Partai Buruh Respons Masa Jabatan Pimpinan Parpol Digugat ke MK: Tak Bisa Diseragamkan
masa jabatan pimpinan parpol merupakan jabatan politik dan bukan jabatan yang berada di bawah kekuasaan negara.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Partai Buruh Said Iqbal merespons terkait masa jabatan pimpinan partai politik (parpol) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Said mengatakan, masa jabatan pimpinan parpol merupakan jabatan politik dan bukan jabatan yang berada di bawah kekuasaan negara.
"Masa jabatan pimpinan parpol adalah jabatan politik bukan jabatan kekuasaan atau pegawai yg dibayar oleh negara," kata Said Iqbal, saat dihubungi, Selasa (27/6/2023).
Kemudian, ia menjelaskan, masa jabatan pimpinan parpol tak bisa diseragamkan. Sebab, setiap partai politik memiliki ideologi yang berbeda-beda.
Sehingga, kata Said, soal aturan masa jabatan pimpinan parpol itu diatur melalui anggaran dasar anggaran rumah tangga (AD ART) masing-masing partai politik.
"Dan juga setiap partai politik mempunyai karateristik dan ideologi yang berbeda beda, walaupun berazaskan sama yaitu pancasila," ucap Said.
"Jadi tidak bisa diseragamkan masa jabatan pimpinan parpolnya. Oleh karena itu setiap parpol tentang masa jabatan pimpinan parpol diatur dalam AD ART masing masing sesuai keputusan kongresnya," sambungnya.
Sementara itu, untuk Partai Buruh sendiri, Said mengungkapkan, telah memutuskan tak menaruh batasan berapa lama masa jabatan pimpinannya.
"Dan Partai Buruh dalam kongresnya sudah diputuskan tidak ada pembatasan masa jabatan pimpinan Partai Buruh," ungkap Said Iqbal.
Sebelumnya, dua warga bernama Eliadi Hulu asal Nias dan Saiful Salim dari Yogyakarta menggugat UU Partai Politik (Parpol) ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu (21/6/2023) lalu.
Gugatan tersebut, teregister dengan nomor 65/PUU/PAN.MK/AP/06/2023).
Adapun pasal yang digugat adalah pasal 23 ayat 1 UU Parpol yang berbunyi:
"Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART."
Dalam permohonan gugatannya dikutip dari laman MK, penggugat meminta pasal tersebut diubah menjadi:
"Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut," demikian tertulis dalam permohonan gugatan, yang dikutip Tribunnews.com, Minggu (26/6/2023).
Penggugat menilai jabatan ketua umum parpol harus dibatasi layaknya jabatan di pemerintahan.
Selain itu, jelas penggugat, parpol pun dibentuk dengan mengacu pada dasar undang-undang, sehingga masa jabatan ketua umum turut dibatasi.
Baca juga: MK Tolak Uji Materi Masa Jabatan Pimpinan Parpol Karena Pemohon Tidak Serius
"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula hanya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapapun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," kata penggugat dalam berkas permohonan.