Eks Penasihat KPK: Firli Bahuri Harus Dipecat Jika Ingin Selamatkan Negara Dalam Berantas Korupsi
Mantan Penasehat KPK periode 2005-2013, Abdullah Hehamahua menyebut Firli Bahuri harus dipecat dari pimpinan KPK.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Penasehat KPK periode 2005-2013, Abdullah Hehamahua menyebut Firli Bahuri harus dipecat dari pimpinan KPK.
Hal itu disampaikan Abdullah dalam diskusi daring bertajuk Bersihkan KPK dari Kepentingan Politik, Turunkan Firli Bahuri Segera, Kamis (13/4/2023).
"Tidak ada pilihan lain kalau kita mau menyelamatkan negara ini dalam pemberantasan korupsi. Minimal Firli harus dipecat dari pimpinan KPK," kata Abdullah.
Abdullah mengatakan perkara yang menjadi polemik saat ini harus diproses secara pidana, apakah oleh Mabes Polri, Polda, atau KPK sendiri sehingga kemudian bisa diproses penegakkan hukum.
"Jika tidak, maka yang harus bertanggungjawab adalah Jokowi karena dia yang bertanggungjawab dalam merusak kewenangan KPK," kata Abdullah.
Abdullah menegaskan maka jika Jokowi tidak perintahkan semua instansi terkait untuk memproses Firli.
Baca juga: Eks Penasehat KPK Singgung Pelanggaran Kode Etik Firli Bahuri Saat Jabat Deputi Penindakan
"Maka Jokowi harus berjiwa besar mengundurkan diri sebelum 2024 demi kemaslahatan bangsa dan lainnya," katanya.
Mantan Penasehat KPK periode 2005-2013 itu juga menilai bencana KPK dimulai dari Presiden Jokowi.
"Bencana negara ini khususnya di KPK dimulai oleh Presiden Jokowi. Sebab berdasarkan pengantar dari presiden maka dibawalah rencana Undangan-Undang No.19 Tahun 2019 Tentang Amandemen KPK yang merupakan satu pintu kehancuran KPK," kata Abdullah.
Abdullah melanjutkan bagaimana kejahatan yang dilakukan Jokowi melalui amandemen KPK itu bisa dilihat bahwa sampai dibahas di DPR.
KPK tidak pernah disampaikan rencana Undangan-Undang KPK tersebut.
Baca juga: Soal Kisruh Firli Bahuri dan Brigjen Endar, Badko Jabotabeka-Banten Minta PB HMI Tak Berpolitik
"Bahkan KPK sampai mengirimkan surat ke Kemenkumham juga tidak diberikan. Itu niat jahat presiden Jokowi untuk menghancurkan KPK," kata Abdullah.
"Akibatnya apa terjadinya kekosongan kewenangan KPK antara lain korupsi sekarang menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 bukan lagi kejahatan luar biasa," lanjutnya.