kasus yang ditangani oleh KPK pada periode Firli sekarang ini. Melibatkan kasus orang-orang yang tidak punya background kekuatan politik dan kemudian orang-orang yang dianggap nasibnya jelek saja.
"Contohnya Harun Masiku yang sudah tiga tahun belum juga ditangkap karena melibatkan partai besar, partai yang berkuasa," tutupnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.