Anita Cepu Klaim Sering Bolak-balik ke Taiwan Bersama Teddy Minahasa Bertemu Bandar Sabu
Linda Pudjiastuti atau Anita Cepu mengaku sering bolak-balik ke Taiwan bertemu bandar sabu di sana bersama Irjen Teddy Minahasa.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka kasus jual-beli sabu Irjen Pol Teddy Minahasa diduga sering bolak-balik ke Taiwan bertemu bandar sabu di sana untuk melancarkan bisnis haramnya selama ini.
Dugaan tersebut diungkap Linda Pudjiastuti atau Anita Cepu yang juga mengaku sebagai istri siri Teddy Minahasa seperti disampaikan lewat akun instagram kuasa hukumnya, Adriel Viari Purba yang dikutip Selasa (2/5/2023)
Anita Cepu juga menyatakan dirinya siap membuktikan kebohongan Teddy Minahasa pada polisi asal dirinya didampingi LPSK untuk membuktikan bahwa dirinya dan Teddy Minahasa telah menikah siri dan bolak balik ke Taiwan bertemu dengan bandar sabu.
"Bu Linda Siap Membuktikan Pernikahan Siri dengan TM dan Pabrik Sabu di Taiwan jika didampingi LPSK @infolpsk serta Polri @divisihumaspolri sekaligus bila diizinkan oleh pihak pihak terkait," sebut pernyataan pengacara Anita Cepu di Instagram.
"Bu Linda juga mengklarifikasi tidak ada konspirasi antara saya dengan Bu Linda serta penyidik! Itu semua rekayasa dan kebohongan TM untuk menghindar dari pertanggungjawaban pidana ini, namun saya yakin Majelis Hakim Yang Mulia tidak akan terkecoh oleh pernyataan yang tidak bernilai seperti itu," lanjutnya.
“Gimana saya mau berbohong, Pak Adriel saya mengalami semua. Kalau saya didampingi LPSK ata Polri untuk mau ke Sukabumi. Ke Taiwan pun saya sanggup buktikan, ke Brunei pun saya sanggup buktikan," lanjutnya.
"Pak Teddy ketemu siapa di Taiwan saya bisa buktikan. Kemarin saya sudah ditanya dengan Propam semua tiket pesawat sudah saya serahkan ke Propam tinggal dicek. Saya laik pesawat China Airlines yang mengurus visa ajudan Teddy Minahasa," imbuhnya.
Linda mengatakan berani menunjukkan sosok ustadz yang telah menikahkan dirinya dengan Teddy Minahasa secara siri, Ustadz tersebut berdomisili di Sukabumi, Jawa Barat.
Sebelumnya, Irjen Pol Teddy Minahasa, terdakwa kasus narkoba mengaku telah dibohongi oleh terdakwa Linda Pujiastuti alias Anita Cepu.
Baca juga: Dianggap Berbohong Jadi Istri Siri Teddy Minahasa, Mami Linda: Saya Belum Gila
Kebohongan-kebohongan yang dimaksud Teddy itu diantaranya adalah Linda mengaku akan dinikahi Raja Brunei.
Namun setelah Teddy mencari kebenaran tentang kabar tersebut dengan menghubungi pihak kedutaan ternyata kabar tersebut di klaim sebagai informasi bohong.
Begitu juga dengan tawaran membantu penjualan barang pusaka.
Dilansir dari Kompas TV Senin (27/3) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat Kamis (23/03) lalu, Teddy juga mengaku dirinya sama sekali tidak memiliki hubungan bisnis dengan terdakwa Linda Pujiastuti,
Baca juga: Buktikan Pernikahan Siri dengan Teddy Minahasa, Mami Linda Minta LPSK dan Polri Dampingi ke Sukabumi
Pengakuan itu dia sampaikan untuk menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum.
Pada sidang sebelumnya, Linda mengungkap pernah pergi bersama Teddy Minahasa ke pabrik sabu di Taiwan.
Ia menyebut Teddy berupaya membuat perjanjian dengan bandar sabu Taiwan dan meminta fee Rp100 miliar untuk meloloskan satu ton sabu dari Taiwan ke Indonesia.
Sidang kasus narkoba yang menyeret mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa hingga kini masih terus bergulir.
Teddy didakwa melakukan penjualan sabu yang merupakan barang bukti pengungkapan kasus oleh Polres Bukittinggi.
Tolak Pledoi Anita Cepu
Pada sidang Rabu 5 April 2023) lalu Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak seluruh nota pembelaan atau pledoi yang diajukan Linda Pujiastuti alias Anita Cepu.
Jaksa menilai, nota pembelaan yang diajukan Linda, pada hakikatnya hanya untuk mencari dan membuktikan kebenaran atas perbuatannya.
Sehingga, menurut Jaksa, nota pembelaan istri siri Irjen Pol Teddy Minahasa itu tidak berisi bantahan terhadap hal-hal yuridis.
"Kami telah membuktikan dakwaan yang kami anggap terbukti, yakni dakwaan pertama yaitu melanggar Pasal 114 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," ujar JPU saat menyampaikan repliknya di muka sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu (12/4/2023).
Jaksa menyebut nota pembelaan yang diajukan Linda tidaklah tepat.
Sebelumnya, Linda dalam pledoinya menyebut bahwa niat jahat atau mens rea yang dilakukannya itu tidak muncul dari inisiasinya sendiri, melainkan timbul karena adanya pengaruh dari luar.
"Berdasarkan pembelaan tersebut, maka penuntut umum akan menanggapi sebatas poin-poin fakta persidangan yang dikuatkan oleh alat bukti," kata Linda.
"Bahwa niat jahat mens rea dan perbuatan jahat aktoris yang dilakukan oleh terdakwa Linda Pujiastuti bukanlah timbul karena niat jahat sendiri yang menginisiasi, melainkan timbul karena adanya pengaruh dari luar dirinya dalam nota pembelaan adalah tidak beralasan," imbuhnya.
Sehingga, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, penuntut umum meyakini bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah didakwa dan dituntut dalam surat tuntutan.
Pasalnya, fakta tersebut mempunyai nilai yuridis berupa keterangan saksi-saksi, surat, serta petunjuk sesuai Pasal 184 KUHAP yang diperoleh dari persesuaian antara keterangan saksi-saksi dan surat yang didapat.
"Kami berkesimpulan bahwa apa yang disampaikan dalam nota pembelaan penasihat hukum terdakwa hanya menyampaikan subjektivitas penasihat hukum semata dan tidak berdasarkan substansi pembahasan pokok perkara ini," kata Jaksa.
Baca juga: Tolak Replik Jaksa, Kubu Mami Linda dan Kompol Kasranto Minta Dihukum Ringan dalam Kasus Narkoba
Dalam penyampaian repliknya, jaksa meminta agar Majelis Hakim menolak pembelaan yang diajukan Linda.
Sebaliknya, mereka meminta agar Majelis Hakim menurut pada tuntutan yang diputuskan JPU.
"Kami penuntut umum menolak semua materi pembelaan yang diajukan oleh para terdakwa. Melalui penasihat hukum dan tetap pada tuntutan yang sudah dibacakan pada sidang Senin 27 Maret 2023 yang lalu," tandasnya.
Sebelumnya, JPU menuntut Linda dengan pidana selama 18 tahun dan denda Rp 2 miliar.
Menurut JPU, Linda sah dianggap telah melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jaksa Gunakan Pasal Keliru
Menanggapi kasus hukum yang menimpa Teddy Minahasa, praktisi hukum Erwin Kallo menilai pasal yang didakwakan kepada Teddy Minahasa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) salah.
Pernyataan Erwin mendasar pada fakta-fakta persidangan yang tidak sesuai dengan fakta yang ada. Dengan demikian dakwaan JPU batal demi hukum.
"Kalau dakwaan sampai tuntutan pasalnya tidak sesuai dengan fakta yang ada, tidak cocok dengan kejadiannya, maka dakwaannya itu batal demi hukum. Karena pasal itu harus sesuai dengan apa yang terjadi di persidangan fakta hukumnya," kata Erwin dalam keterangannya, Senin (1/5/2023).
Jika dakwaan batal demi hukum maka menurut Erwin, Teddy harusnya bebas dari segala dakwaan JPU.
Hal ini dikarenakan JPU telah menggunakan pasal yang salah dalam perkara ini.
"Jadi jawabannya adalah jika salah pasal, pasal yang dituntutkan itu tidak cocok dengan persidangan, maka dakwaan dan tuntutan itu harus batal demi hukum, berarti harus dibebaskan," imbuhnya.
Menurut Erwin, ini harus menjadi catatan penting untuk majelis hakim dalam menjatuhkan putusan hukum terhadap Teddy.
Menurutnya, sebuah putusan hakim harus bebas dari keragu-raguan apalagi kesalahan demi penegakan keadilan.
"Peradilan yang diputuskan berdasarkan asumsi-asumsi, tidak berdasarkan fakta hukum dan bukti-bukti yang sah. Kalau hakim memutuskan 15 tahun, 20 tahun, berarti hakim itu ragu. Hakim yang memutuskan tanggung gitu, itu ada keraguan. Padahal seharusnya tidak boleh ada keraguan dalam hukum. Ini tidak sah dan tidak meyakinkan," kata dia.
Sebelumnya Teddy Minahasa dituntut JPU dengan Pasal 114 (2) atau Pasal 112 (2) UU Narkotika.
Para ahli hukum pidana yang hadir sebagai saksi ahli, seperti Prof. Dr. Elwi Danil, Dr. Eva Achjani Zulfa, dan Dr. Jamin Ginting, akan hal ini.
Dalam persidangan para saksi ahli tersebut menyatakan bahwa tuntutan JPU terhadapnya dalam perkara ini salah pasal.
Menurut keterangan para ahli tersebut, jika seorang polisi atau penyidik yang melakukan pelanggaran tentang tata cara penyimpanan dan penyisihan barang bukti narkotika di luar jangka waktu dan di luar ketentuan, maka hal tersebut merupakan delik propria sehingga tunduk pada Pasal 140 UU Narkotika.
"Bukan Pasal 114 (2) atau Pasal 112 (2) UU Narkotika. Dan atas kesalahan penerapan pasal dalam Surat Dakwaan tersebut berdampak pada Surat Dakwaan batal demi hukum," beber Teddy Minahasa mengutip keterangan para ahli di persidangan, Jumat (28/4/2023).
Berdasarkan uraian tersebut, menurut Teddy, JPU telah bersikap tidak profesional karena telah gegabah menggunakan pasal yang salah terhadapnya dalam perkara ini.
Pendapat tersebut menurut Teddy sangat mendasar pada beberapa hal.
"Pertama, jaksa penuntut umum jelas tidak memahami apa makna unsur pasal 'menukar' pada Pasal 114 (2) UU Narkotika. Kedua, klaim telah menukar sabu dengan tawas oleh Syamsul Maarif perlu 'pembuktian yang sempurna', salah satunya diawali dari proses pemusnahannya. Proses penukarannya saja tidak 'dibuktikan secara sempurna' oleh penyidik dan jaksa penuntut umum," kata Teddy.
"Ketiga, 'jaksa penuntut umum telah bersikap seperti dukun atau paranormal' dengan mengatakan bahwa saksi-saksi saat pemusnahan tidak perlu diperiksa karena akan sia-sia dan sama halnya dengan membuang garam ke laut," imbuhnya.
Penulis: Dian Anditya M/Nuri Yatul Hikmah/Johnson Simanjuntak| Sumber: Warta Kota
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.