Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Partai Buruh Sebut Keterangan Pemerintah dalam Sidang Uji Formil UU Cipta Kerja tidak Jelas

Partai Buruh merespons keterangan pemerintah soal alasan kekosongan hukum dalam Sidang uji formil UU Nomor 6 Tahun 2023.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Partai Buruh Sebut Keterangan Pemerintah dalam Sidang Uji Formil UU Cipta Kerja tidak Jelas
Tribunnews/Ibriza Fasti Ifhami
Wakil Presiden Partai Buruh Agus Supriyadi menegaskan, keterangan dari pemerintah dalam persidangan uji formil UU Cipta Kerja, tidak jelas. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang uji formil UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (6/7/2023) lalu.

Dalam persidangan tersebut, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Asep Nana Mulyana, sebagai pihak perwakilan Presiden RI yang diberi kuasa telah menyampaikan keterangannya.

Salah satu keterangan dari Asep, yakni soal alasan penerbitan Perppu Ciptaker yang disebut telah memenuhi syarat kegentingan memaksa dan adanya kekosongan hukum.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Partai Buruh Agus Supriyadi mengatakan, alasan kegentingan yang memaksa tersebut, tidak dijelaskan lebih rinci.

Baca juga: Soal Disahkannya Perppu Ciptaker Jadi UU, Pengamat: Potret Akrobat Hukum DPR

"Pemerintah mendalilkan bahwa Undang Undang Cipta Kerja Nomor 6 ini karena satu, ada kegentingan yang sifatnya memaksa. Tapi (pemerintah) tidak menjelaskan merinci apa yang kegentingannya," kata Agus, saat ditemu usai persidangan, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis.

Kemudian, Agus juga menanggapi alasan kekosongan hukum dari pemerintah.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, masih ada Undang Undang lama yang akan berlaku jika UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.

"Kedua, karena kekosongan hukum. Kalau kekosongan hukum, masih ada Undang Undang yang lain kalau misalnya undang undang 11/2020 Cipta Kerja yang lalu yang dikatakan inkonstitusional bersyarat itu kalau dia tidak berlaku, maka secara otomatis Undang Undang yang lama berlaku. Jadi masih ada hukum yang lain atau ada hukum yang lama. Masih bisa dipakai," jelasnya.

Lebih lanjut, Agus menegaskan, keterangan dari pemerintah dalam persidangan tersebut tidak jelas.

Sehingga, ia mengatakan, alasan-alasan yang digunakan pemerintah terkait penerbitan UU Ciptaker itu tidak masuk akal dan mengada-ada.

"Nah kami dari Partai Buruh dengan adanya jawaban dari pemerintah yang tidak sangat jelas secara rinci, buat kami adalah itu jawaban yang sangat tidak masuk akal. Dan pemerintah hanya mengada-ngada dalam menjawab gugatan kami dari Partai Buruh," ucapnya.

Baca juga: Perppu Ciptaker Jadi UU, Presiden Aspek: DPR Tak Perjuangkan Kepentingan Rakyat, Stempel Pemerintah

Sebelumnya, Dirjen PP Kemenkumhan selaku perwakilan Presiden RI, Asep Nana Mulyana mengatakan, penerbitan Perppu Ciptaker telah memenuhi beberapa syarat, yang satu di antaranya menyebut adanya kekosongan hukum.

"Syarat kekosongan hukum/Undang-Undang tidak memadai, tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang Undang secara prosedur biasa, karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan," kata Asep, dalam persidangan di MK, Kamis ini.

Asep membenarkan, MK telah memberikan tenggat waktu 2 tahun untuk memperbaiki UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Namun, lanjutnya, krisis global terjadi. Sehingga, pemerintah merasa perlu menerbitkan Perppu Ciptaker sebagai langkah antisipatif krisis tersebut terhadap perekonomian Indonesia.

"Bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah memberikan batas waktu perbaikan Undang Undang 11/2020 paling lama 2 tahun. Namun akibat terjadi krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia, sehingga perlu bauran kebijakan yang anisitpatif dan pemulihan kepastian hukum dalam pelaksanaan Undang Undang 11/2020 maka perbaikan Undang Undang 11/2020 tidak dapat dilakukan secara biasa," jelas Asep.

Ia kemudian mengatakan, Perppu Ciptaker diterbitkan juga agar momentum antisipasi dampak krisis global yang dilakukan pemerintah tak terhambat, setelah dikeluarkannya putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Cipta Kerja yang menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki.

"Dalam hal perbaikan Undang-Undang 11/2020 dilakukan dengan membuat Undang Undang seperti biasa, maka momentum antisipasi atas dampak krisis global dan proses hukum pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91 (tahun 2020) akan dapat hilang. Sehingga upaya pemerintah untuk melakukan kebijakan strategis akan terhambat," lanjutnya.

"Hal ini akan dapat membawa Indonesia ke dalam situasi krisis yang akan berdampak terjadinya penurunan perekonomian, penurunan infestasi, terbatasnya penciptaan lapangan kerja, terjadinya PHK, yang akibat selanjutnya akan dapat berdampak kepada masalah sosial dan politik," ungkapnya.

Terlebih, kata Asep, pemerintah menjadikan pengalaman krisis perekonomian yang pernah dialami Indonesia sebagai pelajaran penting yang perlu diantisipasi agar tak terjadi lagi.

"Kejadian krisis perekonomian pada tahun 1997 dan 1998 hendaknya menjadi pelajaran penting bagi pemerintah untuk melakukan tindakan antisipatif atas berbagai situasi yang berdampak signifikan kepada perkonomian, sosial, politik, dan keamanan," ucap Asep.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas