Hari Raya Idul Adha 2023 versi Muhammadiyah dan Pemerintah Berbeda, Umat Islam Jangan Terpecah Belah
Perbedaan Hari Raya Idul Adha 2023 atau 1444 Hijriyah antara pemerintah dan PP Muhammadiyah diharap tidak membuat umat Islam terpecah.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Terdapat perbedaan penetapan Hari Raya Idul Adha 2023 atau 1444 Hijriyah antara pemerintah dan PP Muhammadiyah.
Pemerintah menetapkan Hari Raya Idul Adha 1444 H jatuh pada Kamis, 29 Juni 2023.
Sementara Muhammadiyah menetapkan Hari Raya Idul Adha 1444 H jatuh pada Rabu, 28 Juni 2023.
Menanggapi adanya perbedaan hari pada Idul Adha 2023, Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi mengajak umat muslim di Indonesia menjaga persaudaraan dan persatuan.
Ashabul Kahfi mengatakan perbedaan menunjukkan keragaman dan penafsiran terhadap ilmu falak dan metode hisab.
Hal itu disampaikannya saat konferensi pers seusai gelaran Sidang Isbat, Minggu (18/6/2023).
"Tugas berat menghadapkan kita pada perlunya memperhatikan perbedaan pendapat yang ada sambil tetap memegang teguh semangat persatuan dan persaudaraan dalam agama," ungkapnya.
Ia mengimbau masyarakat mengedepankan sikap toleransi, hormat-menghormati dan meningkatkan ukuwah Islamiyah.
"Perbedaan penghitungan dan penetapan 1 Zulhijah 1444 H ini tidak boleh memecah belah umat."
"Semua pihak diharapkan tidak terprovokasi dengan perbedaan yang disampaikan di media sosial," ungkapnya.
Baca juga: Pesan Pemerintah soal Perbedaan Penetapan Hari Raya Idul Adha 1444 H dengan Muhammadiyah
Hasil Sidang Isbat
Sementara itu Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan 1 Zulhijah 1444 Hijriyah jatuh pada Selasa, 20 Juni 2023.
Sehingga Hari Raya Iduladha 1444 H jatuh pada Kamis, 29 Juni 2023.
"Sidang isbat telah mengambil kesepakatan bahwa tanggal 1 Zulhijah tahun 1444 Hijriah ditetapkan jatuh pada Selasa tanggal 20 Juni 2023," ungkap Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi di Jakarta, Minggu (18/6/2023).
"Dengan demikian Hari Raya Idul Adha 1444 H jatuh pada Kamis, 29 Juni 2023," imbuh Wamenag.
Laporan Direktur Urusan Agama Islam (Urais) menyatakan ketinggian hilal di seluruh Indonesia sudah berada di atas ufuk, tapi masih berada di bawah kriteria imkanur rukyat yang ditetapkan Menteri Agama Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura (MABIMS).
Direktur Urais Kemenag Adib menyampaikan berdasarkan data yang dihimpun Tim Hisab Rukyat Kemenag, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia di atas ufuk berkisar antara 0 derajat 11,78 menit sampai 2 derajat 21,57 menit.
Sudut elongasi antara 4,39 sampai 4,93 derajat.
Dengan parameter-parameter tersebut, posisi hilal di Indonesia belum memenuhi Kriteria Baru MABIMS.
Kriteria baru MABIMS menetapkan bahwa secara astronomis, hilal dapat teramati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat.
Kemenag telah melaksanakan pemantauan atau rukyatul hilal pada 99 titik di Indonesia.
"Dari 34 provinsi yang telah kita tempatkan pemantau hilal, tidak ada satu pun dari mereka yang menyaksikan hilal," kata Wamenag.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.