Sosok Ki Hajar Dewantara, Tokoh Hari Pendidikan Nasional dan Perannya di Indonesia
Ki Hajar Dewantara, tokoh Hari Pendidikan Nasional dan perannya di Indonesia. Ki Hajar Dewantoro lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
Setelah gagal menjadi dokter di STOVIA, Ki Hajar Dewantara menjadi jurnalis dan bergabung dengan berbagai organisasi pergerakan nasional seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij.
Di Indische Partij, ia memiliki rekan seperjuangan, yaitu Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi) dan dr. Cipto Mangunkusumo, yang dijuluki sebagai “Tiga Serangkai”.
Kritikan Ki Hajar Dewantara semakin pedas, seperti saat menentang perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda di Indonesia.
Menurutnya, penjajah tidak sepatutnya merayakan kemerdekaan di tanah jajahannya, bahkan dibiayai oleh rakyat pribumi.
Ia menyalurkan protes itu melalui risalah yang berjudul “Als ik eens Nederlander was” (Andai aku seorang Belanda) pada Juli 1913.
Risalah yang dicetak sebanyak 5.000 eksemplar ini membuat pemerintah Hindia-Belanda marah.
Pengasingan Ki Hajar Dewantara ke Belanda
Setelah mengkritik pemerintah Hindia-Belanda, Tiga Serangkai diasingkan ke Belanda.
Ki Hajar Dewantara hidup dengan segala keterbatasannya.
Ia bertahan hidup dengan menjadi jurnalis untuk surat kabar dan majalah Belanda.
Surat-surat kabar Belanda yang bersikap sangat bersahabat dengan Tiga Serangkai yaitu “Het Volk” dan “De Nieuwe Grone Amsterdamer”.
Mereka memberi kesempatan kepada Tiga Serangkai untuk menulis dan menyalurkan pikiran-pikiran tentang cita-cita perjuangan kemerdekan bangsa Indonesia.
Berkat pengaruh Tiga Serangkai, himpunan para mahasiswa Indonesia di Belanda, Indische Vereeniging, semakin menonjolkan semangat kebangsaan dan semangat kemerdekaan.
Mereka berani mengubah namanya menjadi “Perhimpunan Indonesia”.