Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

VIDEO Respon Novel Baswedan Terkait Putusan MK Soal Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun

Novel mengatakan keputusan tersebut tidak sejalan dengan kinerja KPK yang dinilai mulai melemah saat ini.

Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan merespon soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal masa jabatan pimpinan KPK jadi lima tahun.

Novel mengaku berduka melihat putusan MK soal hak tersebut.

Hal itu disampaikan Novel kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

"Saya menjawab soal fenomena putusan ya, kalau itu jawabnya Innalilahi wa Innailaihi Raji'un," kata Novel.

Novel mengatakan keputusan tersebut tidak sejalan dengan kinerja KPK yang dinilai mulai melemah saat ini.

"Karena kita prihatin kondisi KPK dan kemudian ada perpanjangan," ucapnya.

"Ya tadi ketika bicara kondisi KPK yang lemah, jawaban saya adalah Innalilahi wa Innailaihi Rajiun," sambungnya.

BERITA REKOMENDASI

Diketahui periode kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi lima tahun.

Putusan ini dibacakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022 pada Kamis (25/5/2023).

Baca juga: DPR Ungkap Dampak Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun

Baca juga: Ketua Komisi III soal Putusan MK yang Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK: Itu Final dan Mengikat

Diubahnya periode kepemimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun guna menguatkan kedudukan pimpinan KPK.

"Karena itu, guna menegakkan hukum dan keadilan, sesuai Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, ketentuan yang mengatur tentang masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur tentang hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen yaitu selama 5 tahun," kata hakim MK Arief Hidayat dalam sidang.

Sebelumnya, MK menerima gugatan uji materi tentang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan pemohon Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.


Gugatan Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterima MK.

Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.

Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.

"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.

Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.

"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman.

Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".

Selain itu dalam putusannya, Anwar menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".(Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas