Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pameran Budaya dan Seni Peringatan 100 Tahun Koentjaraningrat Digelar 8-15 Juni 2023

Pameran Budaya dan Seni Peringatan 100 tahun Koentjaraningrat digelar di Bentara Budaya Jakarta pada 8-15 Juni 2023.

Editor: Nuryanti
zoom-in Pameran Budaya dan Seni Peringatan 100 Tahun Koentjaraningrat Digelar 8-15 Juni 2023
ist
Pameran Budaya dan Seni Peringatan 100 tahun Koentjaraningrat digelar di Bentara Budaya Jakarta pada 8-15 Juni 2023. 

TRIBUNNEWS.COM - Pameran Budaya dan Seni Peringatan 100 tahun Koentjaraningrat dibuka pada Kamis (8/6/2023).

Acara pameran budaya ini diresmikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Hilmar Farid, yang didampingi Wakil Keluarga Besar, Stien Koentjaraningrat.

Pameran Budaya dan Seni Peringatan 100 tahun Koentjaraningrat digelar di Bentara Budaya Jakarta pada 8-15 Juni 2023.

Peringatan 100 tahun merupakan tahun kelahiran Koentjaraningrat yakni pada 15 Juni.

Tahun kelahiran Koentjaraningrat akan diperingati dengan Pagelaran Wayang Orang Bharata, yang merupakan persembahan dedikasi keluarga besar kepada Koentjaraningrat.

Koentjaraningrat merupakan seorang ilmuwan, tokoh dan Antropolog pertama Indonesia yang berperan besar dalam mendeskripsikan sejarah dan kebudayaan Indonesia dan berpengaruh besar dalam perkembangan bidang Antropologi di Indonesia.

Koentjaraningrat dikenal sangat menjunjung tinggi dunia tari dan pewayangan terutama Wayang Orang.

Baca juga: 25 Tahun Peristiwa Mei dan Reformasi 1998, Bentara Budaya Gelar Pameran di Jakarta dan Yogyakarta

Berita Rekomendasi

Gelaran Pameran Budaya dan Seni Peringatan 100 tahun Koentjaraningrat diselenggarakan oleh Keluarga Besar dengan didukung oleh banyak pihak yang sangat menjunjung tinggi dedikasi dan sumbangsih Koentjaraningrat terhadap pengembangan Antropologi pada masanya hingga kini.

Yakni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik-Universitas Indonesia, Kompas Gramedia, Bentara Budaya, American Indonesian Exchange Foundation (AMINEF), dan Fullbright Indonesia.

Mengenal Sosok Koentjaraningrat

Koentjaraningrat yang akrab disapa sebagai Pak Koen, lahir di Yogyakarta pada 15 Juni 1923.

Koentjaraningrat terlahir sebagai keturunan bangsawan, maka Pak Koen diperbolehkan mengenyam pendidikan Dasarnya di sekolah yang saat itu hanya diperuntukan bagi anak-anak Belanda, yaitu di Europeesche Lagere School dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Pak Koen muda sering menghabiskan waktunya bermain di lingkungan Keraton, di situlah Pak Koen mendapatkan pengaruh dengan kentalnya Seni dan Kebudayaan Jawa yang kelak memberikan pembekalan kepribadiannya menjadi seorang Antropolog.

Di waktu senggangnya saat SMA, Pak Koen yang terbiasa disiplin dan mandiri sejak kecil diisi dengan melukis dan mempelajari tari Jawa di Tejakusuman.

Bersama sahabatnya, Koesnadi (fotografer) dan Rosihan Anwar (tokoh Pers), Pak Koen rajin menyambangi rumah seorang dokter keturunan Tionghoa untuk membaca, di antaranya disertasi-disertasi tentang antropologi milik para pakar kenamaan.

Pak Koen adalah sosok utama yang berjasa mendirikan dasar-dasar ilmu Antropologi di Indonesia, dari sinilah beliau mendapatkan gelar kehormatan sebagai Bapak Antropologi Indonesia.

Sepanjang hidupnya Pak Koen dedikasikan untuk perkembangan Ilmu Antropologi, pendidikan Antropologi dan segala sudut pandang yang berkaitan dengan kebudayaan dan kesukubangsaan di Indonesia.

Atas sumbangsih dan pengabdiannya pada perkembangan ilmu Antropologi di Indonesia ini Pak Koen menerima berbagai penghargaan antara lain: Penghargaan ilmiah Doctor Honoris Causa dalam Ilmu ilmu Sosial dari Rijksuniversiteit Utrecht, Negeri Belanda pada 1978, dan penerima Grand Prize dari 6th Fukuoka Asian Cultural Prizes pada 1955.

Kemudian di tahun 1968 Pak Koen juga menerima anugerah Satyalencana Dwidja Sistha dari Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia, pada tahun 1982 Satyalencana Dwidja Sistha dari Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.

Ilmuwan yang fasih berbahasa Inggris dan Belanda ini mulai tertarik pada bidang Antropologi sejak menjadi Asisten Profesor G.J. Held, seorang Guru Besar Antropologi di Universitas Indonesia yang mengadakan penelitian lapangan di Sumbawa.

Pada perjalanannya, Pak Koen merintis berdirinya 11 jurusan Antropologi di berbagai Universitas di Indonesia, aktif mengajar dan menulis banyak hal berkaitan dengan Kebudayaan dan Pembangunan di Indonesia sejak 1957 hingga 1999 yang dituangkan dalam 22 buku dan lebih dari 200 artikel di berbagai makalah ilmiah dan suratkabar di Indonesia maupun mancanegara.

Karya-karya dan pemikiran kerap menjadi acuan penelitian mengenai sosial budaya dan masyarakat Indonesia, baik oleh para Ilmuwan Indonesia maupun asing.

Melalui tulisannya, ia mengajarkan pentingnya mengenal masyarakat dan budaya bangsa sendiri.

Buah pemikirannya dan karya beliau sampai saat ini juga masih menjadi buku wajib baca bagi mahasiswa Antropologi Indonesia seperti ‘Pengantar Ilmu Antropologi Indonesia’.

Pak Koen menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jurusan Bahasa Indonesia pada tahun 1953, kemudian meraih gelar Master of Arts di bidang Antropologi, dari Yale University pada 1956 dan meraih gelar Doktor Antropologi di Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada 1958.

Setelah berhasil mengembangkan ilmu antropologi di seluruh Indonesia, Pak Koen yang nama lengkap dengan gelar kebangsawanannya adalah KPH Prof DR Koentjaraningrat, pada Selasa 23 Maret 1999, tutup usia karena penyakit stroke.

(Tribunnews.com)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas