Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Setara Institute Soroti Revisi UU TNI dan Penambahan Kodam: Kontradiksi dengan Penguatan Pertahanan

Penggelaran struktur TNI mengikuti struktur administrasi pemerintah tersebut juga bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UU TNI, sebagaimana dijelaskan

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Setara Institute Soroti Revisi UU TNI dan Penambahan Kodam: Kontradiksi dengan Penguatan Pertahanan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah prajurit TNI melakukan defile pasukan usai upacara peringatan HUT ke-77 TNI di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (5/10/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembahasan rencana penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) di 38 Provinsi di Indonesia oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan dan TNI AD, menambah pelik persoalan agenda reformasi militer.

Demikian hal ini diungkapkan oleh Ikhsan Yosarie, Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute.

“Rencana penambahan Kodam di 38 provinsi tentu menambah pelik polemik. Apalagi agenda reformasi militer baru-baru ini juga memiliki gangguan serius melalui materi usulan perubahan dalam revisi UU TNI.” ungkap Ikhsan, hari ini (24/5/2023).

Ikhsan menilai substansi yang diajukan maupun dampak yang dihasilkan dari kedua wacana ini kontradiktif dengan upaya penguatan pertahanan menghadapi kompleksitas ancaman dan peningkatan profesionalitas militer.

“Wacana penambahan Kodam maupun revisi UU TNI memiliki aroma perluasan peran militer di ranah sipil yang begitu kental.” ungkap Ikhsan.

Dalam konteks revisi UU TNI, hal tersebut terlihat dalam perluasan cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) pada Pasal 7 ayat (2) dan jabatan sipil bagi prajurit aktif pada Pasal 47 ayat (2).

Sementara dalam hal penambahan Kodam terlihat melalui pembentukan struktur TNI yang mengikuti struktur administrasi pemerintahan hingga ke daerah, sehingga TNI semakin dekat dengan peran-peran sipil di daerah.

BERITA REKOMENDASI

Penggelaran struktur TNI mengikuti struktur administrasi pemerintah tersebut juga bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UU TNI, sebagaimana dijelaskan pada bagian penjelasannya.

Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Waasintel KSAD Tegaskan TNI Tidak Terlibat Politik Praktis

"Dengan kondisi demikian, 2 (dua) wacana ini secara nyata memiliki dampak legitimasi perluasan peran militer di ranah sipil dari tingkat pusat (melalui revisi UU TNI) hingga ke tingkat daerah (melalui penambahan Kodam)."

Dalam 25 tahun reformasi, yang mana salah satunya mengenai reformasi militer, nyatanya belum cukup membawa konsistensi perubahan dalam agenda reformasi militer.

Atas dasar itu, SETARA Institute memiliki sejumlah catatan, yakni:

1. Agenda reformasi TNI seharusnya semakin mendorong TNI untuk benar-benar konsisten dan memfokuskan diri untuk penguatan bidang pertahanan negara, terutama dalam menghadapi ancaman dari luar.


Terlebih dengan kondisi global yang berada di era VUCA atau Volatility (volatilitas), Uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kompleksitas), Ambiguity (ambiguitas), di mana ketidakpastian ancaman ke depannya dapat terjadi, sebagimana dunia dikejutkan dengan wabah Pandemi dan konflik Rusia-Ukraina.

Dengan kondisi demikian, seharusnya membuat TNI mengutamakan orientasi ke luar (outward looking) dalam paradigma pertahanan negara.

2. Wacana revisi UU TNI dan penambahan Kodam bukan hanya belum memperlihatkan urgensi pelaksanaannya, tetapi juga seakan memperlihatkan minimnya visi dan desain modernisasi pertahanan dalam menjawab tantangan kondisi global.

Basis argumen yang disampaikan ke publik pun tidak relevan antara tujuan dan implementasi, yakni penguatan pertahanan menghadapi ancaman, tetapi dengan cara perluasan peran militer di ranah sipil.

3. Dalam situasi damai, meskipun dinamika ancaman semakin berkembang, seharusnya penguatan pertahanan dilakukan dengan cara-cara yang modern, di antaranya pemanfaatan teknologi pertahanan, bukan dengan pengulangan cara-cara konvensional.

Selain itu, akan lebih efektif juga jika penempatan Kodam difokuskan di daerah perbatasan maupun terluar guna memastikan pertahanan dan kedaulatan negara.

4. Mengingat dinamika global dan ancaman pertahanan dari luar yang semakin berkembang, Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU sebagaimana amanat Konstitusi semestinya mendorong agar TNI memperkuat kapasitas prajurit maupun kelembagaan, baik dengan penguatan alutsista, penguatan skill tempur prajurit, latihan militer gabungan, update teknologi untuk penguatan pertahanan, hingga peningkatan kesejahteraan prajurit.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas