Haris Azhar Protes Pertanyaan Jaksa Soal Perbandingan Hukum Pidana Positif di Indonesia dengan Eropa
Keberatan itu bermula ketika JPU menanyakan kepada saksi ahli pidana Agus Surono terkait perbandingan hukum positif di eropa dan di Indonesia.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivisi Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus terdakwa kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan, Haris Azhar menyampaikan keberatannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (17/7/2023).
Adapun hal keberatan itu bermula ketika JPU menanyakan kepada saksi ahli pidana Agus Surono terkait perbandingan hukum positif di eropa dan di Indonesia.
Dalam hal itu jaksa bertanya kepada Agus mengenai UU ITE pasal 27 ayat 3 dan pasal 310 tentang delik penghinaan.
"Apakah saudara punya pengetahuan tentang pengaturan hukum pidana positif di Indonesia mengenai penghinaan. Apakah ada perbedaan hukum pidana di Indonesia dengan yang berlaku di eropa?" tanya jaksa.
Menjawab pertanyaan jaksa, Agus mengatakan bahwa dirinya mengaku tak tahu persis pelaksanaan sistem hukum positif yang ada di eropa.
Akan tetapi dirinya menuturkan, bahwa ia cukup memahami sistem hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Menurutnya bahwa keberlakuan hukum positif yang kemudian dijadikan rujukan untuk mengkualifikasi terkait suatu perbuatan.
"Apakah ini perbuatan pidana ataupun bukan perbuatan pidana, tentu adalah hukum positif di Indonesia ketika ada suatu perbuatan dan tentu yang ada di Indonesia menggunakan asas teritorial," jelas Agus.
Selanjutnya jaksa kembali melontarkan pertanyaan kepada Agus yakni perihal asas teritorial dalam hukum positif tersebut.
"Jika teritorial eropa mengatur menghina seseorang yang memiliki jabatan tertentu bukan perbuatan pidana, sedangkan hukum pidana positif mengatur menghina seseorang diatur perbuatan pidana, mana yang kita gunakan?," ucap jaksa.
Mendegar pertanyaan itu, Haris pun sontak langsung mengajukan keberatannya atas hal tersebut.
Saat itu Haris mempertanyakan pertanyaan jaksa yang tak secara spesifik menyebut negara eropa mana yang dimaksud dalam perbandingan hukum positf tersebut.
"Majelis keberatan, saya minta kalau dibilang Eropa, (eropa) sebelah mana perbandingan hukum positif?," tanya Haris.
Bukannya menjawab pertanyaan Haris, jaksa justru menyampaikan bahwa pihaknya bukan pelayan dan menyebut bahwa setiap pertanyaan yang dilontarkan telah dipersiapkan sebelumnya.
"Permintaan terdakwa tidak bisa kami penuhi, karena kami bukan pelayan terdakwa. Kami menanyakan apa yang kami sudah persiapkan," ujar jaksa.
Mendengar hal itu, Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana pun coba menengahi percakapan tersebut.
Saat itu Hakim mempertegas kembali pertanyaan Haris terkait negara mana yang menjadi perbandingan hukum positif itu.
"Terdakwa minta spesifik eropa disebutkan dimana, itu saja," sebut Hakim.
Jaksa pun saat itu kembali menyampaikan pertanyaannya kepada saksi ahli terkait pertanyaan yang sama.
"Apakah ahli mengerti tidak dengan pertanyaan saya, jika saya tanyakan keberlakuan hukum asing pidana tidak merujuk ke negara tertentu dengan hukum pidana positif, ahli bisa jelaskan?," tanya jaksa.
"Selama dilakukan di wilayah Indonesia, maka itu tunduk dengan hukum di Indonesia. Itu jawaban saya," tegas Agus Surono di persidangan.