Jelang Sidang Putusan, Pakar: Sistem Pemilu Tidak Bisa Diubah di Tengah Tahapan
Feri berharap MK sendiri tidak terpengaruh oleh banyak faktor dan tetap konsisten dalam putusannya.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Feri Amsari mengatakan sistem tidak bisa diubah di tengah tahapan pemilu yang sedang berlangsung.
Hal ini merupakan respons Feri terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebentar lagi bakal melakukan sidang putusan terkait sistem proporsional pemilu.
"Hampir bisa dikatakan secara hukum tidak mungkin dilakukan perubahan di tengah jalan untuk menghormati tahapan yang sudah berlangsung," kata Feri saat dihubungi, Rabu (14/6/2023).
Baca juga: Said Iqbal: Apapun Sistem yang Diputuskan MK, Partai Buruh Siap Ikut Pemilu 2024
Feri berharap MK sendiri tidak terpengaruh oleh banyak faktor dan tetap konsisten dalam putusannya.
Sebab, lanjut Feri, dalam hal mengambil keputusan ini MK tentu menerima banyak tekanan yang penuh dengan muatan politik, terkhususnya partai-partai penguasa.
"Tapi sekali lagi selalu ada cakrawala politik dalam putusan MK, dan mudah ini tidak mempengaruhi MK ya," tuturnya.
"MK tetap konsisten dengan prinsip sebagai pengawal UUD dan tidak terpengaruh dengan tekanan politik kepentingannya partai-partai yang ada, terutama partai penguasa," Feri menambahkan.
Sebagai informasi, putusan soal sistem proporsional pemilu bakal berlangsung pada Kamis (15/6/2023) mendatang.
Berdasarkan situs resmi MK, sidang dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 ini bakal berlangsung pukul 9.30 WIB.
Hal ini juga telah dikonfirmasi oleh Juru Bicara (jubir) MK, Fajar Laksono.
"Betul (sidang berlangsung tanggal 15 Juni)," kata Fajar saat dikonfirmasi, Senin (12/6/2023).
Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022. Uji materi ini tinggal menunggu putusan.
Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Untuk diketahui, sistem pemilu tertutup diberlakukan sejak masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno pada 1955, serta masa pemerintahan Presiden Soeharto yakni 1971 sampai 1992.
Pada Pemilu 1999 juga masih menggunakan sistem proporsional tertutup. Pun Pemilu 2004.
Penerapan sistem proporsional tertutup pun menuai kritik dan dilakukan uji materi ke ke MK pada 2008. Kemudian sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 20219, sistem pemilu beralih menjadi proporsional terbuka.