VIDEO 700 Anak Buah Kapolri Belum Lapor Harta Kekayaan ke KPK
Irwasum Polri berjanji dalam satu bulan akan membereskan 700 anggotanya segera melaporkan harta kekayaan ke KPK.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Srihandriatmo Malau
B. Alat transportasi dan mesin Rp 370.000.000
1. Mobil Toyota Fortuner minibus tahun 2006, hasil sendiri Rp 370.000.000
C. Harta bergerak lainnya Rp 0
D. Surat berharga Rp 0
E. Kas dan setara kas Rp 51.218.644
F. Harta lainnya Rp 0
Sub Total Rp 467.548.644
II. Hutang Rp 0
III. Total harta kekayaan (I-II) Rp 467.548.644
Komisi III DPR Minta KPK Pro Aktif Tagih Pejabat yang Tak Disiplin Setor LHKPN
Komisi III DPR RI meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk pro aktif menagih Laporan Harta Kekayaan Harta Penyelenggara Negara (LHKPN) para pejabat yang belum atau kurang disiplin dalam menyetor.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai LHKPN dapat menjadi acuan KPK untuk memaksimalkan fungsi pengawasan dan pencegahan.
"KPK juga harus lebih aktif tagih para pejabat yang kurang disiplin lapor LHKPN. Ingatkan bagi yang lupa, tagih bagi yang sengaja (tidak lapor). Sebab LHKPN bisa jadi dasar acuan KPK melihat sumber kekayaan seorang pejabat," kata Sahroni kepada wartawan, Jumat (5/5/2023).
Di sisi lain, Sahroni menyoroti Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan menggandeng KPK untuk menggelar pelatihan pola hidup sederhana bagi para pejabat.
Hal ini menyusul adanya sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov DKI yang kedapatan memamerkan gaya hidup mewah.
Bendahara Partai NasDem tersebut melihat KPK sebaiknya menyoroti asal muasal kekayaan seorang pejabat, bukan ‘mengatur’ gaya hidupnya.
"Yang sebenarnya KPK harus pastikan adalah bahwa harta pejabat tersebut datang dari cara-cara yang halal, bukan hasil korupsi, TPPU, apalagi perdagangan-perdagangan barang ilegal," katanya.
"Jangan sampai dipaksa sederhana padahal korupsi dan ‘menyembunyikan’ hasil-hasil yang haram, lebih berbahaya itu," tandasnya.
55 Pimpinan AKD DPR Disebut Tak Taat LHKPN, MKD Bakal Beri Sanksi Teguran hingga Pemindahan
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Adang Daradjatun memastikan bakal menindaklanjuti laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal 55 Pimpinan AKD DPR tak patuh LHKPN.
"Oh Pasti. Apapun juga kan tidak mungkin ya kalau ada rekomendasi masyarakat kepada MKD lalu kita tidak menindaklanjuti, nggak mungkin," ujar Adang kepada wartawan, Kamis (13/4/2023).
Namun, Adang belum memastikan kapan proses tersebut dilakukan.
"Kita harus memutuskan apakah dia, kan dalam kategori MKD juga disebutkan, yaitu hukuman teguran lisan, tertulis, dan pemindahan anggota dari AKD," kata dia.
"Jadi saya pikir payung hukumnya sudah clear semua tinggal bagaimana nanti MKD menyikapi laporan tersebut," tandas Politisi PKS tersebut.
Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan sebanyak 55 orang pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) terkait ketidakpatuhan dalam melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelanggara Negara (LHKPN)
"Dalam pengamatan kami, konteks ketidakpatuhan itu ada 3 poin," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhan kepada wartawan, Kamis (13/4/2023).
Kategori pertama yakni terlambat melaporkan, lalu tidak berkala, dan tidak melaporkan LHKPN sama sekali.
"Pantauan ICW LHKPN-nya yang kami maksdkan adalah LHKPN 2019-2021 ketika ada penyelenggara negara khususnya anggota DPR RI apalagi pimpinan AKD tidak patuh dalam melaporkan LHKPN," kata Kurnia.
Menurutnya, tidak melaporkan LHKPN itu adalah tindakan melawan hukum, sebab mandat untuk kewajiban melaporkan LHKPN tertuang secara langsung di dalam UU NO 28 tahun 1999.
"Yang juga turunannya diatur dalm peraturan KPK no 2 tahun 2020," ujar Kurnia
Kurnia mengatakan dari 55 orang yang dilaporan, terdapat pimpinan DPR sebanyak 4 orang yang diketahui tidak patuh dalam melaporkan LHKPN.
Tak hanya itu, Kurnia juga menemukan yang tak patuh LHKPN yakni pimpinan komisi 37 orang, pimpinan Baleg 2 orang, pimpinan Banggar 2 orang, pimpinan BURT sebanyak 3 orang, pimpinan BKSAP 2 orang, pimpinan badan akuntabilitas keuangan negara 2 orang dan pimpinan MKD 3 orang .
"Maka dari itu atas konteks tersebut tidak hanya melanggar hukum, tapi ada hubungannya dengan kode etik DPR. Di dalam peraturan kode etik DPR ada kewajiban bagi anggota DPR untuk mematuhi peraturan perundang undangan karena LHKPN adalah mandat dari UU dan mereka tidak patuh, maka kami adukan 55 orang ini ke MKD," pungkas Kurnia.
Batas Pelaporan Berakhir, 10.685 Penyelenggara Negara Belum Setor LHKPN, Paling Banyak DPR/DPRD
Sampai dengan batas akhir penyampaian LHKPN tahun pelaporan 2022, per 31 Maret 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 361.568 pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari jumlah keseluruhan 372.253 wajib lapor (WL).
Itu berarti tersisa 10.685 penyelenggara negara (PN) yang belum melaporkan harta kekayaannya ke KPK.
"Kami mengimbau kepada 10.685 PN/WL yang belum lapor LHKPN, untuk segera menyampaikannya kepada KPK. Mengingat LHKPN juga berfungsi sebagai instrumen untuk mengawasi harta kekayaan PN/WL serta pengelolaan SDM, seperti mengangkat atau mempromosikan PN/WL berdasarkan kepatuhan LHKPN-nya," kata Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding, Senin (3/4/2023).
Penyelenggara negara yang paling banyak belum melaporkan LHKPN-nya ke KPK berasal dari unsur legislatif, atau bisa disebut DPR/DPRD.
Berikut rinciannya:
1. Pada jajaran yudikatif, dari total 18.635 wajib lapor, sejumlah 18.371 telah menyampaikannya, atau sebesar 98,6 persen.
2. Pada jajaran legislatif pusat dan daerah, dari 20.064 wajib lapor, tercatat 17.661 sudah menyampaikannya, atau sebesar 88,0 persen.
3. Pada jajaran eksekutif pusat dan daerah, dari total 290.891 wajib lapor sejumlah 283.474 telah menyampaikannya, atau sebesar 97,5 persen.
4. Pada jajaran BUMN/BUMD dari total 42.663 wajib lapor, sejumlah 42.062 telah melaporkan LHKPN-nya, atau sebesar 98,6 persen.
KPK juga mencatat 23 pemerintah daerah tingkat provinsi dan 369 pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota telah melaporkan LHKPN-nya 100%.
"KPK menyampaikan apresiasi kepada 97% PN/WL yang telah memenuhi kewajibannya menyampaikan LHKPN tahun pelaporan 2022 secara tepat waktu. Hal ini sebagai bentuk akuntabilitas bagi PN/WL dalam mempertanggungjawabkan kepemilikan harta kekayaannya," kata Ipi. (tribun network/thf/Tribunnews.com)