Bantah Klaim Denny Sistem Pemilu Tertutup Diputuskan 28 Mei 2023, MK: 7 Juni Baru Ada Posisi Hakim
MK membantah klaim Denny bahwa putusan sistem pemilu tertutup dilakukan 28 Mei 2023. Padahal hingga 7 Juni 2023 belum ada penentuan hakim.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra angkat bicara terkait klaim mantan Wamenkumham, Denny Indrayana yang menyebut memperoleh informasi sistem proporsional tertutup telah diketok palu oleh hakim pada 28 Mei 2023.
Seperti diketahui, klaim Denny yang dituliskan lewat cuitan di akun Twitternya tersebut, sempat menggegerkan publik dan menjadi polemik.
Saldi mengatakan, klaim Denny tersebut tidaklah benar lantaran hingga 7 Juni 2023, hakim yang dipilih untuk memutuskan perkara ini belum ditentukan.
"Sebelum tanggal 7 Juni ketika diketokan palu di ruang lantai 16 (Gedung MK) itu, belum ada putusan dan belum ada posisi hakim."
"Mengapa ini menjadi poin yang kami bikin stressing? Karena ada yang berpendapat sejak 28 Mei, sudah ada putusan dan posisi hakimnya katanya enam (hakim) mengabulkan, tiga dissenting," kata Saldi dalam konferensi pers, Kamis (15/6/2023) dikutip dari YouTube Kompas TV.
Baca juga: BREAKING NEWS: MK Putuskan Pemilu 2024 Digelar dengan Sistem Proporsional Terbuka
Saldi mengungkapkan bantahan terhadap klaim Denny tersebut perlu dibantah, lantaran dianggap merugikan MK.
"Kami perlu menjelaskan ini bahwa pendapat itu merugikan kami secara institusi, seolah-olah kami membahas itu dan itu bocor keluar," tegasnya.
Kemudian, Saldi juga menegaskan klaim Denny terbukti salah terkait hakim yang setuju dan tidak setuju dalam putusan sistem pemilu tersebut.
Sebelumnya, Denny mengatakan bahwa ada enam hakim yang menyetujui pemilu digelar tertutup lalu sisanya tidak setuju.
Namun, pada sidang putusan kali ini, ada delapan hakim menolak gugatan sistem pemilu tertutup dan satu hakim dalam posisi berbeda pendapat atau dissenting opinion.
"Kami meminta kepada teman-teman (wartawan) untuk dibantu menyebarkan bahwa tidak ada informasi (putusan) itu keluar," katanya.
Lebih lanjut, Saldi mengungkapkan alasan pihaknya baru merespons klaim Denny karena para hakim ingin fokus dalam proses pengambilan putusan perkara.
"Kalau kami memberikan respons awal, orang nanti bisa menafsirkan oh posisi hakim begini dan kami sengaja menghindari itu. Makannya kami memilih hari ini untuk merespons pernyataan Denny Indrayana bahwa pernyataan itu tidak benar," tegasnya.
MK Putuskan Sistem Proporsional Terbuka
Sebelumnya, MK memutuskan sistem proporsional terbuka digunakan untuk Pemilu 2024 dalam sidang pleno yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).
"Dalam pokok permohonan: menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Anwar Usman dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi RI.
Kendati demikian, salah satu hakim yaitu Arief Hidayat memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.
Dalam pendapatnya, MK mengungkapkan tidak ada yang perlu ditakutkan terkait sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2024 dapat menimbulkan ancaman bagi Indonesia.
Baca juga: Ketua Umum Golkar Sambut Keputusan MK Soal Sistem Pemilu Terbuka: Keputusan yang Tepat
MK pun membeberkan beberapa hal yang melandasinya, seperti adanya aturan terkait aktor politik yang dilarang untuk memiliki pandangan merusak ideologi negara hingga langkah-langkah teknis seperti membatalkan pencalonan legislator terpilih jika membahayakan ideologi dan NKRI.
Selain itu, kata hakim, sistem proporsional terbuka dalam pemilu juga dipandang sebagai perbaikan sistem pemilihan umum untuk memperkuat ideologi negara.
"Dengan pengaturan yang bersifat antisipatif tersebut, pilihan sistem pemilihan umum yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang akan dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat mengancam keberadaan sekaligus keberlangsungan ideologi Pancasila dan NKRI," kata hakim.
Hakim juga menyinggung terkait dalil penggugat yang menyebut adanya politik uang ketika sistem proporsional terbuka digelar dalam pemilu.
Namun, menurut hakim anggota Saldi Isra, praktik politik uang akan terjadi dalam jenis sistem pemilu apapun.
Sehingga, Saldi pun memberikan solusi yaitu perbaikan komitmen, penegakan hukum yang harus dilaksanakan, dan pemberian pendidikan politik untuk menolak adanya politik uang.
"Sikap inipun sesungguhnya merupakan penegasan Mahkamah, bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali," tuturnya.
Baca juga: Satu Hakim Punya Pendapat Berbeda Saat Putusan Sistem Pemilu 2024, Ungkit Ideologis Soekarno
Hakim pun menilai dalil-dalil yang dituliskan penggugat bukan menjadi landasan untuk mengubah sistem pemilu.
Namun, perlu adanya perbaikan di beberapa aspek lain.
"Menurut Mahkamah, perbaikan dan penyelenggaraan pemilihan umum dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari sistem kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hak dan kebebasan bereskpresi serta mengemukakan pendapat, kemajemukan ideologi, kaderisasi dalam tubuh partai politik, hingga kepentingan dan aspirasi masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik," kata hakim Saldi Isra.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pemilu 2024