Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

TNI Usul Prajurit Aktif Bisa Duduki Jabatan Sipil Lebih Banyak, Pakar: Bertentangan Amanat Reformasi

Pakar menilai usul TNI agar prajurit aktif bisa menduduki jabatan sipil lebih banyak telah bertentangan dengan amanat reformasi.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in TNI Usul Prajurit Aktif Bisa Duduki Jabatan Sipil Lebih Banyak, Pakar: Bertentangan Amanat Reformasi
WARTA KOTA/YULIANTO
Prajurit TNI. Ilustrasi - Pakar militer dari ISESS menilai usul TNI agar prajurit aktif bisa menduduki jabatan sipil lebih banyak telah bertentangan dengan amanat reformasi. 

TRIBUNNEWS.COM - Mabes TNI mengusulkan agar prajurit aktif dapat menduduki jabatan sipil lebih banyak di kementerian atau lembaga.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI, Laksamana Muda Kresno Bintoro pada Selasa (9/5/2023).

Ia mengungkapkan Mabes TNI tengah menyiapkan sikap terkait revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Terkait hal ini, Kapuspen Mabes TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono turut membenarkan bahwa sudah ada pembahasan internal terkait usulan tersebut.

"Baru dibahas secara internal Babinkum (Badan Pembinaan Hukum TNI), belum ada persetujuan Panglima TNI," kata Julius.

Dia mengatakan landasan adanya usulan tersebut lantaran banyak prajurit aktif TNI yang memiliki wawasan tentang kepentingan nasional serta keahlian yang dibutuhkan oleh kementerian atau lembaga.

Baca juga: Siapa Saja Jenderal yang Berpeluang Gantikan KSAD Dudung dan Panglima TNI Yudo di Akhir Tahun Ini?

Apalagi, berbagai pembinaan fisik yang dialami prajurit TNI sejak muda membuat tenaganya masih bisa dimanfaatkan kementerian dan lembaga.

BERITA REKOMENDASI

”Prajurit TNI aktif yang masuk kementerian/lembaga adalah mereka yang memang punya keahlian yang dibutuhkan. Jadi, tidak sekadar memasukkan prajurit aktif TNI ke jabatan-jabatan sipil,” kata Julius.

Bertentangan Amanat Reformasi

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi dalam podcast Tribun Corner membahas urgensi pembelian pesawat tempur Rafale, Senin (21/2/2022).
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi dalam podcast Tribun Corner membahas urgensi pembelian pesawat tempur Rafale, Senin (21/2/2022). (tangkap layar Youtube Tribunnews)

Pakar militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengkritik usulan TNI tersebut.

Menurutnya, usulan seperti itu telah bertentangan dengan amanat reformasi.

Kritik tersebut dilandasi dengan adanya usul perubahan isi UU Nomor 34 Tahun 2004 yakni pasal 47 yaitu kementerian atau lembaga yang dapat dijabat oleh prajurit aktif.

Adapun berdasarkan informasi yang beredar, ada usulan prajurit aktif dapat menjabat di 18 kementerian/lembaga dari sebelumnya yakni 10 kementerian/lembaga.

Selain itu, kata Fahmi, adapula klausul baru yakni pasal 47 ayat 2 huruf s yang tertulis bahwa prajurit aktif juga dapat menduduki jabatan pada "kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden".

Baca juga: Latihan Gabungan TNI 2023 akan Digelar di Dabo Singkep, Asem Bagus, dan Morotai

Klausul inilah yang menurut Fahmi bertentangan dengan amanat reformasi yakni dinilai akan kembalinya militer ke kancah politik.

"Ketentuan itu menjadi semacam klausul karet. Sesuatu yang sebenarnya sangat dihindari dan bertolak belakang dengan semangat UU Nomor 34 Tahun 2004. Saya yakin akan muncul polemik."

"Klausul itu membuka peluang masuknya prajurit aktif ke kementerian/lembaga yang urusannya tidak berkaitan atau beririsan langsung dengan tugas dan fungsi TNI. Maka hal itu sama saja dengan membuka jalan bagi kembalinya militer ke kancah politik, dan jelas bertentangan dengan amanat reformasi," jelasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Kamis (11/5/2023).

Di sisi lain, Khairul tak memungkiri bahwa pelibatan TNI dalam urusan sipil tidak sepenuhnya dapat ditiadakan.

Namun yang disayangkan olehnya adalah justru pelibatan TNI tersebut diperkuat dalam satu dekade terakhir alih-alih dibatasi.

"Hal itu ditandai dengan cukup banyaknya program-program pemerintah maupun kegiatan-kegiatan sektoral yang melibatkan TNI," katanya.

Khairul pun mengungkapkan meski pemerintah maupun TNI terus meyakinkan publik bahwa penempatan prajurit aktif berdasarkan kebutuhan dan tak akan mengembalikan dwifungsi, tetapi menurutnya tidak ada yang dapat menggaransi hal tersebut tidak terjadi di masa depan.

Baca juga: Panglima TNI Perintahkan Denjaka Amankan Celah Ancaman Laut Pada KTT ke-42 ASEAN

Hal tersebut lantaran pimpinan TNI silih berganti dari satu orang ke orang lainnya.

Sehingga komitmen untuk tidak ada lagi dwifungsi dalam jabatan politik di Indonesia tak dapat terlaksana lantaran keterbatasan masa jabatan.

"Taruhlah pemerintah maupun pimpinan TNI saat ini berkomitmen memastikan pelaksanaannya akan dilakukan dengan hati-hati, tetap harus diingat bahwa rezim dan pucuk pimpinan TNI bisa datang silih berganti."

"Rezim dan pimpinan terbaik sekalipun, akan tetap terikat dan terbatasi oleh waktu," jelas Khairul.

Selain itu, Khairul juga menganggap kelenturan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga pemerintah bisa memunculkan persepsi negatif terkait kegagalan sipil dalam mengelola pemerintahan.

"Kelenturan dalam penempatan prajurit sebagai pejabat di kementerian/lembaga pemerintah bisa saja membentuk persepesi negatif ketidakmampuan bahkan kegagalan sipil dan seolah hanya militerlah yang dapat diandalkan perannya dalam mengelola pemerintahan dan negara ini," katanya.

Alhasil, Khairul menyimpulkan usul TNI agar prajurit aktif dapat menempati pos kementerian/lembagai lebih banyak tidak sepenuhnya tepat.

Baca juga: KSAD Wanti-wanti Prajurit dan Keluarga Waspadai Upaya Benturkan TNI dengan Polri

Hal tersebut lantaran bukan menjadi solusi yang lebih mendasar terkait pembenahan personel di tubuh TNI dan pertahanan negara.

"Artinya pasal 47 ayat 2 huruf s itu mestinya tidak perlu ada. Kalaupun tetap harus ada, bunyinya perlu ditambah dan dipertegas. Misalnya menjadi, "kementerian/lembaga lain yang karena urusan dan/atau kewenangannya membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Choirul Arifin)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas