Ketua IPW Dilaporkan ke Polisi, Begini Pandangan Pakar Hukum
Menurut dia, pelaporan itu diduga sebagai buntuk vokalnya Sugeng terhadap sejumlah kasus dugaan korupsi di Tanah Air.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, menilai maraknya pelaporan terhadap Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso ke polisi merupakan ancaman bagi demokrasi di Indonesia.
Menurut dia, pelaporan itu diduga sebagai buntuk vokalnya Sugeng terhadap sejumlah kasus dugaan korupsi di Tanah Air.
“Saya kira ini ancaman terhadap demokrasi,” ungkapnya kepada wartawan saat dihubungi, Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Fickar menyampaikan, jika memang ada indikasi ketidakbenaran dalam pengelolaan pemerintahan, maka masyarakat luas berhak mengetahuinya.
“Jika memang ada info yang tidak benar, maka (elemen) masyarakat juga berhak untuk menjelaskan kepada publik,” ujarnya.
Terlebih, Fickar mengatakan, jika ada informasi yang menyebutkan bahwa ada oknum pejabat tertentu diduga melakukan pelanggaran hukum dan terbukti kemudian.
“Maka pejabat publiknya harus ditindak secara hukum dan diberhentikan,” katanya.
Baca juga: IPW: Kebijakan Kabareskrim Petakan Indikasi Aliran Dana Narkoba untuk Pemilu 2024 Langkah Strategis
Sehingga, Fickar menilai, apa yang dilakukan Ketua IPW yang mengkritisi kinerja pejabat publik adalah sebuah peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan.
“Itu bagian dari hak berdemokrasi,” ungkapnya.
Di samping itu, Fickar pun mempertanyakan salah satu laporan polisi terhadap Ketua IPW, yaitu dilaporkannya Ketua IPW terkait dugaan kepemilikan Nomor Induk Kependudukan (NIK)/Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda.
Pasalnya, terkait data NIK/KTP tersebut seharusnya bersifat rahasia dan hanya dimiliki oleh orang-orang yang berwenang. Lalu bagaimana caranya pelapor terhadap Ketua IPW memiliki data rahasia tersebut.
Lagipula, Fickar menjelaskan, seseorang warga negara tidak bisa dituntut ataupun diproses hukum jika memang kedapatan memiliki NIK/KTP ganda.
“Tidak bisa (dituntut/diproses hukum), itu (kepemilikan NIK/KTP ganda) hanya persoalan administratif saja, jadi bukan pelanggaran pidana. Kecuali salah satu KTP-nya dipergunakan untuk melakukan kejahatan. Itupun bukan KTP-nya yang salah, tapi perbuatan orangnya,” ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.