Ungkit Skor IPK Merosot, Kelompok Masyarakat: KPU Harusnya Tidak Hapus LPSDK
Seperti diketahui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berada di skor 34/100 dan di peringkat 110 dari 180 negara.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelompok Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas mengatakan harusnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengingat hasil laporan Transparency International Indonesia (TII) tahun 2022 yang menunjukan Indonesia mengalami tantangan serius dalam upaya melawan korupsi.
Seperti diketahui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berada di skor 34/100 dan di peringkat 110 dari 180 negara.
Dengan dihapusnya Laporan Penerimaan Sumber Dana Kampanye (LPSDK) untuk Pemilu 2024, hal ini menunjukkan KPU sebagai regulator tidak berkomitmen menyediakan instrumen kerja bagi peserta pemilu yang punya akuntabilitas.
Perwakilan kelompok, Sita Supomo mengatakan, penyelenggara pemilu sebagai regulator mempunyai tanggung jawab menerbitkan kebijakan yang memberi kepastian tersedianya instrumen bagi peserta pemilu untuk menyusun laporan dana kampanye secara transparan dan akuntabel sesuai prinsip good governance.
Laporan dana kampanye, lanjutnya, merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan pemilu untuk menghasilkan pemerintahan bersih yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“KPU sebagai regulator pemilu seharusnya mempunyai komitmen menyediakan instrumen kerja bagi peserta pemilu untuk terus meningkatkan derajat akuntabilitas laporan dana kampanye,” kata Sita dalam rilisinya yang dikutip, Rabu (7/6//2023).
“Alih-alih bekerja profesional menerbitkan peraturan yang mendorong terwujudnya pemilu berintegritas sebagaimana perintah Pasal 4 huruf b UU 7/2017 tentang Pemilu, KPU justru meniadakan kewajiban peserta pemilu untuk menyusun LPSDK,” tambahnya.
Baca juga: Keputusan KPU Hapus LPSDK Menuai Kritik: Mundurnya Transparansi dan Akuntabilitas
LPSDK harusnya diimasukkan KPU ke dalam Peraturan KPU (PKPU). Untuk merancang hal itu KPU selalu melakukan uji publik terlebih dahulu.
Dalam proses uji publik ihwal penyusunan peraturan yang berkaitan dengan LPSDK, Lita menyebutkan, partisipasi publik dibatasi. Proses uji publik pun hanya berlangsung satu hari pada 27 Mei 2023 lalu dengan pemberitahuan mendadak pada perwakilan masyarakat sipil.
“Padahal tradisi hukum yang mewajibkan peserta pemilu untuk menyusun dan melaporkan LPSDK sudah diatur dan diterapkan sejak Pemilu 2014 dan terus diberlakukan pada Pilkada 2015-2018, Pilkada 2020, dan Pemilu Serentak 2019,” tandas Sita.
Sebelumnya, Anggota KPU RI Idham Holik telah menjelaskan alasan dihapusnya LPSDK pada Pemilu 2024 adalah karena tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Penghapusan ini juga karena bersinggungan dengan masa kampanye Pemilu 2024. Menurut KPU, singkatnya masa kampanye mengakibatkan sulitnya menempatkan jadwal penyampaian LPSDK.
Kini untuk mengakomodir LPSDK yang dihapus, Idham mengatakan pihaknya menggunakan Sidakam yang di mana nanti bakal bersifat daily update atau pembaharuan harian.
Sidakam, kata Idham, belum pernah diterapkan dalam pemilu sebelumnya dan KPU yakin Pemilu 2024 bakal berjalan jauh lebih transparan dengan adanya sistem baru pengganti LPSDK ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.