Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perspektif Budaya dan Regulasi Masih Jadi Faktor Kurangnya Keterwakilan Perempuan di Dalam Pemilu

Faktor yang menjadi masalah terkait keterwakilan perempuan dalam pemilu adalah perspektif dan budaya, serta regulasi di internal kelembagaan pemilu.

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Perspektif Budaya dan Regulasi Masih Jadi Faktor Kurangnya Keterwakilan Perempuan di Dalam Pemilu
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
Wahidah Suaib - Perspektif Budaya dan Regulasi Masih Jadi Faktor Kurangnya Keterwakilan Perempuan di Dalam Pemilu 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Bawaslu RI 2008-2012, Wahidah Suaib membeberkan beberapa hal yang menurutnya masih harus diperbaiki supaya keterwakilan perempuan dalam segala proses pemilu dapat terpenuhi.

Hal ini ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam diskusi daring yang diadakan oleh Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI, Selasa (20/6/2023).

Faktor yang menjadi masalah terkait keterwakilan perempuan dalam pemilu adalah perspektif dan budaya, serta regulasi di internal kelembagaan pemilu.

“Ada problem perspektif dan kultur yang belum afirmatif,” kata Wahidah.

Ia mengambil contoh misalnya Bawaslu yang melakukan perekrutan tim seleksi yang di mana komisioner yang bertugas melakukan perekrutan ini menurutnya sudah harus punya perspektif soal gender.

“Belum ada perspektif gender yang merata dalam komisioner dan juga timsel yang direkrut pun masih sangat minim kita menemukan timsel yang berspektif gender,” jelasnya. 

“Bahkan perempuan yang jadi timsel pun belum tentu berperspektif gender. Ini akan sangat memengaruhi di saat melakukan seleksi. Jadi ini kulturnya perlu diperbaiki,” Wahidah menegaskan.

BERITA REKOMENDASI

Kemudian, ia juga menyoroti ihwal regulasi yang juga menurutnya tak kalah penting untuk diperhatikan supaya keterwakilan perempuan dapat terpenuhi.

“Misal sudah ada aturan di UU bahwa keterwakilan perempuan. memang kursi yang diberikan pada perempuan. Nanti UU, PKPU, Perbawaslu mengatur bagaimana teknis menempatkan perempuan di situ,” tutur Wahidah.

Sejauh ini Wahidah melihat keterwakilan perempuan tidak dapat terpenuhi karena tes-tes seleksi yang bersifat objektif. Sehingga pentingnya regulasi internal lembaga penyelenggara diterapkan. 

“Contoh di penilaian tes esai seringkali kalau penilaian objektif, tes tertulis misalnya seringkali saringan perempuan banyak terlempar. Makanya di regulasi KPU pun Bawaslu penting,” katanya.

“Bahwa langkah pertama tetap berdasarkan ranking objektif, tapi tetap dalam tidak terdapat perempuan atau tidak tercapai keterwakilan 30 persen perempuan, maka mulai dilakukan pemilihan terpilah di mana perempuan diurutkan berdasarkan baris perempuan sendiri,” sambungnya. 

Hal yang tidak kalah penting, tegas Wahidah, adalah bagaimana peran perempuan itu sendiri yang kini bertugas di dalam lembaga penyelenggara pemilu.

Baca juga: MPI Sebut Partai Politik Setengah Hati Perjuangkan Keterwakilan Perempuan Dalam Pemilu

Para perempuan ini menurutnya juga harus berperan dalam hal memperjuangkan dan juga mengambil bagian dalam proses perekrutan atau pengkaderan di segala kegiatan lembaga tersebut.

“Ini penting. Karena apa? Banyak dia rekrut perempuan semakin besar potensi perempuan itu bertambah di penyelenggara pemilu,” tandasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas